Bagi masyarakat awan, kehidupan di dalam penjara begitu menakutkan sekaligus membosankan. Selain rawan terjadi konflik dengan sesama napi, rumah tahanan tersebut bisa saja menjadi akhir cerita bagi kehidupan. Tapi di sisi lain, ada pula penjara yang mewah bak hotel berbintang. Penghuninya pun betah dan seolah tinggal di lingkungan biasa. Ah, masa sih?
Tengok saja kasus LP Sukamiskin beberapa waktu silam. Begitu mudahnya seorang tahanan memperoleh fasilitas yang eksklusif. Tak hanya itu, mereka yang tersandung kasus korupsi, juga masih bisa tertawa bahagia di balik jeruji besi. Apalagi kalau bukan hukum yang bisa mereka beli dengan mudah. Carut marut enaknya tinggal di balik terali besi Indonesia, akan terus berlanjut di bawah ini.
Cengar-cengir ala Napi kasus korupsi
Meski mendekam di balik jeruji besi, para maling uang rakyat alis koruptor tersebut nyatanya masih bisa tersenyum sambil melambaikan tangan. Bukan apa-apa. Setelah kenyang menguras uang negara, mereka pun bakal merasakan nikmatnya penjara mewah di Indonesia.
Mau tau contohnya? Lihat saja kasus Fahmi Dharmawansyah yang heboh beberapa waktu lalu. Di dalam selnya, terdapat pendingin udara (AC), televisi, rak buku, lemari es, spring bed, washtafel, dan kamar mandi lengkap dengan toilet duduk. Ibarat pepatah, sudah jatuh di kasur empuk tertimpa uang pula. Ah, sialan!
Keamanan penjara longgar, salah siapa?
Kasus napi yang tetap leluasa mengontrol bisnis narkoba dari dalam penjara, tentu bukan hal yang baru di Indonesia. Salah satunya contohnya pernah dilakukan oleh seorang napi yang mendekam di LP Gintung Cirebon dan LP Lampung.
Mereka mengorganisir 1.462 pak narkoba dengan berat bruto 1.434 kilogram narkotika jenis ganja dalam truk bermuatan limbah ikan asin. Mereka juga kerap kedapatan menggunakan ponsel untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Kalau sudah begini, siapa yang salah? Polisi, Sipir penjara, atau sistem keamanannya yang kurang kuat? Entahlah.
Jual beli hukum jadi jurus andalan
Tak ada asap bila tak menyalakan api. Benar saja, mana bisa tahanan bebas pelesiran ke luar penjara tanpa bantuan orang dalam. Praktik suap menyuap semacam ini, sangat lazim dilakukan oleh para napi yang tergolong berduit.
Jangankan sekedar menyuap sipir. Kalau dijual, hukum pun pasti mereka beli. Lihat saja Gayus Tambunan. Penjara super ketat sekelas Mako Brimob, mendadak longgar seperti taman kanak-kanak bagi dirinya. Terbukti, ia terlihat beberapa kali pelesiran ke luar negeri, makan di restoran dan menonton pertandingan tennis internasional. Uang memang sakti ya Sahabat Boombastis
Suap menyuap untuk melepas hasrat di bilik asmara
Salah satu uniknya penjara di Indonesia adalah, tersedianya fasilitas indehoy yang dinamakan bilik asmara. Eit’s, tunggu dulu. Tak semua napi bisa bebas ena-ena sesukanya. Ada harga mahal yang harus dibayarkan agar merasakan fasilitas tersebut. Mungkin, gembong narkoba Freddy Budiman bisa menjadi contoh nyata.
Dilansir dari bbc.com, Kekasihnya, Vanny Rossyane, menunjukkan serangkaian foto bukti keberadaan ‘bilik asmara’ di LP Cipinang. Tempat itu sering dimanfaatkan untuk melakukan hubungan seks dan menikmati narkoba. Untuk mendapatkannya, apalagi kalau bukan dengan menyuap orang dalam. Asal ada uang, semua bisa goyang. Ckckckck
Fenomena di atas menunjukan, betapa penjara Indonesia seolah kehilangan wibawa sangarnya di hadapan segepok rupiah. Alhasil, terali besi yang seharusnya membuat para tahanan tersebut bertaubat, malah seolah berubah menjadi taman bermain. Antara sistem penjara, hukum, dan moral SDM-nya, siapa yang salah menurutmu Sahabat Boombastis?