Usia memang bukan penentu kedewasaan seseorang, dan itu memang benar adanya. Aku telah membuktikan bahwa untuk bisa bersikap bijaksana tidak perlu menunggu tua. Di usianya yang baru 20 sekian, sejak awal dia mengajarkanku satu hal. Jangan mau termakan janji, dan jangan pernah meminta laki-laki berjanji.
Ah, perempuan mana yang tak ingin dibawakan sebuket bunga oleh kekasihnya? Atau kejutan-kejutan manis di hari ulang tahunnya? Namun ternyata, dia memberikan perspektif lain dari yang selama ini kukira. Sejak awal kami bersama, ia tak pernah berjanji, apalagi membuatku berharap dan menanti.
“Nanti kalau kita anniversary, kamu beliin aku boneka yang gede ya,” ujar salah satu perempuan pada pasangannya.
“Ultahku nanti, kamu kadoin aku apa? Yang bagus ya!” pinta satunya lagi.
Laki-laki jika mendapat ungkapan seperti ini dari kekasihnya, bisa apa? Selain menjawab “iya sayang.”
Padahal itu sungguh lingkaran setan dan awal mula pertengkaran. Bagaimana jika suatu hari, kekasihmu lupa akan janji yang terpaksa dibuatnya, untuk menyenangkan hatimu? Bagaimana jika, memberi kejutan bukanlah hal mudah yang bisa dilakukannya kapan saja?
Daripada membuat masalah yang tak perlu, ada baiknya jangan meminta laki-laki untuk berjanji. Biarkan mereka melakukan apa yang ingin mereka kerjakan, mana yang disukai dan tidak. Perempuan suka bunga, perempuan suka makan malam romantis, perempuan suka blablabla. Tapi belum tentu, pasanganmu juga merasa hal yang sama.
Bisa saja, romantis menurut mereka adalah saat melihatmu melahap sepiring nasi goreng dengan nikmat, sembari bertukar cerita. Atau nonton film yang lucu, dan tertawa lepas berdua. Jika seseorang mencintaimu, mereka tak akan diam saja. Selalu ada cara mereka untuk mengungkapkannya, walau jauh dari definisi romantis seperti di novel-novel sastra.
Awalnya, akupun pernah memohon untuk dibawakan bunga. Dia diam saja, tidak mengiyakan atau menolaknya. Namun beberapa hari kemudian, ia datang dengan sebuket mawar putih sederhana, yang dibelinya dengan uang gajinya yang dulu masih tak seberapa.
Hanya lima tangkai, dibungkus kertas HVS berwarna putih. Tapi aku bahagia, kenapa? Karena aku tak perlu berharap-harap untuk dia memenuhi janji, karena aku tak perlu emosi jika ia tak sengaja mengingkari.
Ia membawakannya karena ia tahu aku ingin, dan ia bisa membelikannya. Sesederhana itu, sebenarnya. Sejak saat itu aku tahu, bahwa ia menghindari berjanji karena khawatir tak bisa menepati. Ia memilih berkata sejujurnya jika tak bisa, dan diam jika ia bisa namun belum waktunya.
My man never promising something, but he do everything. Walau tak selalu ada di sampingku, tapi aku bisa mengandalkannya di saat yang tak terduga. Ia menemaniku ke restoran fast food menjelang tengah malam saat aku kelaparan. Ia membantu membawakan barang-barangku saat aku pindahan kosan. Dilihat secara kasat mata, tak ada romantisnya sama sekali.
But he spend his time, with me. Ia rela menjemputku larut malam padahal bisa saja ia bilang tidak bisa dan pergi tidur. Ia bisa saja bilang sibuk bekerja daripada susah payah membantuku boyongan ini itu. But he’s not.
Definisini romantis di dalam benakku telah berubah drastis. Aku lebih menyukai laki-laki yang tak pernah berjanji, tapi berusaha melakukan yang terbaik. Untuk apa dibuai dengan harapan, jika pada akhirnya tidak menjadi kenyataan?
Perempuan yang baik tidak akan menyusahkan pasangannya. Laki-laki yang baik tidak akan mengecewakan belahan hatinya. Girls, jika pasanganmu selalu datang menjemputmu dengan senyum lebar dan wajah ceria, masih kurangkah tanda bahwa mereka bahagia karena memilikimu?
Mungkin mereka tak memberimu bunga atau kado istimewa. Tapi kesetiaan dan perhatian di saat-saat yang dibutuhkan tetap mengalir, maka harusnya itu sudah lebih dari biasa. Nikmatilah romantisme dengan caramu sendiri, tak perlu terpaku pada drama televisi.
Love will settle in the right place, right heart, and right time