Jika dibandingkan dengan kawasan Afrika dan sekitarnya, perbatasan di kawasan Indonesia sangatlah aman dan tenteram. Tidak ada yang namanya aksi baku tembak dan serangan-serangan udara yang mematikan. Di perbatasan Indonesia dengan negara sekitarnya seperti Malaysia hanya ada kawasan tidak berkembang yang entah kapan akan diperhatikan.
Perbatasan negara di Afrika memiliki situasi yang jauh berbeda dengan Indonesia. Penduduk di sana harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan mengerikan. Serangan-serangan udara yang mematikan, tembakan membabi buta, hingga aksi penculikan bisa terjadi. Seperti yang dialami oleh penduduk di South Kordofan, Sudan. Setiap hari mereka harus mempersiapkan nyawa yang sewaktu-waktu bisa hilang seketika. Berikut kisah hidup penduduk di South Sudan yang bisa membuat kita semua bersyukur masih ada di Indonesia.
Serangan yang Tidak Pandang Bulu
Satu hal yang sangat disayangkan dari konflik yang ada South Kordofan adalah dua pihak tidak mau kalah satu dengan lain. Pihak Sudan tidak mau memberikan kesempatan kepada pemberontak. Pun pemberontak juga menganggap mampu melawan pemerintah Sudan apa pun caranya. Toh mereka juga memiliki senjata yang banyak jika saja terjadi perang yang besar.
Serangan ini membuat penduduk sipil tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka hanya pasrah antara hidup dengan penderitaan atau mati dengan cepat. Tentara dari Sudan kerap menyerang daerah di mana pemberontak berada. Mirisnya daerah itu masih banyak warga Sudan yang bertahan hidup dengan sekuat tenaga. Pemerintah Sudan seperti tidak mau tahu. Asal kelompok pemberontak hancur, mereka akan melakukan apa saja termasuk mengorbankan warganya sendiri.
Hidup di Bawah Bayang-Bayang Ketakutan
Hidup di kawasan South Kordofan harus memiliki telinga yang sangat tajam. Begitu mendengar bunyi pesawat jenis Antonov, warga langsung bersembunyi. Mereka sangat tahu kalau pesawat itu akan meluncurkan banyak sekali bom yang sangat berbahaya. Dari Juni hingga April tahun 2015 saja sudah ada 374 bom dijatuhkan oleh militer dan membuat banyak orang jadi tunggang langgang.
Kehancuran yang ada di South Kordofaan tidak bisa dihindari lagi. Di kawasan ini tidak ada rumah permanen karena hampir semua rumah penduduk jadi hancur. Langit adalah sumber dari bencana bagi penduduk di kawasan ini. Begitu mendengar dengungan yang ada di udara, semua anak dan orang tua diselamatkan bagaimana pun caranya meski harus menggali tanah.
Hidup di Gua atau Menggali Tanah
Ada dua kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk di kawasan South Kordofan. Pertama adalah menggali tanah untuk membuat semacam bunker. Selain membuat bunker, banyak warga akan berkeliling untuk mencari gua atau celah-celah pada batuan serta bukit yang sekiranya aman dan bisa digunakan sebagai tempat tinggal kalau pesawat penyebar bom datang.
Kegiatan kedua yang dilakukan oleh penduduk yang ada di sini adalah lari. Ya, berlari sekencang-kencangnya ke kawasan gua atau bunker mereka adalah hal wajib yang harus dilakukan. Biasanya kaum pria suka berjaga di depan rumah atau kampung. Begitu mendengar ada bunyi pesawat, mereka semua akan segera berlari untuk mencari keamanan.
Dipotong Aksesnya ke Dunia Luar
Yang menyebabkan kenapa kawasan South Kordofan begitu penuh konflik adalah adanya pemotongan akses ke dunia luar. Kawasan ini benar-benar diseting untuk tidak bisa dimasuki oleh siapa saja. Penduduk dan militan yang ada di dalamnya harus menghadapi kematiannya perlahan-lahan. Jika tidak hari ini maka bisa esok hari.
Rumah sakit dan fasilitas publik lain di kota ini hancur lebur. Siapa saja yang ada di sini harus bertahan hidup di tengah konflik. Warga yang ada di kota ini sebenarnya ingin keluar dan mencari kebabasn. Namun, serangan demi serangan yang tidak bisa dikontrol lagi membuat penduduk hanya pasrah dan bertahan hidup hingga kelak ada yang mau datang untuk membantu.
Inilah situasi dan penderitaan warga yang ada di South Kordofan, Sudan. Hidup di sana hanyalah perkara mati cepat dan mati lambat akibat serangan bom. Pemerintah Sudan akan membumihanguskan perbatasan ini dari para pemberontak meski warganya harus dikorbankan.