Kepercayaan anak biasanya menurun dari orangtua, terlebih jika usia si anak masih tergolong dini. Tapi, apa yang terjadi Yogi Setiady—warga Kecamatan Delta Pawan Ketapang ini sungguh berbeda. Di saat ia masih duduk di kelas 1 SD, Yogi justru memutuskan sesuatu yang besar dalam hidupnya, yaitu menjadi seorang mualaf.
Keputusan yang tak biasa tersebut tentu menuai banyak perhatian banyak pihak. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya alasan si bocah jadi mualaf. Tapi setelah ditelisik, banyak pula hal yang bikin netizen merinding. Selengkapnya tentang perjalanan Yogi menjadi mualaf, berikut ini adalah ulasannya.
Punya kebiasaan berbeda sejak masih kecil
Terlahir menjadi seorang non-muslim, keluarga Yogi sebenarnya juga mendidik anak laki-lakinya sebagaimana mestinya. Ibu Yogi juga rutin mengajak bocah itu ke tempat peribadahan agama yang ia percaya. Namun entah, sejak kecil Yogi dan baru bisa berbicara, ia memang memiliki kebiasaan yang berbeda. Seperti ketertarikan bocah tersebut pada masjid.
Ketika melihat masjid, Yogi langsung terlihat senang dan berseru ‘Alaaba’ (maksudnya Allahu Akbar). Bukan hanya rasa ketertarikan pada masjid, Yogi juga kerap menolak jika diajak ke tempat peribadahan orangtuanya. Bahkan, menurut ibu Yogi—Eriyanti, anak laki-lakinya itu selalu menangis minta pulang jika diajak beribadah.
Menjauhi anjing dan babi
Eriyanti kembali berkisah bahwa sedari dulu, Yogi selalu membatasi dirinya dengan anjing. Seperti umumnya seorang muslim, Yogi juga tak mau bersentuhan dengan binatang bertaring tersebut. Tanda-tanda keislaman itu bukan hanya datang dari kebiasaan Yogi menghindari anjing, tapi juga makanan seperti babi.
Keluarga Yogi yang lain sudah terbiasa makan babi, namun tidak dengan bocah tersebut. Yogi selalu menolak makan babi. Yogi malah lebih senang jika datang ke tempat muslim yang tengah menyelenggarakan pengajian atau acara selamatan. Bocah itu juga kerap mengajak ibunya ikutan ikut acara ‘Amin-amin’ (sebutan Yogi pada kegiatan selamatan).
Rajin mengaji dan shalat
Bukan hanya sebatas ketertarikan, ternyata Yogi juga serius memperdalam islam. Awal masuk sekolah, ia meminta izin pada teman-temannya untuk ikut shalat. Setelah mendapat izin, ia pun mulai terbiasa mendirikan shalat sesuai waktunya. Tiap harinya, Yogi shalat di surau dekat rumahnya, dan ketika sore datang, Yogi selalu ikut pendidikan agama islam. Ketika di sekolah juga sama, Yogi tidak mau ikut pelajaran agama orangtuanya dan memilih ikut pelajaran agama islam.
Menurut Eriyanyi, tiap hari Jumat anaknya memang menghilang, ternyata bocah tersebut melaksanakan shalat jumat dengan meminjam baju koko temannya. Awalnya, Eriyanti memang tak merestui keputusan bocah kecil tersebut. Namun, setelah melihat kesungguhan Yogi, akhirnya Eriyanti pun luluh, ia mengikhlaskan putranya memilih keyakinan yang mantap dipilihnya sejak kecil.
Alasan Yogi masuk Islam
Meski berasal dari keluarga non-muslim, terbukti jika Yogi memang serius memperdalam ilmu agama Islam. Ketika di rumah, Eriyanti selalu melihat putranya shalat dengan menggunakan handuk yang difungsikan sebagai sajadah. Melihat kesungguhan itu, Eriyanti makin tersentuh. Dan baru-baru ini, ketika diminta untuk membaca beberapa ayat Al-Quran dan melantunkan doa Islam di depan awak media, Yogi bisa melakukannya dengan lancar dan tanpa membaca teks.
Sementara itu, saat ditanya alasan masuk Islam, Yogi mengaku keputusannya adalah keinginan diri sendiri. Dengan polosnya, Yogi mengatakan jika ingin masuk surga. Sedangkan untuk cita-cita di masa depan, Yogi mengaku ingin sekali jadi seorang ustadz dan mengajar anak-anak kecil membaca Al-Quran dan juga mempelajari agama yang selama ini ia percaya.
Sudah resmi memeluk agama Islam
Sudah fasih melafalkan doa shalat, Yogi juga kerap ditunjuk teman-temannya sebagai imam saat shalat berjamaah. Belakangan ini, Yogi memaksa untuk disunat. Memang keputusan memilih agama Islam tidak bisa diganggu gugat. Ia juga meminta agar keputusannya disahkan. Hingga akhirnya, pada hari Kamis 5 Oktober 2017 lalu, Yogi meresmikan diri masuk Islam.
Dengan diantar oleh ibunya yang seorang non-muslim, bocah delapan tahun tersebut mendatangi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Delta Pawan. Setelah Yogi masuk Islam, Eriyanti berharap agar anak laki-lakinya jadi anak yang baik dan sebenar-benarnya mendalami agama Islam.
Sejak berita tersebut tersebar, banyak yang memperbincangkan keputusan anak berusia delapan tahun tersebut. Tak sedikit pula yang salut dengan keikhlasan sang ibu yang mengantarkan anaknya mengesahkan agama yang dipilihnya. Kepercayaan memang urusan pribadi, dan tak bisa dipaksakan meski datang dari orangtua sendiri.