Tak cuma Indonesia, ada sebuah negara kecil di benua Amerika yang sampai saat ini masih memegang erat budaya Jawa. Ya, negara ini adalah Suriname. Seperti yang kita tahu, negara satu ini memang saudara asli Indonesia. Kita dan mereka terpisah karena nasib dan juga penjajahan. Soal budaya, hari ini orang-orang Suriname tetap setia dengan adat ke-Jawa-annya meskipun mereka di tanah Amerika.
Nah mirisnya, ketika Suriname masih begitu kuat dengan adat Jawanya, orang-orang asli di Indonesia malah tidak demikian. Ya, hari ini budaya Jawa agaknya semakin tenggelam di negeri kelahirannya sendiri. Dengan fakta ini, kita bisa bilang kalau orang Suriname lebih Njawani daripada masyarakat Indonesia sendiri. Masih belum percaya dengan ini? Coba simak beberapa ulasan berikut ini.
Di Suriname pernikahan adat Jawa masih jadi trend
Di negara yang ada di tengah benua Amerika ini, pernikahan dengan menggunakan adat Jawa merupakan sesuatu yang sangat berkelas dan diimpikan banyak orang. Berbeda sekali dengan di kita, beberapa memang masih ada yang menggunakan, tapi kebanyakan malah sudah memakai adat-adat barat.
Kondisi seperti ini jelas sangat miris, dari namanya saja kita sudah tahu dari mana budaya Jawa berasal. Tapi kenapa tidak banyak yang menggunakannya? Orang Suriname lebih bangga bila disebut sebagai orang Jawa ketimbang orang Jawanya sendiri.
Di sana penyanyi berbahasa Jawa masih banyak
Bukan cuma banyak, tapi juga masih muda. Padahal suku Jawa ada paling banyak di pulau Jawa, tapi kenapa penyanyi dengan lagu daerah hampir jarang ditemukan. Yang terkenal biasanya sih, Didi Kempot, Waljinah dan penyanyi-penyanyi legend lainnya. Lalu ke mana anak mudanya?
Kebanyakan mereka sudah terpengaruh oleh budaya asing dan tontonan-tontonan yang jauh dari nilai-nilai Kejawaan. Jadinya, yang berbahasa Jawa itu dianggap kuno. Wajarlah kalau di Suriname penyanyi Didi Kempot memiliki pamor yang lebih tinggi ketimbang di Jawanya sendiri. Lha anak mudanya saja sudah tidak mau menyukai budayanya.
Minta dibawakan guru bahasa Jawa
Saking sedikitnya guru bahasa Jawa di sana, Suriname meminta tolong pada gubernur Jawa Timur Soekarwo untuk mengirimkan guru ke sana. Itu merupakan wujud kepedulian Suriname terhadap budaya Jawa biar tidak luntur. Sedangkan di Indonesia sendiri, bahasa Jawa sudah diajarkan sejak kecil. Namun seperti yang kamu tahu, banyak yang tidak suka mata pelajaran ini.
Alhasil, bahasa Jawa di pulaunya sendiri seolah hanya menjadi sesuatu pelengkap oleh para murid. Wajar bila budaya Jawa mulai terkikis, bahkan penutur bahasa krama saja semakin sedikit.
Tradisi Jawa seperti Jaran Kepang masih banyak
Kalau di Suriname, tradisi seperti Jaran kepang, ludruk dan wayang masih ada dan dilestarikan sampai sekarang. Bahkan saking inginnya warga Suriname melihat kesenian-kesinian tersebut, sampai-sampai mendatangkannya dari Indonesia. Seperti beberapa kesempatan lalu ketika pemain jaran kepang dihadirkan untuk menunjukkan aksinya di sana.
Kalau di Suriname sangat diminati, di Indonesia justru sebaliknya. Acara-acara budaya hanya ada saat event-event saja. Itu pun banyak orang yang tak begitu antusias, apalagi muda-mudinya. Sungguh ironis memang, di luar sampai mendatangkan dari Indonesia, sedangkan di sini malah tidak dilestarikan dengan baik.
Nah, setelah membaca ulasan ini sepertinya tak ada sanggahan ya soal orang Suriname yang lebih Njawani. Buktinya sudah terpampang jelas kalau orang-orang sana jauh lebih menghargai dan mengapresiasi budaya Jawa. Padahal harusnya yang begitu adalah kita yang notabene tinggal di tanah kelahiran Jawa. Ulasan ini sebenarnya adalah sindiran agar kita bisa lebih menjaga dan melestarikan lagi budaya Jawa yang sudah mulai ditinggalkan.