Pendidikan itu memang hak setiap anak Indonesia di manapun mereka berada dan tinggal. Walaupun di beberapa tempat yang terpencil dan jauh dari perkotaan masih sangat terbatas, dari segi fasilitas serta SDM yang bertugas sebagai pendidik. Uniknya, salah satu sekolah yang ada di Banyumas, Jawa Tengah ini tak kehabisan ide.
Agar setiap anak bisa melanjutkan sekolah, mereka menyiasati pendaftaran ulang dengan hasil bumi, bukan uang. Pihak sekolah mengatakan bahwa mereka tidak mau membebani orang tua siswa dengan biaya sekolah yang tinggi.
Adalah Madrasah Tsanawiah (MTs) Pakis Pesawahan, letaknya di pinggir hutan di Dusun Pesawahan, Desa Pesawahan, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah. Sekolah ini memang tidak megah dan baru dibuka beberapa tahun yang lalu. Namun, tak menyurutkan minat para siswa yang ada di sana untuk menuntut ilmu. Sekolah ini juga merupakan sekolah gratis terdekat yang bisa dicapai oleh anak-anak dari Dusun Karanggondang dan dan Dusun Pesawahan.
Tahun ini, sekolah yang baru berumur kurang lebih tujuh tahun ini tetap menjaring siswa dengan cara pendaftaran dengan hasil bumi. Setiap orangtua membawa pisang, talas, ketela untuk dibawa saat mendaftarkan si anak. Karena kebanyakan penduduk merupakan orang dengan ekonomi menengah ke bawah, maka mereka juga merasa senang.
“Iya bawa tales untuk daftar sekolah, kalau sekolah lain saya tidak mampu, makanya saya sekolahkan di sini yang jaraknya juga dekat. Kalau kesana (turun ke bawah) pakai transportasi, kalau bayar (masuk sekolah lain) saya tidak tahu. Tapi kalau di sini bayarnya cukup pakai hasil bumi, dan saya cuma bawa tales,” ungkap Pak Kasmin, salah satu wali siswa, melansir dari detik.com.
Isrodin selaku kepala sekolah memang sangat bersyukur dengan adanya sekolah ini. Ia mengatakan bahwa dengan adanya MTs Pakis Pesawahan, setiap anak tidak perlu lagi turun ke bawah dan menghabiskan biaya setiap hari. Lalu, hasil bumi yang digunakan sebagai pendaftaran itu diapakan? Nah, ternyata, tradisi mereka adalah memasak dan makan bersama sebagai bukti kekeluargaan. Selama satu minggu pertama para siswa juga akan dikenalkan dengan kearifan lokal yang ada, seperti pertanian, peternakan, kehutanan, serta perikanan yang menunjang hidup mereka selama ini.
Sekolah ini mungkin memang sedikit berbeda dari sekolah kebanyakan. Namun, bukan berarti anak-anak yang ada di sana tak sama layaknya siswa yang ada di kota. Setelah lulus mereka tetap bisa melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK kok. Hanya saja, satu kelas memang hanya berjumlah belasan siswa.
BACA JUGA: Kisah Ketut Marianta, Pulang Pergi Sekolah 6 Jam, Ia Hanya Minta Ini ke Presiden Jokowi
Untuk siapapun di luar sana yang berjuang memajukan pendidikan Indonesia, tetap lakukan dan laksanakan niat baikmu ya, bapak dan ibu. Karena suatu saat, mereka bisa menjadi apa saja yang mereka impikan. Setiap anak memang berhak atas pendidikan yang sama, meskipun mereka tinggal di atas gunung sekalipun.