Bagi anak-anak, tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan memiliki waktu bermain atau bersosialisasi dengan teman-temannya. Sayangnya, hal itu justru tidak dinikmati oleh banyak anak di beberapa negara yang hingga sekarang masih terlilit konflik bersenjata.
Banyak anak di negara-negara tersebut dijadikan tentara atau direkrut menjadi pasukan dan dikirimkan ke berbagai titik, baik sebagai barisan pendukung pasukan utama atau bahkan ditempatkan di lini depan untuk bergabung bersama tentara-tentara dewasa lainnya. Berikut ini adalah negara-negara yang memiliki pasukan militer yang masih berusia sangat belia.
1. Myanmar/Burma
Myanmar atau juga dikenal dengan nama Burma adalah salah satu negara di Asia yang memiliki konflk internal mulai dari tahun 1948 sampai sekarang. Civil war tersebut disebabkan karena banyaknya etnis yang mendiami Myanmar dan mengklaim wilayah mereka masing-masing yang mana membuat antara kelompok satu dengan lainnya saling bermusuhan dan memicu perseteruan bersenjata.
Menurut data dari Human Rights Watch di tahun 2011 lalu, tercatat lebih dari 350 ribu pasukan militer yang berusia di bawah 18 tahun dan rata-rata setara dengan anak-anak SD dan SMP di Indonesia. Anak-anak tersebut akan dijebloskan ke dalam penjara atau menerima hukuman yang tak layak jika tidak mau menuruti apa perintah dari orang-orang dewasa, salah satunya adalah dijadikan tentara perang. Untung saja, pada tahun 2012, Pemerintah Myanmar dan PBB menandatangani kesepakatan untuk tidak melibatkan anak-anak dalam konflik bersenjata ini lagi.
2. South Sudan
Seperti halnya di Myanmar, di South Sudan juga mengalami perang sipil yang mana para pasukan militer dari pihak-pihak berseteru melibatkan anak-anak di bawah umur. Walaupun Pasukan Keamanan PBB telah mencoba membujuk pihak-pihak yang terkait untuk tidak merekrut anak-anak untuk dijadikan pasukan, namun pada kenyataannya sampai sekarang sudah ada lebih dari 11 ribu anak dipersenjatai untuk ikut bertempur.
Uniknya, jika Pemerintah South Sudan mengatakan bahwa mereka akan menindaklanjuti permintaan dari PBB agar menghentikan perekrutan anak-anak sebagai pasukan, namun banyak personel militer yang mencari anak-anak di sekolah atau bahkan di rumahnya masing-masing untuk dipaksa memanggul senjata dan ikut dalam barisan.
3. Uganda
Di Uganda ada dua kubu yang berseteru, yaitu Lord’s Resistance Army dan Uganda’s People Defence Force. Keduanya selama bertahun-tahun terlibat konflik bersenjata yang mana membuat rakyat Uganda sendiri menderita. Alih-alih memberikan keamanan dan kenyamanan terhadap warga lainnya, perang sipil yang mempertemukan kedua kubu ini harus melibatkan anak-anak di dalamnya.
Banyak anak-anak di bawah umur yang dipaksa untuk memegang senjata dan bertempur melawan pihak lainnya. Jika anak-anak pria harus memanggul senjata dan pergi berperang, anak-anak wanita harus mau menjadi budak seks para tentara. Menurut data dari PBB, ada lebih dari 5.000 anak yang direkrut menjadi tentara di Uganda.
4. Kolombia
Salah satu kelompok pemberontak di Kolombia adalah Revolutianary Armed Forces of Colombia atau FARC. Kelompok pemberontak ini memiliki jumlah pasukan yang sangat banyak dan terus merongrong posisi pemerintah pusat.
Untuk menambah jumlah pasukannya, FARC melakukan perekrutan terhadap anak-anak minimal 15 tahun baik wanita ataupun pria. Banyak di antaranya yang direkrut dari kampung-kampung terpencil di Kolombia. Untung saja, pada tahun 2016 kemarin, FARC sepakat tidak lagi merekrut anak-anak untuk dijadikan pasukan.
5. Chad
Chad adalah suatu daerah atau wilayah di Afrika yang memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 11 Agustus 1960 dan menggunakan nama Republik of Chad sebagai nama negaranya. Pada tahun 2009 lalu, ada perang sipil di Chad antara pihak pemerintah melawan beberapa kelompok pemberontak seperti FUC, UFR dan MDJT.
Setelah FUC dan MDJT mengalami kekalahan, UFR tetap menggelorakan perang melawan pemerintah. Untuk mendapatkan pasukan, banyak militer UFR yang merekrut anak-anak di bawah umur untuk memanggul senjata dan berperang bersama mereka melawan pemerintah. Menurut catatan tidak resmi, UFR memiliki 6.000 pasukan bersenjata yang beberapa persen di antaranya adalah anak-anak berusia antara 10-13 tahun.
6. Central African Republic
Seperti halnya beberapa negara di Afrika, Central African Republic juga mengalami perpecahan di dalamnya dan mengakibatkan perang sipil antara etnis tradisional dan orang-orang yang beragama serta pemerintah. Di negara ini juga melibatkan anak-anak di bawah umur untuk ikut berperang di garis depan.
Pada tahun 2013 lalu, pemerintah pusat Central African Republik tumbang oleh serangan masyarakat yang tidak sepaham dengan mereka. Uniknya, setelah pemerintahan tumbang, justru perang sipil tetap berlanjut dan pasukan anak-anak menjadi berlipat ganda dibandingkan sebelumnya. Menurut catatan PBB, ada lebih dari 6.000 pasukan anak-anak di Central African Republic.
7. Democratic Republic of Congo
Democratic Republic of Congo atau Kongo adalah salah satu negara di Afrika yang sepertinya tidak pernah lepas dari perang dan perang. Setiap saat, peperangan antar suku dan golongan melawan pemerintah pusat pecah di negara ini. Para militan yang berasal dari golongan penentang pemerintah terus berusaha melipatgandakan pasukannya dengan merekrut banyak pihak terutama anak-anak.
Walaupun pada akhirnya sudah ada kesepakatan dari kedua belah pihak bahwa perang berakhir pada tahun 2002 lalu, namun pada kenyataannya, masih ada lebih dari 20 ribu pasukan anak-anak dengan usia di bawah 18 tahun yang terus dipekerjakan sebagai tentara.
8. Somalia
Somalia adalah salah satu negara termiskin di dunia yang di dalam negerinya sendiri pecah perang sipil antara antar-etnis, antar-umat beragama sampai dengan perlawanan terhadap pemerintah pusat. Selama perang terjadi dari dekade ke dekade, banyak pelanggaran hak asasi manusia bermunculan dari Somalia, salah satunya adalah penggunaan angkatan perang yang berasal dari anak-anak.
Menjadi hal yang sangat wajar atau biasa jika melihat anak-anak kecil di Somalia, terutama di Mogadishu menenteng AK47 di jalanan. Bahkan, para orang tua mempersilakan dan menyuruh anak-anak mereka yang masih sangat belia itu untuk bertempur bersama orang-orang dewasa.
9. Iraq
Semenjak rezim Saddam Hussein tumbang beberapa tahun lalu, tingkat kriminalitas di Iraq semakin meningkat. Walaupun pasukan militer Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka ikut berjasa dalam menggulingkan Saddam dan mengembalikan otoritas negara ke rakyat, namun ‘di balik layar’ justru banyak negara asing yang datang untuk mengeruk kekayaan alam, yaitu minyak, dari negara tersebut.
Karena tidak ingin adanya pasukan dan orang-orang asing di negaranya, muncul beberapa kelompok pemberontak yang ingin melawan pemerintah dan orang-orang asing, termasuk pasukan Amerika Serikat secara diam-diam. Berbagai terror dan peperangan terjadi setiap saat di Iraq. Para pasukan perlawanan juga merekrut anak-anak berusia antara 12-17 tahun sebagai tentara mereka untuk menambah jumlah pasukannya.
10. Sudan
Darfur di Sudan merupakan salah satu tempat yang sangat menyedihkan di dunia. Di daerah tersebut, sejak tahun 2003 silam, hampir 3 juta orang telah meregang nyawa karena berbagai masalah, mulai dari pemerkosaan, perang antar etnis sampai dengan pemusnahan massal.
Banyak anak-anak di Darfur mulai dari yang berusia 11 tahun direkrut untuk dijadikan tentara untuk melawan pemerintah pusat serta melakukan penjarahan di berbagai tempat. Sampai dengan tahun 2014 lalu, jumlah pasukan anak-anak di Sudan, terutama yang ada di Darfur terus meningkat seiring dengan konflik yang tak juga berakhir.
Apa pun tujuan dan latar belakangnya, yang jelas menjadikan anak-anak sebagai bagian dari militer adalah hal yang salah. Itu akan berdampak pada jiwa dan moralnya yang jadi rusak dan tak karuan. Anak-anak harus dididik dulu mental dan jiwanya dengan benar. Baru setelah dewasa, mereka boleh memilih jalan hidupnya sendiri. Jadi tentara pun mereka bakal lebih punya moral serta kebaikan-kebaikan yang lain.