Kemarin (9/12) secara serentak Indonesia melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2015. Banyak orang berbondong-bondong pergi ke TPS untuk memberikan suaranya. Namun, banyak juga yang memilih diam di rumah dan melakukan aktivitas lain yang dianggap lebih bermanfaat.
Pilkada berbeda dengan pemilu Presiden yang euforianya sangat tinggi. Di pilkada ini justru banyak pemilih yang menjadi golput. Bahkan ada daerah seperti Samarinda yang tingkat Golputnya mencapai lebih dari 50%. Miris kan? Padahal pemilu ini dilakukan untuk memilih pimpinan di daerahnya sendiri.
Anyway, ini lho alasan kenapa mereka lebih suka golput daripada datang ke TPS untuk menyumbangkan suaranya!
1. Terlalu Banyak Drama
Bukan rahasia lagi jika banyak sekali drama yang terjadi di pilkada. Mulai dari pasangan bakal calon yang masih banyak kekerabatan. Main wayang dengan membiayai calon lain biar nampak lebih realistis. Bahkan ada juga yang menyewa orang buat jadi lawan tapi jelas-jelas akan dikalahkan.
Di beberapa daerah justru calonnya hanya 1 pasangan. Pemilih disuruh memilih setuju atau tidak setuju. Bukankah harusnya pemilihan umum calonnya lebih dari satu? Jika sudah seperti ini bukankah sebaiknya tak usah dilakukan pemilihan umum?
Hal-hal yang penuh drama seperti ini kadang membuat orang jadi malas untuk nyumbang suara.
2. Calon Enggak Dikenal
Banyak calon pemilih yang dengan calon kepala daerahnya saja enggak kenal. Apalagi mereka yang kerja di luar kota. Begitu datang mereka akan kebingungan. Siapa yang mau dicoblos, siapa yang akan bisa membuat daerahnya jadi lebih baik?
Daripada bingung, akhirnya banyak yang memilih golput. Bahkan yang ekstrem sampai mengatakan begini: kalau nanti yang dipilih jadi koruptor dan sengsarakan rakyat kan juga bakalan kena cipratan dosa. Masyarakat sudah skeptis dengan calon pemimpinnya.
3. Sudah Ketahuan Belangnya
Kemajuan teknologi membuat banyak orang mengetahui informasi dengan cepat. Terutama masalah-masalah korupsi yang menggerogoti Indonesia. Akhirnya banyak orang yang melakukan blacklist partai tertentu yang memiliki indikasi bakat melakukan korupsi.
Sebelum memilih akhirnya mereka bertanya: mereka dari partai apa? Kalau semua pasangan dari partai yang korup (memang susah saat ini mencari partai yang bersih dan suci). Maka mereka akan mengurungkan niat untuk mencoblos. Toh pilih siapa saja juga akan membuat daerahnya tambah kacau. Kalau sampai korupsi mereka juga ikut dosa karena sudah memilih pemimpinnya.
4. Tidak Memengaruhi Kehidupan
Mencoblos atau tidak kalau saat ini pekerjaan cuma petani, maka beberapa tahun lagi juga akan sama. Mau mencoblos atau tidak, jika pekerjaan tetap memulung juga enggak menambah pundi uang untuk makan sehari-hari.
Jadi mereka memilih untuk tetap bekerja dan mendapatkan uang yang banyak. Mengorbankan sehari sama halnya tidak makan sehari. Lagi pula jika mereka terpilih jadi kepala daerah tidak lantas membuat hidup banyak orang berubah. Kalau nanti kebijakannya justru sangat buruk? Kalau ikut-ikutan korupsi?
5. Malas Pulang Hanya Untuk Mencoblos
Sudah tak terhitung lagi berapa banyak perantau Jawa di pulau-pulau lain seperti Kalimantan dan Sulawesi. Jika mereka pulang hanya untuk mencoblos satu orang yang belum tentu baik, mereka jadi rugi besar. Biaya pesawat yang mahal, belum lagi cuma 1 hari di akhir tahun lagi. Banyak tiket yang harganya jadi berlipat ganda.
Akhirnya banyak orang yang memilih tetap stay di daerahnya bekerja. Pulang sehari rugi banyak dan tak menghasilkan apa-apa. Dari pada pulang lebih baik uangnya untuk kebutuhan lainnya. Pikiran demikian memang tidak baik, namun banyak orang juga harus realistis dengan keadaannya sendiri.
Itulah lima alasan klasik yang membuat banyak orang memilih golput di pilkada 2015. Bagaimana dengan anda? Tahun ini, anda menggunakan hak pilih anda atau tidak?