2. Soekarno Berderai Air Mata Saat Akan Menghukum Mati Kartosuwiryo
Siapa pun yang berniat mengancam stabilitas negara dan melakukan pemberontakan, maka sudah seharusnya dihukum. Bahkan jika perlu dihukum mati. Begitulah yang dirasakan banyak orang kala itu ketika pemimpin DI/TII Kartosuwiryo ditangkap. Dan benar saja, tokoh satu ini benar-benar akan dihukum mati.
Tidak ada yang begitu aneh di sini, namun ketika tahu jika Soekarno yang jadi jalan bagi Kartosuwiryo untuk dihukum hal tersebut cukup mengusik. Bagaimana tidak Kartosuwiryo dan Soekarno sudah ibarat saudara. Keduanya sangat dekat ketika masih belajar bersama di rumah Tjokroaminoto. Di kediaman tokoh nasional tersebut, keduanya sering sekali bertukar pikiran dalam hal apa pun, termasuk berbagi suka dan duka.
Pengkhianat Kartosuwiryo yang mendirikan DI/TII, membuat Soekarno kecewa. Bahkan ketika ditangkap dan hendak dihukum mati, sang Proklamator itu bingung luar biasa. Masalahnya, ketika itu ia disodori sebuah surat yang isinya adalah menyetujui hukuman mati untuk sang sahabat karib. Berbulan-bulan Soekarno disuguhi kertas tersebut di meja kerjanya. Namun ia selalu menyingkirkannya cepat-cepat. Bahkan pernah suatu saat Soekarno melempar kertas tersebut sehingga berserakan di lantai.
Baca Juga : Kisah Cinta Soekarno dan Kesembilan Istrinya
Bimbang dengan situasi yang dihadapinya, kemudian Megawati membujuk sang ayah agar bisa membedakan urusan hati dan hal-hal kenegaraan. Kartosuwiryo memang sahabat baik, namun eksistensinya membahayakan negara. Setelah itu Soekarno kembali merenung dan akhirnya mantap untuk menandatanganinya.
Sambil berlinang air mata, Sang Putra Fajar berkata “Sorot matanya masih tetap. Sorot matanya masih sama. Sorot matanya masih menyinarkan sorot mata seorang pejuang.” Surat tersebut pun diberikannya kepada Mayjen S Parman sambil terisak dan jadi surat pertama dan terakhir eksekusi mati yang pernah dibuatnya. Kartosuwiryo pun akhirnya benar-benar dihukum mati dengan cara di tembak pada tanggal 5 September 1962.