Semua orang tau kalau tanah Papua sangat kaya akan budaya dan tradisi yang turun menurun diterapkan oleh nenek moyang mereka. Salah satu tradisi dari Papua adalah senjata berupa belati yang dibuat dari tulang. Belati ini memiliki fungsi sebagai alat berburu yang bisa melukai dan membuat buruan lumpuh.
Alat ini masih digunakan sampai abad ke 20. Anehnya, tulang yang dipakai adalah tulang asli manusia. Sempat menjadi pertanyaan dari banyak ilmuwan dan antropolog, mengapa harus tulang manusia, mengapa tidak tulang makhluk hidup lain saja? Nah, untuk mengetahuinya berikut penjelasan yang akan diulas dalam Boombastis kali ini.
Tulang yang digunakan untuk membuat belati
Pada dasarnya, belati ini bisa saja dibuat dari tulang burung besar yang memiliki tulang kuat seperti Kasuari, Emu, atau Moas asal Selandia Baru. Namun, dalam hal ini tulang manusia lebih diidolakan. Mereka biasanya mendapatkan warisan dari orangtua, ketika seorang keluarga meninggal, mereka akan mengambil tulang pahanya untuk dijadikan senjata sebelum membusuk. Selain itu, tulang manusia bisa didapatkan melalui paha manusia yang diambil dari korban perang. Setelahnya, tulang tersebut akan diukir sedemikian rupa agar terlihat cantik.
Melambangkan prestise dan status sosial
Alasan kedua, tulang manusia yang digunakan bisa melambangkan status sosial serta meningkatkan harga diri seorang lelaki. Tulang manusia sama sekali tidak mengandung kekuatan spiritual lebih seperti yang mungkin kamu pikirkan Saboom (Sahabat Boombastis). Menurut sebuah jurnal berjudul Royal Society Open Science, para lelaki Papua tidak terlalu mempermasalahkan fungsi dari belati itu sendiri. Namun, dengan menggunakan tulang manusia, mereka lebih merasa terhormat dibanding orang lain.
Tulang manusia lebih kuat akan tekanan
Faktor lain adalah kekuatan dari segi tekanan secara fisik. Seorang antropolog bernama Nathaniel Dominy bersama timnya dari Dartmouth College membandingkan beberapa tulang hewan dengan belati khas Papua ini. Hasilnya, setelah semua dibengkokkan, belati yang terbuat dari tulang binatang lebih mudah patah. Sebaliknya, belati tulang manusia lebih kuat terhadap tekanan yang diterimanya. Hal tersebut jugalah yang membuat ia menjadi primadona dan bisa bertahan lebih lama.
Masih berkaitan dengan kanibalisme ketika itu
Jika mau flashback ke abad 20 (tahun 1900an), maka alasan belati ini banyak ditemukan masih berkaitan dengan kanibalisme kuno yang terjadi ketika itu. Sebagaimana digambarkan dalam jurnal Royal Society Open Science, belati Papua adalah senjata yang kejam, mengerikan, sekaligus indah. Senjata tajam tersebut digunakan untuk melumpuhkan musuh yang kemudian dijadikan santapan dalam ‘pesta kanibal’. Mereka yang kalah dalam perang akan ditusuk di bagian leher, pinggul, serta titik vital lain agar tidak bisa melakukan pergerakan dan menyelamatkan diri.
Terjawab sudah bukan hal yang menjadi rahasia mengapa belati tulang manusia menjadi primadona para lelaki Papua. Tapi sekarang, kanibalisme hanya cerita masa lalu. Namun, berdasarkan data dari seorang Jurnalis Vice.com, kanibalisme masih berlaku hingga sekarang, walaupun memang tidak separah dulu.