Korea Selatan memang selalu jadi perhatian dunia karena gelombang ‘Korean Wave’-nya. Bahkan sampai sekarang, demam Korea masih melanda, entah itu di kalangan remaja hingga dewasa. Oleh sebab itu banyak yang menganggap Korea Selatan sebagai salah satu kiblat hiburan karena pesona budaya dan kemajuan negaranya.
Namun siapa sangka ada sisi lain yang jarang kita lihat. Itu adalah desa Guryong yang sangat jauh dari kata maju bahkan malah terlihat seperti perkampungan kumuh di negeri Ginseng. Jauh berbeda dengan apa yang ditampilkan oleh drama dan film Korea, berikut ulasan mengenai desa kumuh tersebut.
Sisi lain dari distrik paling kaya di Seoul
Kita mungkin mengenal Gangnam melalui lagu yang sempat dipopulerkan penyanyi PSY. Namun ternyata Gangnam juga terkenal sebagai distrik terkaya di Seoul. Lengkap dengan gedung-gedung pencakar langit membuat daerah ini jadi sangat maju. Akan tetapi, ada pemandangan sangat berbeda kalau melihat di sisi lain.
Itu adalah desa Guryong yang juga berada di Gangnam namun penuh dengan bangunan yang kumuh. Alih-alih gedung pencakar langit, yang kelihatan hanyalah rumah berdinding kayu rapuh hingga kain. Pemandangan ini terlihat sangat bertolak belakang dari apa yang kita lihat di televisi atau drama. Pun demikian dengan lingkungan yang ada di sana yang penuh sampah dan serangga.
Para penduduk yang pindah karena iming-iming sukses
Sejatinya adanya penumpukan rumah-rumah kumuh ini juga sebuah problematika. Dilansir dari laman IDN, pada tahun 1980-an banyak penduduk yang memiliki penghasilan rendah yang harus mengalami pengusiran. Rumah mereka dipakai untuk pembangunan proyek untuk olimpiade.
Karena sudah tak ada tempat tinggal, akhirnya mereka datang ke Guryong untuk terus melanjutkan hidup. Sebelum pindah pun para penduduk ini sempat diiming-imingi tinggal di apartemen. Namun sayangnya sampai saat ini tak ada kejelasan mengenai janji tersebut. Seperti yang dikatakan salah satu penduduk Kim Ok Nyo, yang sangat iri melihat keadaan gedung pencakar langit di dekat Guryong karena seharusnya mereka juga tinggal di sana.
Hidup dengan sokongan dari pemerintah
Menjalani hidup di daerah kumuh namun biaya hidup tinggi memanglah bukan hal yang mudah. Para penduduk Guryong pun juga mengalami hal yang serupa. Dilansir dari laman CNN, salah satu penduduk bertahan hidup dengan mengandalkan sokongan dari pemerintah.
Bayangkan saja, di kota yang biaya hidupnya lumayan tinggi, mereka memanfaatkan bantuan yang jumlahnya hanya sekitar Rp2,4 juta rupiah dari pemerintah. Pun demikian dengan kegiatan sehari-hari, para penduduk di sana menggunakan fasilitas umum misalkan untuk mencuci, mandi, dan buang hajat. Saking seringnya dipakai dan tak dirawat, bertemu dengan kecoak atau tikus di fasilitas umum adalah hal yang wajar bagi mereka.
Sebuah desa yang lebih mirip sebagai penampungan
Lantaran keadaannya yang lumayan kumuh, desa Guryong lebih mirip sebuah penampungan. Namun demikian para warga di sana bertahan semampunya dan mencoba membuat lingkungannya sehidup mungkin. Di sana ternyata juga ada bangunan seperti gereja, taman kanak-kanak, listrik, dan air. Uniknya kebanyakan dibangun oleh warganya sendiri.
Sejatinya sudah beberapa kali ada pengembang yang datang ke Guryong untuk membeli tanah mereka. Namun semua ditolak karena para pengembang itu memberikan harga rendah yang tidak masuk akal. Para penduduk pun hanya punya kartu pengenal sementara. Kartu pengenal itu diberikan karena sebelumnya kartu identitas diri resmi ternyata tidak pernah dimiliki oleh warga di sana.
BACA JUGA: Di Balik Gemerlapnya Bollywood, Inilah Wajah Lain India yang Serasa Seperti di “Neraka”
Adanya desa Guryong ini sejatinya jadi sebuah gambaran yang sangat jarang sekali kita lihat. Keadaan ini juga ada di negara kita, di mana di balik kemajuan kita selalu ada daerah kumuh yang jarang diketahui. Hal ini tentunya jadi masalah kita bersama untuk menyelesaikannya.