in

6 Bukti Kalau di Indonesia, Nyawa Harganya Sangat Murah

Indonesia bukan negara konflik, setidaknya meskipun pernah bergolak, kita sangat aman sekarang. Tak seperti Suriah di mana kita mungkin akan melihat peluru berdesingan di depan mata. Meskipun begitu, di negara kita ini bisa dibilang nyawa punya harga yang murah. Hal tersebut karena sistem dan juga tabiat masyarakatnya yang sudah familiar dengan hal-hal yang tidak benar.

Mati jadi hal yang wajar di Indonesia sebagai solusi dari masalah-masalah. Jika tak percaya, coba lihat lagi sudah berapa banyak nyawa-nyawa yang melayang tanpa arti. Sebagian mereka adalah korban dari ketidakadilan dan juga kepentingan segelintir orang yang menganggap para korban ini semacam gangguan yang harus disingkirkan. Tabiat masyarakat, ya, yang satu ini juga menjadi penyebab nyawa harganya murah di sini. Kecerobohan, ketidakpatuhan terhadap aturan, sampai mindset yang salah, jadi alasan kenapa hal tersebut bisa terjadi.

Tak percaya jika nyawa harganya murah di Indonesia? Berikut beberapa bukti yang pasti akan membuatmu mengangguk setuju.

1. Langgar Aturan di Jalan bisa Bikin Mati

Angka kematian tertinggi di negara kita disumbang oleh kecelakaan di jalan. Tingginya angka kecelakaan ini sebenarnya sudah bukan jadi hal yang mengejutkan ketika melihat bagaimana perilaku para pengguna jalan. Meremehkan aturan, egois dan ingin semua orang mengerti dirinya.

Nyawa murah gara-gara tak taat aturan [Image Source]
Nyawa murah gara-gara tak taat aturan [Image Source]
Lampu merah pun akhirnya diterobos gara-gara dalih tertentu. Bahkan portal kereta api pun juga ikut dilibas padahal sudah sangat dekat. Alhasil, kematian sia-sia yang terjadi. Jika saja mau bersabar lima menit saja, maka nyawa masih lekat di badan. Gara-gara terlambat, kejar setoran dan sebagainya, nyawa pun melayang. Pertanyaannya, apakah nyawa memang semurah ini harganya? Kasih patok tinggi terhadap nyawa sendiri. Caranya ya ikuti aturan, utamanya ketika berada di jalan.

2. Jadi Aktivis Ancamannya Pasti Mati

Susah memang meneriakkan kebenaran di negara yang pentolannya sudah tidak benar. Sekali berkoar pakai megaphone pasti diciduk, dianggap provokator, hingga tuduhan anarkisme lain. Padahal sejatinya tidak akan pernah ada sosok-sosok penentang jika pada dasarnya negara sudah berjalan dengan benar.

Menjadi Aktivis juga rawan mati gara-gara tak disenangi [Image Source]
Menjadi Aktivis juga rawan mati karena dianggap pengganggu [Image Source]
Jadi aktivis memang begini, harus siap mati. Kalau tak percaya, silakan tanya kepada mereka yang suka gembar-gembor menyuarakan keadilan atau teriak-teriak menyelamatkan lingkungan. Beberapa aktivis bahkan memang sudah jadi jenazah sekarang. Salim Kancil, Munir, serta para aktivis lain yang tak sempat diliput tapi sudah dibungkam duluan. Ini juga jadi bukti jika nyawa memang murah, khususnya bagi para aktivis tersebut.

3. Jadi Orang Benar pun Akan Gampang Mati

Menjadi penegak keadilan di tanah yang penuh dengan kepalsuan dan ketidakbenaran memang tantangannya besar. Ibaratnya seperti kita bernyanyi di tengah para haters. Masih selamat pun untung. Lalu apa hubungan analogi ini dengan murahnya nyawa di Indonesia? Ya, kalau diperhatikan lekat-lekat, di sini setiap orang benar pasti kena jegal.

Jujur pasti hancur kata orang sekarang [Image Source]
Jujur pasti hancur kata orang sekarang [Image Source]
Sebut saja dua pimpinan KPK itu yang awalnya menunjukkan performa luar biasa, namun berakhir dengan tragis dan sangat tak masuk akal. Satunya terkena skandal dengan caddy, satunya lagi menjadi tersangka kasus yang sepertinya dimunculkan untuk tujuan tertentu. Menjadi penegak keadilan seperti mereka juga rawan mati. Sudah jelas jika keduanya biasa menerima banyak sekali teror pembunuhan. Bahkan tak hanya kepada diri sendiri, tapi juga keluarga.

4. Cinta Ditolak Juga Berpotensi Mati

Bunuh diri karena cinta ditolak sudah jadi hal yang tak lagi mengejutkan di Indonesia. Bahkan para pelakunya sendiri kebanyakan mereka yang sudah tua-tua, padahal logisnya makin tua seseorang maka makin dewasa pikirannya. Ya, sesimple masalah asmara ternyata mengundang kematian.

Cinta berakhir kematian bukan lagi hal yang heboh [Image Source]
Cinta berakhir kematian bukan lagi hal yang heboh [Image Source]
Tak hanya bunuh diri, menjadi pelaku tindak pembunuhan juga bisa karena latar belakang asmara ini. Masih ingat kasus anak SMP yang menghajar pacarnya dengan palu gara-gara cemburu? Ya, jika yang masih hijau saja sudah bisa seperti itu, maka yang sudah tua pun pasti tak jauh dari itu. Cinta ditukar nyawa, tentu tidak sepadan, kan? Cinta terlalu murah untuk nyawa.

5. Emosi Sedikit Bisa Bikin Anak Orang Mati

Siapa sih yang bisa berpikir jelas ketika emosi. Tapi, hal tersebut lantas jangan jadi alasan membuat nyawa seseorang tak lagi ada harganya. Di sekitar kita, sudah berapa kali nyawa melayang percuma hanya gara-gara masalah sepele? Mungkin sudah ada puluhan, bahkan ratusan kalau dijumlahkan dengan daerah lain.

Hanya karena masalah sepele, duel mati pun dipilih sebagai penyelesaian [Image Source]
Hanya karena masalah sepele, duel mati pun dipilih sebagai penyelesaian [Image Source]
Ya, gara-gara bersinggungan karena sedikit masalah sepele, sebagian orang memilih jalan duel sampai mati sebagai penyelesaiannya. Sudah saatnya kita lepaskan diri dari mindset sok jumawa seperti itu. Manusia punya pekerti dan nurani sebagai sisi balik dari pemikiran penuh murka itu. Sayangnya, hingga sekarang masih saja sering muncul berita-berita orang mati dibunuh gara-gara masalah yang bahkan sama sekali tidak berat.

6. Masalah Ekonomi Juga Membuat Orang Memilih Mati

Semua orang ditakar Tuhan punya kemampuan dan masalahnya masing-masing. Jadi, jangan kira hanya yang miskin saja yang tak bisa tidur ketika malam. Mereka para CEO bahkan tak bisa tidur berhari-hari meskipun punya Mercy tumpuk delapan di rumahnya.

Masalah ekonomi juga kerap membuat nyawa harganya murah [Image Source]
Masalah ekonomi juga kerap membuat nyawa harganya murah [Image Source]
Sayangnya, beberapa orang kurang arif menyikapi masalah ekonomi sehingga lebih memilih mati yang menurut mereka akan menyudahi masalah. Padahal justru menambah masalah. Biaya anak istri yang ditinggal, uang tahlil sampai 1000 hari itu dan masih banyak lagi.

Semua hal ini nyata terjadi di hadapan kita. Dan masihkah menolak fakta kalau nyawa di Indonesia memang murah harganya? Wacana revolusi mental mungkin ada benarnya. Pasalnya, sudah saatnya bagi kita untuk pelan-pelan mengubah mindset agar Indonesia semakin menjadi bangsa yang besar.

Taati aturan, jangan halangi kebenaran, dinginkan kepala untuk menyelesaikan masalah, dan bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidup. Inilah yang akan membuat martabat orang-orang Indonesia naik. Sehingga nyawa akan kembali pada derajatnya yang tinggi.

Written by Rizal

Hanya seorang lulusan IT yang nyasar ke dunia tulis menulis. Pengalamannya sudah tiga tahun sejak tulisan pertama dimuat di dunia jurnalisme online. Harapannya bisa membuat tulisan yang super kece, bisa diterima siapa pun, dan juga membawa influence yang baik.

Contact me on my Facebook account!

Leave a Reply

Bukan Cuma Pedang Atau Tombak, Inilah 5 Senjata Kuno Paling Keren!

4 Jebakan Perang Ini yang Bikin Tentara Amerika Trauma dengan Perang Vietnam