Letak geografisnya mungkin boleh di ujung timur pulau Jawa, namun bukan berarti Banyuwangi bakal tertinggal dalam segala hal. Pelan tapi pasti, daerah ini semakin berkembang. Kalau kamu pernah ke sana beberapa waktu silam kemudian kembali lagi, pasti bakal banyak banget yang berubah. Makin tertata dan semakin siap dihujani para wisatawan.
Pengembangan beragam potensi daerah adalah hal yang paling banyak digenjot di Banyuwangi belakangan, termasuk yang paling baru adalah terminal baru Bandara Blimbingsari yang semakin kece dan hijau. Ya, hijau karena bandara ini menerapkan konsep ramah lingkungan, dan faktanya, Blimbingsari adalah bandara dengan terminal hijau pertama di Indonesia. Sebuah prestasi yang nggak bisa dimiliki sembarang bandara.
“Ini sudah siap beroperasi. Tinggal menunggu bongkar terminal yang lama. Pertengahan tahun ini diresmikan, teman-teman boleh datang semuanya. Terminal baru ini akan menjadi ikon wisata sekaligus memberi ruang yang cukup bagi penumpang, mengingat terminal lama sudah tidak mencukupi seiring lonjakan penumpang yang mencapai lebih dari 1.300 persen dalam lima tahun terakhir,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Hijau mungkin jadi tema utama bandara satu ini, tapi selain itu nggak lupa pula konsepnya diadu dengan berbagai macam unsur. Termasuk memasukkan kearifan lokal khas Banyuwangi di dalamnya. Di samping itu, semua ini dikemas dengan tak menggerogoti APBD lantaran penggunaan kayu-kayu bekas tapi berkualitas.
“Saya pikir, dari Chicago, Jakarta, sampai Bali, bandaranya penuh kaca. Mau bersaing dengan bandara-bandara itu, jelas Banyuwangi akan kalah. Makanya kita bikin yang sederhana tapi pesannya kuat dengan arsitektur yang unik dan hijau,” beber bupati muda ini.
Anas mengatakan, Banyuwangi mengusung pembangunan ruang publik dengan pendekatan arsitektur yang tidak asal-asan. Selama ini, karya arsitektur yang menerabas pakem relatif sulit diterapkan di bangunan yang didanai pemerintah. Kesulitan itu muncul karena paradigma arsitektur dan kendala administrasi. ”Tapi di Banyuwangi, karya ikonik anti-mainstream justru kami beri ruang. Selain di bandara, beberapa ruang publik dibangun dengan arsitektur yang mendalam, mulai taman, kampus, pendopo, pasar, sampai destinasi wisata,” ujar Anas.
Untuk membangun sesuatu yang beda, jelas butuh orang-orang dengan kemampuan terbaik. Oleh karenanya, bandara ini pun kena campur tangan para orang hebat di dunia arsitektur seperti Andra Matin, Budi Pradono, Adi Purnomo, Yori Antar, hingga Ahmad Djuhara. Orang-orang ini juga menggarap konstruksi-konstruksi ikonik Banyuwangi lainnya.
Kembali soal konsep arsitektur bandara, sang bupati muda ini mengatakan jika itu memiliki beberapa tujuan. Pertama, menjadi ikon baru yang mendukung pengembangan pariwisata. ”Bangunan baru dengan arsitektur yang khas bisa menjadi landmark yang menarik perhatian wisatawan. Kan kalian pasti cari tempat yang Instagramable waktu berwisata, nah terminal hijau ini Instagramable banget,” kata Anas
Kedua, sebagai bagian dari transfer pengetahuan dari arsitek nasional kepada arsitek lokal. Secara bertahap, diharapkan semua bangunan di Banyuwangi yang digarap arsitek lokal, seperti ruko, rumah makan, dan sebagainya, juga memiliki konsep arsitektur yang jelas. ”Masyarakat bisa meniru karena konsep arsitektur yang diusung memang sederhana, namun tetap ikonik. Sebagian ornamen terminal ini pakai kayu bekas lho. Yang bagus tidak harus mahal,” tegas bupati berusia 43 tahun itu.
Ketiga, secara fungsional dan daya guna, bangunan yang ada bisa terjaga keberlanjutannya dengan prinsip efisiensi. Terminal bandara ini mengedepankan penggunaan energi sehemat mungkin dengan pendekatan konsep rumah tropis yang mengutamakan penghawaan udara alami. ”Terminal bandara ini akan efisien dalam pengelolaan dan pemeliharaan, karena tidak banyak menyedot energi, hampir tidak pakai pendingin ruangan. Plat beton atap juga akan lebih awet karena terlindung dari panas secara langsung dengan adanya tanaman,” lanjut Anas.
Konsep hijau di Blimbingsari juga didukung oleh adanya kolam-kolam ikan di sana. Cukup unik dan nggak banyak dijumpai yang seperti ini. Tujuannya sendiri selain untuk estetika dan bikin seger mata, ternyata bermanfaat untuk mengoreksi tekanan udara dan bikin suhu ruang tetap sejuk. ”Jadi tidak usah khawatir kepanasan di sini. Kalian juga bakal kaget, ini bandara atau kolam ikan sih,” ungkap Pak Anas yang berhasil membawa Banyuwangi menjadi juara dunia inovasi kebijakan pariwisata dari Badan Pariwisata Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO).
Yang lebih sip lagi, di sekitar bandara kini telah dilarang berdirinya bangunan. Semuanya masih bentangan sawah nan hijau. Jadi begitu mendarat, nuansa perdesaan langsung terasa. “Saya sengaja mengatur tata ruang bandara ini biar tidak dipenuhi ruko-ruko atau gedung tinggi. Begitu mendarat, langsung terasa nuansa desanya, karena itu jualan pariwisata kami,” kata Anas yang dulunya pernah jadi ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).
Anas menambahkan, terminal hijau ini makin ikonik karena mengadopsi konsep atap rumah Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) yang juga menunjukkan ciri bangunan tropis. ”Kearifan lokal diadopsi untuk menumbuhkan cinta seni-budaya Banyuwangi. Budaya masyarakat yang selalu mengantar atau menjemput kerabatnya saat bepergian juga diadopsi dengan menyediakan anjungan luas. Jadi semuanya tidak akan terlantar di bandara, semuanya dimanusiakan,” ujarnya.
“Sehingga bangunan publik tidak cuma soal proyek, tapi juga bermanfaat bagi ekonomi masyarakat dan sosial-budayanya,” kata Anas yang punya hobi berenang.
Harus diakui kalau ide membuat bandara hijau dengan padu padan berbagai unsur ini sangat oke dan cerdas. Maka tak heran kalau kemudian bahkan seorang Budi Karya Samadi sang Menteri Perhubungan, ikut memuji dan mengapresiasi bandara ini. Menurut Pak Menteri, bandara semacam ini tak hanya bagus untuk aksesibilitas, tapi juga pendongkrak wisata. Setuju!
“Saya yang pernah jadi pengelola bandara, saya merasa ide ini sangat dahsyat. Detail-detail pengerjaannya sangat cantik, bikin pikiran fresh,” jelas Budi yang merupakan mantan dirut PT Angkasa Pura II, pengelola bandara terbesar dan tersibuk di Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta.
Pak Budi menambahkan jika Blimbingsari bisa banget jadi contoh bagi bandara lainnya di Indonesia. Tidak hanya menekankan pada fungsional, tapi juga memiliki daya pikat tersendiri. “Detail semacam ini harus diperhatikan agar Indonesia punya diferensiasi, terutama untuk pariwisata” ungkap beliau.
Secara pribadi Menteri Budi juga mengacungi jempol usaha yang dilakukan Bupati Anas dalam membangun bandara ini. Tak berpangku tangan saja menunggu dana, sang bupati berani mengambil inisiatif sendiri. “Contoh bagi semua daerah, jangan semua menunggu dana dari pusat. Banyuwangi ini menjadi bagaimana sebuah bandara di-drive oleh daerah,” ujar pak Menteri.
Nah, sekarang, Banyuwangi udah layak banget deh masuk list destinasi liburanmu mendatang. Jangan lupa cicipi bandara barunya yang pasti akan membuatnya terperanjat. Oya, Banyuwangi ini juga cocok banget bagi kalian mahasiswa arsitektur atau yang punya cita-cita jadi arsitek untuk cari inspirasi, karena banyaknya bangunan ikonik penuh konsep arsitektur yang oke punya.