Bagi sahabat semua yang terus memantau perkembangan berita kecelakaan yang menimpa Lion Air JT610, tentu sudah mengetahui bagaimana awalnya pesawat yang membawa 189 orang ini bisa berakhir tragis. Sesuai laporan yang diterima oleh Basarnas, Lion Air JT610 kehilangan kontak 13 menit setelah lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Pilot Bhavye Suneja yang menjadi captain dalam kecelakaan ini juga sudah profesional, ia sudah memiliki 6.000 jam terbang. Tentu ukuran tersebut sudah dikategorikan sebagai pilot berpengalaman. Lantas bagaimanakah kejadian nahas ini bisa terjadi? Walaupun penyebab jatuhnya JT610 belum diketahui secara pasti, marilah kita simak istilah ‘critical eleven’ yang menjadi saat paling menegangkan dalam dunia penerbangan.
Apa itu Critical Eleven?
Critical Eleven yang akan kita bahas di sini, bukan novel ataupun film yang dibintangi Reza Rahadian, tetapi 11 menit waktu paling kritis dalam dunia penerbangan. Seperti yang dialami oleh Lion Air, 90% kecelakaan pesawat terjadi saat take off dan landing, yaitu di 3 menit setelah take-off dan 8 menit sebelum landing, sehingga disebut juga “Critical Eleven”.
Melansir grid.id dari flightsafety.org, selama rentang waktu critical eleven, awak kabin dilarang berkomunikasi dengan kokpit kecuali hal yang darurat dan awak kokpit harus menahan diri dari aktivitas yang tidak terkait dengan kontrol pesawat. Selama critical eleven, sang captain harus selalu berkomunikasi dengan Air Traffic Controller (ATC) secara intensif, hal ini berlaku untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku.
Arahan dari awak kabin di waktu critical eleven
Ketika lepas landas dan mendekati landing, para awak kabin pasti selalu mengingatkan untuk menegakkan sandaran kursi, melipat tray table, membuka penutup jendela, serta free dari semua barang-barang untuk yang duduk di dekat pintu keluar. Ternyata ada alasannya Sahabat semua, jika terjadi hal yang tak diinginkan di waktu tersebut, para penumpang hanya punya waktu 90 detik buat keluar dari pesawat dan menyelamatkan diri. Jika tidak, maka mereka bisa meninggal karena berbagai hal, mulai dari smoke inhalation atau kekurangan oxygen, atau pesawat sinking incase of ditching (water landing), seperti dilansir dari taobali.org.
Bayangkan saja, jika saat panik seperti itu masih ada meja yang menghalangi untuk keluar, masih ada barang yang membuat panik penumpang. Jelas hal tersebut akan memakan waktu lama bagi penumpang untuk bisa menyelamatkan nyawa mereka. Jadi, arahan tersebut tak lain untuk memudahkan proses evakuasi di saat berbahaya tersebut.
Pengetahuan tentang penyelamatan diri
Selain arahan seperti di atas, pramugari yang bertugas biasanya juga mempraktekkan bagaimana upaya penyelamatan diri yang harus dilakukan seandainya pesawat dalam keadaan tidak baik-baik saja. Pengetahuan tersebut berupa lokasi baju pelampung, masker oxygen, dan pintu evakuasi serta cara menggunakannya (bagi penumpang yang berada di sebelahnya). Pada saat ini juga, penumpang hendaknya mendengarkan arahan dari para awak kabin dan jangan tidur terlebih dahulu.
Jika kebetulan penerbangan malam hari, maka lampu kabin akan diredupkan. Mengapa? Dilansir taobali.org, Hal tersebut karena mata yang terbiasa melihat terang kemudian lampu mati, pasti butuh beberapa waktu supaya mata bisa adaptasi dengan pencahayaan yang gelap. Maka dari itu lampu sengaja diredupkan supaya mata tidak perlu adaptasi lagi di saat ada emergency landing.
Mengapa ada larangan untuk mematikan semua peralatan elektronik?
Nah, sedari awal –sebelum pesawat mengudara bahkan awak kabin akan meminta semua penumpang untuk mematikan alat komunikasi termasuk telepon genggam. Hal ini benar-benar penting Sahabat, ada banyak sekali kecelakaan pesawat yang diakibatkan oleh hape yang tidak dimatikan. Berdasarkan sumber informasi dari Aviation Safety Reporting System (ASRS) bahwa ponsel yang hidup saat penerbangan dapat mengganggu sistem turbin dan membuatnya mati. Lalu bagaimana dengan mode pesawat? hal tersebut tidak akan banyak membantu, getaran yang ditimbulkan oleh ponsel juga tetap berbahaya.
Sehingga tak hanya nyawa satu orang saja yang terancam, melainkan semua penumpang yang ada di dalam pesawat tersebut. Kejadian ini sudah sering terjadi, contohnya saja terbakarnya Garuda GA 200 tujuan Yogyakarta, Cross Air yang baru saja take off dari bandara Swiss, Slovenia Air yang mendarat darurat karena ada ponsel yang aktif, atau yang paling memilukan adalah yang menimpa Air Asia beberapa tahun yang lalu. So, jangan anggap ini sebagai masalah sepele ya Sobat!
Jadi meskipun hanya 11 menit, waktu critical eleven ini, demi keselamatan penumpang dan semua orang harap memperhatikan setiap arahan kecil yang diberitahukan oleh para awak kabin. Pesawat itu disebut sebagai moda transportasi paling aman, tapi sekali terjadi kecelakaan juga sangat banyak merugikan nyawa dan materi. Mari bijak dan menjadi warga yang cerdas!