India, sejauh ini adalah negara yang masih memegang rekor di mana penduduknya masih hobi buang tinja sembarangan alias open defecation atau berak sembarangan. Namun, bukan berarti negara kita Indonesia sendiri sudah sangat baik dalam hal ini. Menurut laporan dari UNICEF yang dilansir dari laman Vice.com, per tahun 2017, masih ada persen rumah tangga di Indonesia yang anggota keluarganya masih berak sembarangan.
Tempat buang air ini biasanya di hutan atau sungai, karena mereka tidak memiliki toilet di rumah masing-masing. Nah, yang akan Boombastis.com bahas di sini adalah kebiasaan BAB sembarangan yang biasa terjadi di daerah-daerah Sumatera Selatan.
Namanya Bong, bentuknya seperti bilik kayu
Kebanyakan mereka yang memakai Bong adalah masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Musi. Bong sendiri adalah kotak kayu yang dibuat menyerupai rumah kecil yang hanya muat untuk jongkok satu orang. Bong ini kadang dibuat dengan atap, ada pula yang tidak memakai atap. Nah, di sinilah orang-orang buang hajat. Bong ini biasanya diletakkan di bagian paling ujung batang (rakit terapung) yang digunakan sebagai tempat mandi. Ya, tujuannya jelas, agar kotoran tidak mengalir dan hanyut ke arah orang-orang yang sedang asik mandi, mencuci, dan gosok gigi. Jangan dibayangkan, penulis tau kalian akan jijik, iya kan?
Bong berdiri di atas gelondongan kayu yang disebut batang
Nah, seperti yang sudah dijelaskan di atas, Bong ini berdiri di atas gelondongan kayu. Kayu-kayu ini diikat dan dibuat terapung sebagai tempat mandi orang-orang yang hidup di sekitar sungai tersebut (dan tentunya mereka tidak punya toilet atau kamar mandi di rumah). Batang (tempat mandi) ini disandarkan di pinggir Sungai Musi, dibuatkan satu cagak (pasak) dengan tali yang terhubung ke batang tersebut agar tak hanyut. Batang ini mengikuti musim, bila air Sungai Musi naik, maka ikut naik pula batang-batang ini. Begitu pula sebaliknya.
Budaya antre yang sama seperti di toilet umum
Bong ini sebenarnya juga merupakan toilet umum, hanya saja lokasinya yang terapung di atas sungai. Karena berada di batang –yang maksimal bisa dipakai mandi 3-4 keluarga—maka siapa yang menggunakan Bong juga harus sabar dan antre. Jika memang sudah sangat kebelet poop, mereka biasanya meminjam Bong di Batang tetangga yang kosong dan sedang tidak dipakai. Mengapa urusan seperti ini masih berlangsung hingga kini, sedangkan buang air adalah urusan privasi? Nah, jawabannya, karena mayoritas orang yang hidup di kampung (dusun) masih berasal dari satu kakek-nenek, sehingga mereka semua bersaudara.
Bong masih eksis karena belum ada PDAM
Nah, jika ada yang bertanya mengapa banyak daerah yang masih memakai Bong? Karena sebagian di daerah Sumsel listrik dan air masih belum merata. Oleh karenanya, sungai menjadi tempat utama kegiatan MCK. Untuk listrik, ada yang masih memakai genset, yang hidup jam 6 sore dan mati jam 6 pagi esok hari. Hal seperti ini merupakan hal yang biasa terjadi. Padahal, listrik dan air ada dua elemen yang sangat penting untuk masyarakat, kan?
BACA JUGA: Langka! di 4 Negara Ini Toilet Adalah Hal Asing yang Susah Ditemukan
Nah, urusan buang hajat sembarangan ini sebenarnya menjadi masalah bersama, pemerintah dan juga penduduknya. Namun, sejauh ini, Indonesia dikatakan sebagai negara yang cukup aware terhadap masalah BAB sembarangan, terbukti dengan laporan UNICEF, dalam 17 tahun terakhir, 23 persen populasi manusia di Indonesia sudah punya toilet dan tak lagi buang air di sembarang tempat.