Nama dari Alexander Noel Constantine mungkin tidak banyak diketahui orang Indonesia. Meski demikian, Alexander Noel Constantine cukup punya andil dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dia mau mengambil risiko yang ada untuk tetap menjalankan misinya dalam menjalankan pesawat yang kala itu Indonesia belum bisa membuatnya dan tidak semua orang bisa mengendalikannya.
Meski akhirnya Alexander Noel Constantine meninggal dunia di kawasan Yogyakarta, jasanya tetap besar dan tidak bisa dilupakan. Tidak mengherankan jika dia dianggap sebagai pahlawan perjuangan Indonesia meski hanya beberapa tahun saja di negeri ini. Berikut kisah tentang Alexander Noel Constantine yang sangat menginspirasi para penerbang di Indonesia.
Masa Kecil dan Perjalanan Hidup Alexander N. C.
Alexander Noel Constantine lahir pada tahun 13 Desember 1914 di Moama, New South Wales, Australia. Sejak kecil Alexander Noel Constantine sangat menyukai dunia militer. Kesukaan ini terus bertambah ketika dewasa dan membuatnya ikut masuk ke dalam RAF atau Royal Air Force yang merupakan satuan angkatan udara dari Australia.
Kehebatannya dalam mengendalikan pesawat membuat Alexander Noel Constantine selalu mendapatkan perang penting dalam penerbangan. Dia pernah mengendalikan pesawat tempur pemburu Douglas A-20 Havoc can Boulton Paul Defiant. Selain mengendalikan dua pesawat di atas, dia juga diketahui pernah mengendalikan Hawker Hurriance yang dipercaya sebagai pesawat pemburu terbaik kala itu.
Seorang Pemimpin Skadron yang Hebat
Seiring dengan berjalannya waktu kehebatan dari Alexander Noel Constantine diakui oleh atasannya. Dia jadi dipercaya memimpin pasukan dari Skadron 237 yang berkedudukan di Ceylon, Srilanka. Di sana dia bertugas lebih dari satu tahun mulai 1942 hingga 1943. Dalam misi ini, Alexander Noel Constantine ditugaskan untuk mempertahankan pelabuhan apa pun keadaannya.
Usai menjadi komandan di Skadorn 237, dia dipindahkan lagi untuk memimpin Skadron 136 di India. Pada penugasan ini prestasi dari Alexander Noel Constantine terus meningkat. Dia berhasil menembak jatuh pesawat-pesawat milik Jepang dengan mudah. Dia bahkan mendapatkan julukan sebagai Ace dan semakin dihormati oleh banyak sekali orang. Tidak berselang lama setelah menjadi pemimpin Skadron 136, dia dipromosikan menjadi Wing Commander sebelum akhirnya memutuskan pensiun di tahun 1946.
Menjadi Seorang Pilot Swasta
Setelah memutuskan untuk pensiun dari keanggotan RAF Australia, Alexander Noel Constantine lebih memilih menjadi penerbang sipil. Dia mengendalikan pesawat milik sebuah perusahaan penerbangan yang kerap mengantarkan tamu atau barang-barang dari satu daerah ke daerah lain. Alexander Noel Constantine menjalani keriernya ini setiap hari sebelum akhirnya pindah ke kawasan Indonesia.
Dia bekerja di sebuah perusahaan penerbang swasta yang bertugas mengantarkan barang-barang. Bersama istri tercintanya, dia hijrah ke Jawa selama beberapa tahun sebelum akhirnya dipercaya sebagai pilot andalan. Dia dipersilakan mengendalikan pesawat-pesawat hebat karena kala itu AURI belum memiliki banyak pilot hebat.
Ikut Terlibat Dalam Proyek Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 29 Juli 1949 AURI melakukan serangan ke kawasan militer Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Kejadian ini membuat Belanda mengamuk dan ingin balas dendam. Di saat yang bersamaan sebuah pesawat Dakota yang dikendalikan oleh Alexander Noel Constantine mulai terbang. Pesawat ini berisi obat-obatan, bahan makanan, dan lain sebagainya. Di dalam pesawat juga terdapat Adi Sucipto dan Adi Sumarmo.
Saat pesawat sampai di kawasan Yogyakarta, dua pesawat Kitty Hawk langsung meluncurkan peluru begitu saja. Akibatnya pesawat tertembak dan menjadi oleng. Awalnya Alexander Noel Constantine ingin melakukan pendaratan darurat, namun pesawat tidak bisa dikendalikan lagi sehingga menghantam tanah dan meledak. Dalam kejadian ini Alexander Noel Constantine ikut meninggal dengan istrinya.
BACA JUGA: Mengenal Alfonso de Albuquerque, Pria Portugis yang Membuat Indonesia Dijajah Bangsa Eropa
Yang menyebabkan Alexander Noel Constantine begitu dihormati adalah kemauannya menjadi pilot untuk misi kemanusiaan Indonesia. Dia tahu kalau hal ini memiliki risiko yang besar. Namun, dengan jiwa penerbangnya yang kuat dia mau saja melakukannya hingga akhir. Mungkin dia tidak membela Indonesia secara langsung, namun apa yang dilakukannya sudah cukup besar untuk negeri ini