Semakin lama, semua harga barang makin naik, sedang penghasilan tetap-tetap saja. Sempat terpikir kenapa pemerintah tidak mencetak uang secara besar-besaran saja lalu dibagikan dan untuk bayar hutang negara? Kalau itu terjadi pastinya makmur Indonesia ini, semua penduduknya jadi kaya raya.
Sayang itu pemikiran yang salah. Hal serupa sebenarnya pernah terjadi di zaman Ir. Soekarno, alhasil para mahasiswa malah menuntut agar menghentikan percetakan uang. Jadilah peristiwa Tritura. Percetakan uang yang berlebih malah merugikan masyarakat, ilustrasi berikut akan membuktikan apa yang terjadi bila Indonesia mencetak uang terus dibagikan pada penduduk.
Harga Barang yang Semakin Mahal
Pada dasarnya dibutuhkan sebuah keseimbangan antara mata uang yang beredar dengan barang yang ada. Jika mata uang yang beredar di Indonesia diperbanyak, otomatis harga barang akan meningkat. Logikanya jika masing-masing rumah mendapatkan kekayaan Rp 10 juta, sedangkan misal untuk membeli sebuah motor baru dibutuhkan Rp 10 juta juga, maka penjual akan mengalami kerugian. Otomatis penjual akan menaikkan harga berkali-kali lipat agar dapat untung. Itu juga berlaku pada semua barang yang diperjualbelikan.
Biaya Pembuatan yang Menguras Keuangan Negara
Jangan dipikir kalau pembuatan uang hanyalah butuh selembar kertas dan mesin pencetak, uang sebenarnya dibuat dari bahan khusus. Pada dasarnya semua uang kertas mempunyai bahan dasar dari kapas, selain itu pencetakannya pun juga membutuhkan biaya yang tidak murah. Coba bayangkan uang seribu, dua ribu dan lima ribu berasal dari bahan yang sama, tapi kamu tahu bukan kalau semuanya punya nilai tukar yang berbeda. Pemerintah harus mengeluarkan kurang Rp 3,5 triliun untuk mencetak uang baru, bayangkan jika produksi uang ditambah maka kerugian besar bagi pemerintah Indonesia.
Harga Emas Melonjak Tinggi
Dalam pembuatan uang, sebenarnya dibutuhkan sebuah benda berharga bersifat riil sebagai jaminannya. Biasanya benda tersebut adalah emas. Logam Mulia ini dipilih karena tidak mungkin berkarat, tidak terpengaruh suhu dan tetap stabil dalam kondisi apapun. Setiap rupiah yang beredar, memilik jaminan emas yang disimpan pada Bank BI. Jadi tidak sembarangan dalam mencetak sebuah uang. Jika uang ditambah, pastinya harganya akan melambung sangat tinggi. Tidak menutup kemungkinan bila 1 gram emas 24 karat bisa seharga Rp 1 -12 jutaan tergantung pada jumlah mata uang yang beredar.
Nilai Tukar Asing yang Anjlok
Jika uang beredar banyak, pastinya nilai tukar dengan uang asing akan menurun. Besarnya inflasi pada suatu negeri dapat berakibat pada turunnya nilai mata uang. Misalnya dengan uang yang sama kita tahun kemarin dapat membeli barang A, namun tahun ini uang tersebut tidak cukup untuk membelinya. Alhasil bisa saja nilai tukar rupiah jatuh merosot. Di Zimbabwe saja dengan uang ratusan juta, kamu hanya bisa memberi beberapa roti, jangan sampai ini terjadi di Indonesia.
Hutang negara bukannya berkurang malah bertambah
Karena merosotnya nilai tukar uang Indonesia malah meningkatkan jumlah hutang. Jika misal awalnya Indonesia hanya berhutang $1 juta pada sebuah negara, jika dirupiahkan hanya sekitar Rp 13 triliun. Karena nilai uang Indonesia yang anjlok, maka mungkin bisa lebih dari ratuasan biliun hutang dari Indonesia. Jadi bukanya bisa membayar malah bertambah banyak hutang kita.
Mencetak uang ternyata bukan main-main, perlu banyak pertimbangan. Salah kebijakan sedikit saja malah rakyat juga yang kena masalahnya. Jadi mengenai anggapan mencetak uang secara masif agar bisa dibagikan pada rakyat itu salah. Malah justru mencetak uang dengan batasan adalah cara pemerintah menyelamatkan kita.