Diam-diam, perempuan yang sering disebut sebagai makhluk penuh kasih sayang bisa berlaku sangat kejam. Lemah dan berperasaan tidaklah selalu bisa diasosiasikan dengan kaum hawa. Misalnya saja Myra Hindley yang jauh dari sifat-sifat tersebut. Ia sangatlah brutal bagaikan binatang hingga dijuluki perempuan terkejam di Inggris.
Myra dan pacarnya, Ian Brady sempat menggemparkan negeri Ratu Elizabeth di tahun 1960-an karena melakukan pelecehan seksual dan membunuh lima orang anak-anak. Tidak cukup dengan menghabisi nyawa mereka, Myra dan Ian tidak mau memberi tahu di mana mereka mengubur jasad-jasad korbannya. Dari lima anak, hanya empat yang jasadnya ditemukan. Salah satunya ditemukan 20 tahun setelah peristiwa pembunuhan.
Tergila-gila pada Ian
Inilah kenapa terobsesi pada kekasih bukanlah hal yang baik. Apalagi pada mereka yang pernah memiliki catatan kriminal. Sebelum bertemu Ian, Myra yang hidup dalam kemiskinan dan terus menerus dipukuli oleh orang tuanya mengalami kekosongan dalam dirinya saat kehilangan sahabatnya di usia 13 tahun. Sejak itu ia berhenti sekolah hingga pada usia 19 tahun ia bertemu dengan Ian.
Ian Brady bukanlah pria terbaik yang bisa ditemui. Ia baru saja keluar dari penjara saat bertemu Myra dan merayunya. Myra kemudian menjadi tergila-gila pada dan menyerahkan jiwa raganya pada Ian.
Merencanakan Pembunuhan dengan Kekasihnya
Pembunuh berantai biasanya tidak memiliki alasan yang cukup masuk akal. Begitu pula dengan Myra. Ia membunuh hanya karena Ian mengajaknya. Hanya Myra dan Tuhan yang tahu kenapa ia menyanggupi dan memainkan peran dalam kasus pembunuhan tersadis di Inggris ini.
Ian bercerita pada Myra mengenai novel karangan Meyer Levin yang berjudul Compulsion. Dalam karya fiksi tersebut, diceritakan dua pemuda Leopold dan Loeb yang terbebas dari hukuman meski telah membunuh anak-anak. Mungkin terinspirasi dari novel tersebut, Ian coba-coba membunuh anak-anak dan berharap bisa lari dari dakwaan.
Myra Mengakui Perbuatannya
Sebelum pembunuhan terjadi, Myra dan Ian merayu anak-anak incaran mereka supaya mau ikut ke lokasi pembantaian. Myra adalah seorang perempuan cantik. Dia bisa dengan mudah meyakinkan anak-anak itu untuk ikut dengannya.
Setelah diadili, Myra mengaku ia pantas mendapatkan hukuman penjara seumur hidup. Ia merasa telah melakukan kejahatan yang bahkan lebih besar dari Brady, si algojo. Ia berkata seandainya saja ia tidak mengajak anak-anak itu ke tempat Brady, ini semua tidak akan terjadi. Selain itu, ia juga mengakui telah berbuat kasar pada korban karena takut korban akan berteriak. Ia mengancam dan memukul mereka.
Kehidupan dan Kematiannya di Penjara
Holloway Prison adalah penjara perempuan tempat Myra menjalani sisa kehidupannya selama empat puluh tahun. Setelah memutuskan hubungannya dengan Ian, ia menaruh hati pada seorang sipir perempuan, Patricia Cairns. Di sana, hubungan sesama jenis memang bukan hal asing. Namanya juga penjara perempuan, mereka tidak bisa memuaskan nafsu dengan laki-laki sehingga melampiaskannya pada perempuan.
Dua puluh tahun setelah menjalani hidup sebagai narapidana, Myra hampir saja dibebaskan bersyarat. Tapi usul ini ditolak oleh kabinet pemerintahan dan juga orang tua korban. Mereka berupaya keras untuk menahan Myra selamanya.
Pada tahun 2002, dibuat kebijakan baru mengenai kabinet yang tidak bisa menentukan masa hukuman narapidana. Terlambat bagi Myra, sepuluh hari sebelum ditetapkannya kebijakan ini, ia menghembuskan nafas terakhirnya akibat pneumonia yang disebabkan oleh penyakit jantung.
Meski Myra telah tiada, tapi perbuatannya tetap menjadi trauma bagi masyarakat Inggris. Myra sendiri mungkin adalah korban dari rumah tangga yang tidak bahagia sehingga ia menganggap kekerasan pada anak-anak adalah hal yang wajar. Bagaimanapun, masyarakat lega karena pembunuh seperti Myra mendapatkan hukuman yang setimpal.