Ada-ada saja ide manusia yang terobsesi dengan ruang angkasa. Menerbangkan manusia ke ruang antariksa saja sudah cukup berisiko, kali ini mereka mencoba untuk menerbangkan binatang. Amerika dan Rusia sama-sam memiliki ide untuk membawa binatang ke ruang angkasa.
Jika Amerika memiliki ide monyet, maka Rusia memilih anjing karena lebih mudah dilatih. Laika, adalah nama anjing pertama yang terbang ke ruang angkasa. Sayang, ia harus menghadapi nasib yang tragis akibat percobaan manusia tersebut.
Anjing Terlantar
Sebelum program penerbangannya, Laika adalah anjing terlantar yang berjalan tak tentu arah di jalanan Moskow. Para pekerja di pusat penelitian mengumpulkan anjing-anjing terlantar untuk percobaan tersebut. Mereka berpendapat bahwa anjing terlantar lebih tangguh dan dapat beradaptasi dengan kondisi ruang angkasa. Sebelum Laika, anjing terlantar lainnya bernama Albina sudah diterbangkan dalam roket yang menuju ke ruang angkasa. Roket tersebut hanya terbang setengah jalan saja, kemudian kembali ke daratan dengan selamat.
Tidak Berencana Kembali dan Tentangan dari Negara Lain
Berbeda dengan Albina, Laika tidak direncanakan untuk kembali ke Bumi. Satelit yang mereka bangun tidak dilengkapi dengan re-entry yang aman. Ini akan mengakibatkan Laika tewas di tengah perjalanannya kembali ke bumi. Karena itu mereka merencanakan eutanasia dengan membubuhkan racun di makanannya. Laika akan mati setelah menghabiskan waktu beberapa hari di ruang angkasa.
Rencana penerbangan Laika terdengar sangat kejam. Ternyata, itu bukanlah rencana awal. Mereka menginginkan Laika kembali ke bumi dengan selamat. Namun karena adanya tanggal penerbangan dimajukan jauh lebih awal dari rencana, satelit yang membawa Laika kemudian tidak dapat dilengkapi dengan program re-rentry ke Bumi.
Percobaan menerbangkan binatang ke ruang angkasa ini menuai protes dari negara lain karena tergolong penyiksaaan binatang. Pihak Rusia tidak memahami inti dari protes tersebut karena mereka mengaku sebagai pecinta binatang. Bagi mereka, percobaan ini bukanlah karena mereka ingin menyiksa binatang, namun karena mereka ingin memberikan sumbangsih pada ilmu pengetahuan yang nantinya bermanfaat bagi manusia.
Laika Tinggal di Kandang yang Sempit
Sputnik 2, nama satelit yang akan ditumpangi Laika hanya memiliki ruangan yang sedikit lebih besar dari mesin cuci. Untuk melatih Laika supaya terbiasa dengan ruangan itu, ia dipaksa tinggal di kandang yang sempit selama 20 hari. Di kandang itu ia hanya bisa duduk dan berbaring tanpa melakukan apa pun. Kondisi ini membuatnya konstipasi.
Dr. Vladimir Yazdovsky adalah ilmuwan yang meneliti dan melatih Laika. Sehari sebelum penerbangan, ia membawa pulang Laika ke rumahnya supaya dapat bermain dengan anak-anaknya. Vladimir merasa kasihan pada Laika karena hidupnya tidak lama lagi akan berakhir.
Terkurung di Pesawat Selama Tiga Hari dan Kepanikan Laika
Saat Laika sudah dipersiapkan untuk terbang, rupanya terdapat malfungsi pesawat yang harus diperbaiki. Perbaikan ini memakan waktu tiga hari. Selama itu, Laika terkurung di dalam pesawat dengan suhu ruangan minimum tanpa mampu bergerak. Para ilmuwan mengusahakan yang terbaik untuk merawat Laika. Mereka menyediakan pemanas dan terus menjaganya.
Ketika akhirnya roket diluncurkan, Laika mengalami kepanikan. Detak jantungnya meningkat hingga tiga kali lipat dari detak jantung normal. Ia tentu tidak memahami apa yang sedang terjadi. Binatang malang itu merasa gelisah tanpa bisa bergerak karena ruangan yang ia huni sangatlah sempit. Saat roket keluar dari atmosfer Bumi, detak jantung Laika kembali normal. Itulah momen binatang pertama pergi ke luar angkasa.
Penyebab Kematiannya Disembunyikan
Rusia kerap mengatakan Laika hidup selama satu hari di ruang angkasa. Ia mati karena memakan makanannya yang beracun. Kebohongan ini kemudian terkuak setelah seorang ilmuwan Dimitri Malashenkov mengungkapkan bahwa Laika tewas hanya tujuh jam setelah berada di ruang angkasa.
Pengaturan suhu di satelit tidak berfungsi dengan baik dan mencapai angka 40 derajat celcius. Detak jantung Laika terus meningkat hingga akhirnya tidak berdetak lagi. Kejadian ini sebenarnya disesalkan banyak orang. Termasuk, mereka yang sempat terlibat dengan proyek ini, kabarnya makin kemari mereka makin menyesalinya.
Dari peristiwa ini kita bisa belajar bahwa memiliki ide gila itu sah-sah saja selama tidak merugikan pihak lain. Jangan sampai binatang yang tidak bersalah menjadi korban perbuatan kita. Hingga saat ini masih banyak binatang yang digunakan untuk percobaan di laboratorium. Tidak terhitung jumlah Laika lain yang tewas setiap tahunnya karena keserakahan manusia. Ke depannya, kita perlu menyadari bahwa kita bisa mewujudkan impian tanpa harus menyiksa binatang.