Pemberitaan yang ramai tentang pendapat Menteri Agama bahwa warung-warung tidak perlu tutup saat bulan puasa mendapat bermacam-macam tanggapan dari para netizen. Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju.
Diskusi menjadi ramai dengan berbagai macam pendapat yang ada. Tetapi jika mau adil, kita harus merujuk pada ayat Quran, hadits atau sejarah Islam tentang ‘penutupan warung saat puasa.’
Setelah diteliti, ternyata tidak ada satu pun ayat Quran atau Hadits yang melarang orang membuka warung saat bulan puasa. Bahkan tidak ada larangan orang untuk berhenti mencari nafkah saat bulan puasa.
1. Anjuran Rasulullah Tentang Toleransi
Bulan puasa adalah bulan yang penuh rahmat. Islam sebagai rahmatan lil alamin pun demikian, menjadi rahmat untuk seluruh alam semesta. Rasulullah SAW sebagai panutan umat Islam sudah mencontohkan hal yang sangat baik tentang toleransi. Dalam hadits Qudsi, nabi menyatakan bahwa “Puasa adalah urusan manusia dengan Tuhannya”.
Karena itu, orang mau berpuasa atau tidak, sepenuhnya merupakan hak serta tanggung jawabnya pribadinya sendiri dengan Tuhannya. Tidak ada seorang pun yang berhak mengatur. Bahkan negara sekalipun tidak berhak mengatur. “Tidak berpuasa” bukanlah perbuatan kriminal. Mengapa pula perangkat pendukung untuk “tidak berpuasa” harus dilarang?
2. Makna Ibadah Puasa Sesungguhnya
Puasa adalah latihan dan ujian. Latihan untuk mengatur dan menguasai diri. Ujian juga terhadap tingkat keimanan diri sendiri. Semakin tinggi tingkat ujiannya, semakin berpahala juga puasanya. Adanya warung makanan, dan godaan-godaan lain, akan membuat puasa kita semakin bermakna.
Sayangnya banyak juga orang yang tidak mengerti hal ini, lalu menganggap bahwa seluruh aktivitas yang berhubungan dengan makanan adalah di’haramkan’ di bulan puasa. Padahal umat Muslim tidak hidup sendirian. Ada umat lain yang butuh makan dan butuh mencari nafkah. Jika Islam adalah rahmatan lil alamin, maka Islam pun harus memberi ruang untuk hal ini.
Bagaimana pula dengan keringanan-keringanan yang diberikan Allah kepada muslim untuk “tidak berpuasa”. Bagi mereka yang haid, mereka yang sakit, mereka yang sedang dalam perjalanan. Bagaimana orang-orang ini bisa makan sedangkan tidak ada satu pun warung yang buka?
Berarti memaksa warung untuk tutup di bulan puasa, adalah sebuah pelanggaran berat atas keringanan yang diberikan Allah SWT. Alangkah beraninya kita melakukan itu?
Umat Islam bukanlah umat yang manja. Yang harus memohon untuk bisa dimengerti. Kita adalah umat yang lahir dari perjuangan panjang Rasulallah SAW beserta sahabatnya. Perjuangan ini hanya akan berakhir hingga kiamat tiba. Dan perjuangan terbesar muslim adalah ketika melawan hawa nafsunya. Rasa-rasanya hampir semua muslim pernah mendengar hadits ini. Lalu apa guna ‘berjuang’ tanpa ‘lawan’. Apa guna puasa tanpa godaan?
3. Ada Apa di Balik Kontroversi Warung Buka Saat Puasa?
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada segelintir ormas, dan bahkan DPRD yang melarang warung untuk buka di bulan puasa. Entah atas dasar apa. Secara Fiqh dan syariat tidak ada tuntunannya. Apakah ini adalah fanatisme sempit, ataukah memang ada unsur politis dibalik ini? Motif persaingan bisnis umpamanya?
Beberapa tahun yang lalu di Indonesia tidak ada kejadian seperti ini. Tidak ada ormas yang berani sweeping, dan tidak ada peraturan DPRD yang aneh-aneh. Masing-masing pribadi sudah mengerti hak dan kewajibannya masing-masing.
Dulu teman-teman kita yang beragama lain sedikit sembunyi-sembunyi saat makan karena menghormati muslim yang sedang berpuasa. Dan kita dengan penuh pengertian akan tersenyum dan berkata “Silakan.”
Ke mana persaudaraan kita yang dulu? Adakah sebuah pergerakan tersembunyi yang sengaja membuat perkara ini semakin meruncing? Apakah ada pihak tertentu yang ingin mengadu domba kita agar kita saling membenci?
Sejak dahulu toleransi adalah milik seluruh umat beragama yang paling berharga. Sedikit demi sedikit kita mulai kehilangan hal ini. Entah karena kebodohan, ketidaktahuan, atau bahkan karena hasutan. Kini banyak orang berkoar-koar meneriaki umat Islam yang tidak toleran, padahal yang tidak toleran hanya segelintir ormas yang tidak mewakili umat Islam.
Saat Nyepi di Bali, kita semua sangat menghormati dan tidak ada orang yang cukup ‘gila’ untuk buka warung. Tetapi tidak ada satu pun teriakan yang mengatakan bahwa umat Hindu di Bali tidak menghormati umat lain.
Toleransi adalah kuncinya. Tetapi mempelajari ajaran agama sendiri justru jauh lebih penting sehingga kita tidak terjebak dalam polemik yang hanya akan merugikan seluruh pihak.
Wallahu a’lam.