Apa yang ada dalam bayangan Anda ketika mendengar kata ‘Medan’? Mungkin Anda teringat akan rasa pancake durian yang harum dan menggugah selera, atau mengingat sederetan penyanyi bersuara merdu. Medan, yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia ini, memang memiliki sejuta pesona eksotis.
Jika Anda bertandang ke Medan, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan. Selain adat istiadat setempat yang agak berbeda dengan daerah lain, Anda juga harus berhati-hati dalam bicara. Karena beberapa kata yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, memiliki arti berbeda jika diucapkan di Medan.
Jika Anda penggemar berat teh, maka Anda akan tahu jenis-jenis teh andalan seperti teh hijau, teh hitam dan teh putih. Daun dari ketiga jenis teh tersebut memang sedikit berbeda dari teh-teh yang kita kenal pada umumnya. Kalau Anda penggemar teh putih, maka Anda harus berhati-hati sebelum memesan minuman kesukaan Anda.
Jika Anda memesan teh putih di Medan, jangan kaget jika yang disajikan adalah air putih biasa, bukan teh putih yang kaya manfaat. Sebab, dalam ‘kamus Orang Medan’, teh putih adalah air putih. Jika Anda ingin memesan teh putih, lebih baik gunakan kata ‘white tea’, dan gunakan kata ‘teh putih’ untuk memesan air putih.
Jika Anda ingin membeli kebutuhan dapur dan lainnya dan meminta seseorang mengantarkan Anda ke pasar, kemungkinan besar orang tersebut akan kebingungan. Di Medan, pasar disebut dengan kata ‘pajak’. Anda tidak akan menemukan ‘pasar’ di kota ini. Semua ‘pasar’ telah diganti dengan kata ‘pajak’; Pajak Sambu, Pajak Ikan dan pajak-pajak lain.
Sementara ‘pasar’ memiliki arti yang kurang lebih artinya sama seperti ‘jalan raya’ di Medan. Jika seorang Ibu berkata pada anaknya, “jangan main di pasar!” maka yang dia maksud adalah “jangan main di jalan raya!”.
Suatu hari saya sedang berada di Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara dan sedang makan di sebuah restoran fast-food. Saya ingin melanjutkan perjalanan dengan kereta dari stasiun yang ada di Bandara menuju pusat Kota Medan. Saya bertanya kepada kasir, “Mbak, kalau mau naik kereta ke arah mana, ya?” Tapi kasir itu malah menatap saya dengan bingung.
Saya baru sadar, bahwa di Medan ‘kereta’ adalah sebutan untuk ‘sepeda motor’. Tentu saja si Mbak Kasir bingung, karena menurutnya saya sedang menanyakan arah naik motor, sementara saya tidak mengendarai motor. Saya merevisi pertanyaan saya, “Maksudnya, naik kereta api, Mbak.” Barulah wanita itu menunjukkan arah ke stasiun kereta. Jadi selalu gunakan kata ‘kereta api’ karena ‘kereta’ berarti motor dalam bahasa pergaulan di Medan.
“Iiih, lucu banget!” Jika kalimat tersebut diucapkan seseorang di Jakarta, maknanya ada dua; lucu dalam artian humor atau lucu dalam artian imut. Kedua makna tersebut tentu saja positif. Pada umumnya, kata ‘lucu’ memang identik dengan pujian.
Tapi di Medan, arti ‘lucu’ tidak sepositif yang kamu pikirkan. Jika Anda sedang melawak dan dibilang lucu, itu mungkin sebuah pujian. Tapi jika Anda memakai sesuatu dan dibilang lucu, kemungkinan besar Anda dianggap aneh. Karena orang Medan memang cenderung menggunakan kata ‘lucu’ untuk menyebut ‘aneh’. Jadi jika Anda mendengar, “wah, bajumu lucu!” kemungkinan besar artinya, “wah, bajumu aneh!”
Kosakata yang berhubungan dengan transportasi mungkin akan sedikit membingungkan Anda jika sedang berkunjung di Medan. Tadi, kita sudah membahas bahwa ‘kereta’ dan ‘kereta api’ adalah dua hal yang jauh berbeda jika diucapkan di Medan. Sekarang, kita beralih ke istilah kendaraan roda empat.
Penggunaan kata mobil, kurang populer di Medan. Untuk menyebut kendaraan roda empat, biasanya orang Medan menggunakan kata “motor”. Mungkin ini akan sedikit membingungkan untuk Anda. Kendaraan roda dua disebut ‘kereta’, sementara kendaraan roda empat disebut ‘motor’. Tapi tenang saja, kesalah-pahaman kecil seperti itu sangat wajar terjadi dan akan selesai dalam waktu singkat.
Indonesia memang kaya dengan adat istiadat dan kebiasaan. Oleh karena itu, jangan kaget dengan perbedaan-perbedaan di atas. Karena sesungguhnya setiap daerah memiliki ciri khas dan kebiasaan berbahasa masing-masing.
Meskipun kadang mengundang kesalah-pahaman, biasanya ‘culture shock’ seperti ini akan cepat terselesaikan. Tapi tidak ada salahnya kita mempelajari kebiasaan suatu daerah sebelum berkunjung. Saling menghargai bahasa dan kebiasaan masing-masing tentu akan membuat negara kita semakin kaya dalam perbedaan (HLH)
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…