Sejak ditetapkan di Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia menjadi bahasa komunikasi utama. Apalagi bahasa daerah di negeri ini sangat banyak, dibutuhkan bahasa penghubungnya. Bayangkan kalau tidak ada bahasa Indonesia, karena saling tidak paham bahasa masing-masing, jadinya malah keributan. Bisa tidak bersatu Indonesia ini karena perang terus.
Sebagai bahasa penghubung, bahasa Indonesia harus dikuasai semua penduduknya. Namun miris, ketika mengetahui ternyata ada yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Apalagi negeri ini sudah merdeka lebih dari 60 tahun. Terpaksa jika berkomunikasi dengan mereka harus dengan bahasa isyarat atau daerah. Ingin tahu daerah-daerah mana saja kah itu? Simak ulasan berikut.
Desa Ugimba, padahal dekat dengan Timika
Di daratan Papua ini memang sangat banyak sekali jumlah sukunya. Uniknya setiap suku memiliki bahasa yang berbeda-beda. Untunglah bahasa Indonesia menjadi pemersatu antara suku-suku ini. Namun sayangnya masih ada daerah di Papua yang sampai saat ini masih tidak bisa berbahasa Indonesia. Daerah itu adalah Ugimba yang jaraknya tidak jauh dari Timika. Miris sekali pasalnya baik tua hingga muda semua orang di sana tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka hanya menguasai beberapa kosakata-kosakata sederhana seperti “Selamat pagi”, “Kamu”, “Dia” dan lain-lain.
Hal ini sebenarnya adalah sebuah problematika mengingat bahwa bahasa Indonesia adalah alat komunikasi pemersatu bangsa. Sebenarnya ada sekolah untuk anak-anak desa ini, namun keadaannya sangat memprihatinkan. Apalagi jumlah pengajar di sana yang sangat minim, hanya dua orang. Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah, soalnya bagaimanapun Papua adalah bagian dari Indonesia dan mereka harus merasakan pemerataan pendidikan.
Suku Lauje di Sibaule, yang tertinggal
Salah satu penghuni pedalaman di pulau Sulawesi ini sama sekali tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia. Miris mengingat jarak mereka sangat dekat dengan kampung Sibaole. Bukan hanya masalah bahasa, bahkan masalah membersihkan diri dengan air pun menjadi hal yang aneh untuk suku ini. Lauje hidup di atas gunung, mereka biasa bekerja sebagai seorang pemburu ataupun pencari umbi-umbian.
Meskipun memilih menetap di hutan, suku Lauje sangat baik dan ramah kepada para pendatang. Tidak sedikit dari orang-orang yang tersesat di daerah mereka diantarkan ke desa terdekat. Namun sayang bahasa menjadi kendala utama suku ini, sehingga bisanya harus menggunakan bahasa isyarat.
Suku Samin Bojonegoro, padahal dekat dengan Surabaya
Persebaran suku Samin terbilang banyak di daerah Jawa. Suku yang didirikan seorang bernama Samin Surosentiko ini, mengedepankan kejujuran dan selalu berbuat baik kepada alam. Menurut penelitian balai bahasa Jawa Timur, banyak dari suku Samin ini sampai sekarang masih tidak bisa berbahasa Indonesia. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa daerah. Yang membedakan bahasa suku samin ini dengan bahasa Jawa biasa adalah tidak adanya pembeda kasta dalam penggunaan bahasanya.
Miris mengingat letak Samin sendiri sangat dekat dengan Surabaya. Kendala bahasa sebagai komunikasi akan menghambat perkembangan suku ini untuk maju. Mengingat zaman yang sudah berkembang, akan jadi masalah jika suku Samin dibiarkan terus-terusan seperti itu.
Daerah suku Bauzi, satu lagi yang ketinggalan
Sama halnya dengan yang terjadi di desa Ugimba. Suku Bauzi juga tidak mengenal sama sekali mengenai bahasa Indonesia. Padahal hampir semua suku di Papua sudah mengenal bahasa Indonesia. Yang lebih mencengangkan lagi, mereka bukanlah suku pagan, agama Kristen telah masuk lebih dahulu. Miris memang, mengingat suku ini telah beragama namun tidak bisa berbahasa Indonesia.
Padahal jika mereka bisa berbahasa Indonesia maka hal tersebut akan sangat membantu orang suku Bauzi untuk beribadah. Masalah akses jalan adalah kendala utama, karena bakal butuh waktu berhari-hari jika ingin menemui suku Bauzi.
Bahasa sangat penting sebagai penghubung antar suku dan ras di Indonesia. Empat tempat diatas membuktikan minimnya pemerataan pembangunan dan pendidikan di negeri ini. Hal ini sebenarnya bukan hanya PR bagi pemerintah namun juga kita bersama.