Mungkin timeline Facebookmu lagi heboh dengan adanya postingan Facebook yang menampilkan seorang ibu berjilbab panjang tapi menggunakan kalung salib. Netizen Indonesia memang reaktif banget dengan isu semacam ini.
Antara kita merupakan negara ‘bhinneka tunggal ika’, tapi juga mayoritas penduduknya adalah muslim. Wajar sih, tapi coba ditelaah lagi.
Ibu-ibu berjilbab ini pakai kalung salib di luar jilbab lebar dan besar yang kalau bagi muslimah disebut jilbab syar’i.
Ya buat yang muslim memang ini kelihatan sebagai jilbab syar’i. Tapi perempuan itu juga menegaskan kalau dia beragama Kristen waktu ditanyai apa agamanya.
Sontak deh netizen mengutarakan amarahnya di social media.
Waduuh, jangan keburu marah-marah dulu, Buk. Mungkin perlu dilengkapi dulu informasinya. Kok bisa agamanya Kristen tapi pakai jilbab syar’i ala Mamah Dedeh atau Oki Setiana Dewi yang bikin adem itu? Bisa kok.
Jilbab syari’i bukan hanya milik muslimah
Mungkin masih terlihat aneh kalau kita menemukan wanita berjilbab seperti foto wanita di aviari itu, tapi sebenarnya wanita berpenampilan seperti ini nggak sedikit kok di kalangan Kristen Ortodoks. Di beberapa negara seperti Mesir dan Ethiopia misalnya.
Sesungguhnya perintah menutup aurat dengan menggunakan kerudung atau yang muslim dan muslimah sebut dengan berjilbab, itu bukan hanya ada di agama Islam. Perintah dan aturan seperti ini sudah dijelaskan juga dalam Alkitab atau Bible.
Jadi, sebenarnya itu bukan bentuk pelecehan. Tapi sama seperti dalam agama Islam yang menganjurkan perempuannya berjilbab dan menutup aurat sesuai dengan Al Qur’an dan perintah Allah SWT, kerudung dan jilbab ini juga menjadi salah satu bentuk ketaatan umat Kristiani pada Tuhan.
“…Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat. Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah. Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang, tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung…” (Korintus 11: 5-15)
Fenomena ini memang masih sensitif, apalagi kalau dibawa ke media sosial. Tapi seperti yang disebut netizen Iva Wulandari dalam tulisan di akun Facebooknya yang menjelaskan tentang foto tersebut, “Meski dapat dipahami pada sebagian dari kita, melihat fenomena ini ada semacam kekhawatiran bila saja ini adalah bagian dari pengaburan ajaran Islam, atau lebih khususnya strategi misionaris. Sah sah saja. Tapi mestinya kita lebih arif menyikapinya.”
Serta postingan dari Fesbuker Wahono Wihan Wijaya, “Ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa, jika menjumpai kejadian yang aneh jangan langsung menjudge negatif, namun cek dulu benar dan salahnya. Karena semua itu ada ilmunya.”
Memang cuma di Indonesia, yang nggak tertutup kena marah, eh yang ketutup juga kena marah. Yah daripada emosi dan salah paham, dilengkapi dulu ilmunya. Sambil kita juga bertoleransi di Indonesia yang berbeda-beda namun tetap satu jua ini. Salam damai.