Satu lagi karya anak bangsa yang membanggakan dan mendapat apresiasi penuh dari masyarakat Indonesia. Bukan soal penelitian, bukan juga ajang penghargaan, namun sebuah film yang berhasil meraup 3,4 juta penonton dalam 11 hari. Bahkan, tak seperti kebanyakan film Indonesia lainnya yang kalah pamor ketika bersandingan dengan film Hollywood. Film tersebut adalah adaptasi novel karya Pidi Baiq, Dilan 1990.
Sama seperti Ada Apa dengan Cinta pada tahun 2000, atau Catatan Si Boy pada tahun 1987, film ini sangat digandrungi oleh berbagai kalangan masyarakat. Namun, ada beberapa hal dalam adegan film Dilan 1990 yang harus diperhatikan agar tidak menjadi citra buruk bagi kids zaman now serta karya sastra itu sendiri. Ulasan berikut akan merangkum adegan mana saja yang harus kalian tahu dan garis bawahi.
1. Adegan Dilan terlambat saat upacara bendera serta baju seragam yang dikeluarkan
Beberapa menit pertama, Film besutan sutradara Fajar Bustomi yang berkolaborasi langsung dengan sang penulis novel, Pidi Baiq, masih tampak tenang, menggambarkan bagaimana kehidupan remaja SMA pada tahun 1990 silam. Namun, ketika adegan di mana Dilan dan kedua temannya terlambat masuk sekolah saat upacara bendera merupakan sebuah konflik yang mulai naik.
Kita semua pernah mengalami masa-masa SMA, dan dapat dipastikan ogah banget menjadi pusat perhatian ketika terlambat saat upacara bendera. Berbeda dengan persepsi kita, Dilan malah terlihat santai terhadap kesalahan yang diperbuatnya. Ia pun serta merta mengeluarkan baju seragamnya sehingga terlihat tidak rapi. Apa yang ingin Pidi Baiq sampaikan lewat karakter ini adalah, Dilan bukan hanya seorang siswa yang nakal dan sering buat onar, tetapi ada satu hal yang harus digaris bawahi dan akan diulasi dalam poin berikutnya.
2. Ketika Dilan menjadi ‘Panglima Tempur’ pada pertikaian pelajar di dalam geng motor
Bagi mereka yang telah menonton film Dilan 1990, pasti tahu bahwa Dilan merupakan salah seorang anggota geng motor di Bandung yang terkenal. Jabatannya pun tak main-main, Panglima Tempur, kata narator dalam film tersebut. Dilansir dari kompas.com, pada awal masa ‘90an, tawuran remaja memang dijadikan sebuah hobi oleh para pelajar Indonesia, terutama SMA 7 Jakarta dan STM Boedi Utomo.
Nah, Pidi Baiq mencoba menuangkan situasi tersebut ke dalam sebuah karakter yang diberi nama Dilan. Namun, hal ini bisa disalah artikan oleh anak-anak SMA zaman sekarang, di mana situasi sudah berubah, tak ada lagi sistem mematikan seperti ketika Orde Baru berkuasa, tapi para pelajar tetap ingin tawuran agar terlihat keren. Bisa saja kejadian meniru karakter Rangga atau Cinta, serta Si Boy jadul terjadi lagi, dengan dalih “ingin menjadi Dilan” mereka ikut geng motor dan sering membuat onar di sekolah, padahal bukan itu inti dari karakter yang diciptakan oleh Pidi Baiq ini.
3. Semua guru maklum dengan tingkah laku Dilan
Pada Film Dilan 1990, para guru di sekolah terlihat memaklumi apa yang Dilan lakukan, termasuk terlambat upacara bendera, mengenaka seragam dengan tidak rapi, menjadi anggota geng motor terkenal di Bandung, serta diijinkan untuk masuk kelas sembarangan. Hal tersebut terlihat seperti para guru takut dengan pembawaan Dilan yang memiliki idealisme tinggi dan tak segan-segan untuk menyerang siapapun.
Padahal, di novel karya Pidi Baiq, sang pengarang membuat pengecualian untuk karakter Dilan yang bad boy untuk dimaklumi semua orang. Dilan digambarkan menjadi seorang murid yang cerdas dan berprestasi di sekolah. Sayangnya, dalam film, sisi positif Dilan terlihat agak samar, sehingga karakter tersebut hanya ditonjolkan kejelekannya saja. Namun, lagi-lagi bukan berarti seorang siswa yang pintar dapat berbuat semaunya.
4. Ketika Dilan menyerang guru dengan dalih ‘diguguh dan ditiru’
Sebuah adegan yang pasti diingat oleh para penonton film Dilan 1990 adalah ketika Suripto, guru BP yang menarik kerah muridnya dan diserang balik oleh siswanya sendiri, yaitu Dilan. Ketika ditanya oleh Kepala Sekolah alasan Dilan melakukan hal tersebut, “ia menyatakan guru itu diguguh dan ditiru, jika guru berani menampar muridnya, kita pun tak boleh tinggal diam dan boleh melawan balik.”
https://www.youtube.com/watch?v=hHyuGr0WIjE
Rupanya adegan ini disalah artikan oleh sebagian besar murid-murid di Indonesia, karena akhir-akhir ini kasus tentang pendidikan di tanah air kembali mencuat. Kasus pertama terjadi di Sampang, bagaimana seorang murid melawan guru hingga akhirnya ia meninggal dunia. Kasus kedua yang sempat viral juga menyatakan seorang murid yang menantang Kepala Sekolahnya. Jika pada akhirnya sang murid akan menjadikan film Dilan 1990 menjadi alasan, tak bisa dianggap remeh juga.
5. Adegan pertikaian dengan mengenakan seragam SMA yang terlalu panjang durasinya
Seperti yang telah ditulis di poin sebelumnya, bahwa remaja ‘90an menganggap tawuran sebagai hiburan, sehingga pada masa itu, pertikaian antar sekolah sedang marak-maraknya. Pada film Dilan 1990 pun hal tersebut menjadi fokus Pidi Baiq untuk mengkritisi masa-masa kelam pendidikan Indonesia. Namun, agaknya hal tersebut dibuat dengan durasi yang cukup lama sehingga memberi kesan bahwa pertikaian pelajar merupakan hal yang wajar.
Hal yang perlu diperhatikan oleh anak SMA zaman now adalah situasi pendidikan di Indonesia sudah tak lagi sama dengan puluhan tahun silam, yang menyebabkan tawuran sudah tak lagi menjadi tren yang dijadikan parameter kegaulan para remaja. Jangan sampai lagi ada dalih “Dilan panutan remaja masa kini itu juga pernah tawuran,” ya memang, tapi pada masanya.
5 adegan dalam film Dilan 1990 yang disebutkan di atas memang merupakan hal remeh, namun bisa diserap dengan berbeda oleh anak-anak SMA zaman sekarang yang menjadikan karakter tersebut sebagai panutan. Poin utama yang ingin disampaikan Pidi Baiq lewat film ini adalah bagaimana kelamnya situasi pendidikan pada masa itu, bukanlah sesuatu untuk diulang kembali. Maka dari itu, para penonton film Dilan yang terhormat, kalian benar-benar harus bisa menjadi lebih bijak dalam menyikapi sebuah karakter dan kondisi lingkungan saat ini.