in

Mahapralaya, Malapetaka Hebat yang Membuat Pulau Jawa Porak Poranda Ribuan Tahun Lalu

Seperti yang sering dibahas di banyak buku dan fakta berdasarkan sains, Indonesia adalah salah satu negara yang terletak di Kawasan Ring of Fire. Letak Indonesia ini membuat ia menjadi daerah yang sangat rawan terkena bencana alam, entah itu gempa, tsunami, hingga gunung meletus.

Seperti yang kita rasakan selama beberapa waktu belakangan ini, musibah besar silih berganti saja datang, mulai dari tsunami Palu Donggala, tsunami Banten, Letusan Gunung Anak Krakatau, serta pemberitaan dari BMKG mengenai beberapa wilayah yang diguncang bencana lain.

Ilustrasi bencana dahsyat [Sumber gambar]
Dari banyak dokumentasi tentang bencana yang pernah menimpa Indonesia, salah satunya adalah Mahapralaya (malapetaka hebat) yang pernah mengguncang Pulau Jawa. Bencana maha dahsyat ini dipercaya terjadi pada tahun 1006. Meskipun ada banyak sekali teori yang mengatakan kejadiannya masih menjadi teka-teki dan misteri yang terus diteliti oleh sejarahwan, apakah memang terjadi atau hanya karangan saja?

Konon, melansir laman Twitter @kisahtanahjawa mengatakan, bahwa masa itu terjadi bencana alam hebat yang membuat Jawa Tengah porak poranda, peristiwa yang terjadi ketika itu adalah gempa bumi disusul dengan tsunami dahsyat, serta letusan gunung merapi yang membuat Pulau Jawa porak poranda dalam satu kali libasan saja. Sedangkan teori lain mengatakan bahwa adanya peperangan besar sehingga kejayaan Mataram Jawa Tengah Kuno runtuh.

Ilustrasi letusan berapi dahsyat [Sumber gambar]
Mengenai buktinya, ada beberapa yang bisa dijadikan sebagai rujukan. Pertama, adanya prasasti “Calcuta Stone” di mana disebutkan bahwa pada saat itu seluruh Jawa seperti lautan yang terguncang dan memutih bagaikan susu. Sebagian ahli geologi serta gunung api, kalimat itu diartikan sebagai endapan abu vulkanik yang tersebar luas akibat letusan Gunung Merapi.

Ada pula yang berpendapat bahwa maksud dari kata memutih yang tertulis dalam prasasti itu adalah serpihan hancurnya pulau Jawa karena goncangan megathrust yang sangat besar, sehingga apapun tinggal cerita saja. Bukti yang kedua adalah kondisi candi Borobudur yang pernah dikabarkan hilang selama satu abad lebih. Ketika ditemukan, kondisinya sudah luluh lantak, banyak stupa yang hancur, serta ditutupi oleh debu yang sangat tebal. Tak jauh beda dari Borobudur, Prambanan ketika itu (tahun 1733) juga runtuh tak beraturan dan hampir rata dengan tanah.

Kerusakan yang pernah dialami Borobudur [Sumber gambar]
Pertanyaan besarnya adalah, jika itu memang gempa, hal yang terjadi pernah terjadi lagi pada tahun 2006, di mana Yogyakarta juga diguncang gempa berkekuatan 5,9 SR. banyak bangunan yang runtuh, termasuk Candi Prambanan. Namun, hal itu tidaklah sekuat dampak sebagaimana yang disebut dengan Mahapralaya.

Dari kejadian itulah, ada yang menyimpulkan bahwa runtuhnya Jawa di masa lalu karena masyarakatnya sudah tak lagi mengindahkan Kaweruh Budi. Kaweruh Budi ini sendiri merupakan ajaran untuk mengutamakan budi pekerti luhur. Sehingga kondisi Pulau Jawa yang saat itu kehilangan arah, kerusakan moral terjadi dimana – mana membuat bumi menggeliat dan disambut bencana seperti  gempa, banjir bandang, tsunami, serta gunung meletus dengan banyak korban jiwa berjatuhan.

BACA JUGA: Jawa Terbelah Dua, Ramalan Jayabaya Paling Misterius dan Menakutkan

Lalu bagaimana dengan kondisi masyarakat kita sekarang, di mana kerusakan moral, perpecahan, saling menghujat dan caci maki tak hanya berlaku di Jawa, tetapi hampir di seluruh penjuru Indonesia? Mungkin, bagi para sains yang bergelut dengan ilmu pengetahuan, musibah yang menimpa Indonesia adalah karena letaknya di arena Cincin Api. Tetapi, sebagai makhluk yang percaya akan Tuhan, hal tersebut mungkin bisa jadi karena manusia banyak lalainya dan sudah tak peduli dengan sesama, Sahabat. Tidak mau bukan jika Mahapralaya (malapetaka hebat) seperti yang pernah ada dalam cerita kembali terjadi lagi kepada kita di masa sekarang?

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

Bukan Cuma Menunggu Hitungan Mundur, Inilah Hal-hal Kocak yang Terjadi Saat Lampu Merah

Menilik Masjid Gaul di Indonesia Ala Ustadz Hanan Attaki, Ada Apa Sebenarnya?