Siapa tak mengenal Raden Ajeng Kartini? Perempuan peletak tonggak emansipasi hingga manisnya bisa kita rasakan sekarang. Namanya abadi dalam sejarah karena berani mengangkat derajat para perempuan pribumi, terutama dalam hal pendidikan. Nah, dengan melakukan hal yang sama, tidak memungkinkan untuk kita semua menjadi Kartini berikutnya, bukan?
Ada begitu banyak nama perempuan dengan berbagai profesi yang sudah berjuang, membuat gebrakan demi sejahteranya masyarakat Indonesia. Mereka semua pun patut kita sapa sebagai Kartini. Kali ini, ada satu nama, pahlawan tanpa tanda jasa yang rela meninggalkan segala kemewahan di kota serta pekerjaan menjanjikan demi anak-anak di pelosok Halmahera Selatan. Biasa dipanggil Alsha, inilah sosok Kartini muda yang menginspirasi itu.
Mengajar adalah kehidupannya
Adalah Alsha Kania, perempuan berusia 31 tahun, seorang sarjana hukum Universitas Syiah Kuala, Aceh. Alsha –panggilannya- adalah perempuan Aceh pertama yang terpilih untuk menjadi guru tanpa bayaran, alias relawan yang ditempatkan di berbagai pelosok negeri. Nasib mengantarkan Alsha ke Desa Indong, Pulau Mandioli, Halmahera Selatan. Jalan menuju pulau terpencil itu hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan nelayan, boat selama 1,5 jam (karena tak ada transportasi umum). Sendiri, menjadi guru tanpa bayaran, jauh dari kesenangan, Alsha tetap mengatakan jika mengajar adalah dunianya.
Setiap anak berhak menjadi orang yang pintar
Alsha tidak berasal dari keluarga kaya sama sekali, bungsu dari 4 bersaudara ini berhasil menempuh pendidikan karena bantuan dari orang lain sejak ia kecil. Makanya, Alsha merasa harus membalas semua budi tersebut dengan menghadiahkan pendidikan bagi mereka yang tinggal di tempat terisolasi. Ketegaran ibu, kebijaksanaan Alm. Ayahnya juga membuat Alsha menjadi sosok perempuan tangguh yang tak hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Kecintaan yang mendalam terhadap dunia anak kecil menjadikan ia lebih peka dan merasa bahwa setiap anak berhak pintar. “Maka saya adalah satu dari sekian banyak guru yang harus menunaikan kewajiban mendidik mereka,” begitu ujarnya.
Tinggalkan pekerjaan demi sekolah di pelosok Halmahera
Bagi Alsha dan guru muda lainnya, menjadi pengajar muda bukanlah pengorbanan. Ini adalah kesempatan sekaligus kehormatan besar untuk mengenal bangsa Indonesia secara langsung dan utuh. Sebelum menjadi guru di SDN terpencil Indong, ia adalah staf pada JOB Pertamina Medco E&P Tomori Sulawesi Selatan. Terpilih menjadi salah satu pengabdi negeri membuat ia mantap meninggalkan pekerjaan dengan gaji menjanjikan yang pastinya diimpikan setiap orang.
Terimakasih Ibu Alsha sudah menjadi guru untuk kami!
Sudah menjadi mitos di Halmahera Selatan jika pendidikan di perkotaan lebih maju ketimbang di wilayah pedesaan atau pelosok. Penyebabnya beragam, dari mulai akses, fasilitas, hingga kesadaran masyarakatnya sendiri. Kenyataannya tidaklah seperti itu, pendidikan yang tertinggal hanya karena tidak ada yang mau mematahkan hal tersebut dan mengubah pola pikir masyarakatnya. Alsha dan pengajar muda lain adalah sosok yang berhasil membuat anak Halmahera percaya, jika mereka bisa sama pintarnya dengan siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah mahal. Maka dari itu, mari kita ucapkan terima kasih kepada Ibu Alsha karena sudah menjadi Kartini untuk anak Halmahera.
Setelah membaca kisah tentang Ibu Alsha, apakah kalian memiliki seseorang yang mau berkorban demi memberi yang terbaik untuk kesejahteraan banyak orang? Jika iya, maka di hari ini mari ucapkan terimakasih untuk semua pengorbanannya untuk kalian. Share jika kisah ini menginspirasi, kalian juga bisa menjadi the next Kartini kok.