Ketika membicarakan pertikaian yang ada di Kalimantan kita pasti langsung teringat akan tragedi Sampit. Memang kejadian itu sangat ikonik sekali, namun tragedi mengerikan di tanah Mandau bukan cuma yang terjadi di Sampit. Masih ada beberapa kejadian ngeri lainnya yang tak kalah menyeramkan, salah satunya adalah tragedi Sambas. Tak jauh beda dari Sampit, peristiwa ini benar-benar mengerikan dan masih jadi bahasan yang tabu serta sensitif di kalangan masyarakat sampai hari ini.
Tak beda dari tragedi Sampit, kejadian Sambas ini juga tentang pertikaian antar etnis, tepatnya antara masyarakat Madura dan juga Melayu. Kejadian ini sangat mengerikan karena korbannya begitu banyak dan membuat Sambas seperti kota-kota mati untuk sejenak. Sungguh ngeri kalau mengingat saat itu.
Ulasan ini tidak bertujuan untuk kembali menguak luka lama, namun hanya sebagai bahan refleksi untuk diambil pelajarannya. Sebisa mungkin tak lagi terjadi hal yang semacam ini. Dan berikut adalah fakta dan kronologi kejadian mengerikan itu.
Tragedi Sambas Melibatkan Etnis Madura dan Melayu
Berbeda dari konflik Sampit yang mempertemukan etnis Madura dan Dayak, kejadian Sambas ini menghadapkan masyarakat Madura dan Melayu yang ada di daerah itu. Diketahui keduanya memang terlibat banyak masalah antara satu sama lain selama beberapa tahun. Hingga kemudian terakumulasi menjadi konflik massal yang puncaknya terjadi di tahun 1999.
Sebenarnya konflik ini tak hanya antara etnis Madura dan Melayu, namun menurut literatur dan saksi, orang-orang Dayak pun juga ambil bagian. Orang-orang Dayak diketahui berada di pihak masyarakat Melayu namun jumlah massanya tidak begitu besar.
Kejadian Besar yang Berawal dari Masalah Sepele
Sama seperti Perang Dunia I yang diawali dari kejadian kecil berupa tewasnya seorang bangsawan, kejadian Sambas pun juga seperti itu. Pertikaian berdarah antar etnis ini terjadi hanya karena hal-hal yang sangat remeh dan masih sangat bisa diselesaikan hanya dengan musyawarah. Kalau menurut cerita-cerita yang ada, pertikaian ini dimulai dari seorang warga Madura yang kedapatan mencuri ayam salah satu orang Melayu di sana.
Warga Melayu tersebut pun tidak terima kemudian menganiaya si orang Madura. Tidak terima dengan ini, sejumlah besar orang-orang Madura pun balik menyerang beberapa orang Melayu yang mengakibatkan tiga orang tewas. Dari sini keadaan pun makin memburuk. Sering sekali terjadi perkelahian hanya karena hal-hal kecil.
Pertikaian yang Terjadi Bukan Satu Atau Dua Kali
Semenjak tewasnya warga Melayu yang dikeroyok oleh ratusan orang Madura, kedua etnis ini pun tegang dan sangat sensitif. Saking sensitifnya, tak sengaja senggol saja mungkin bisa jadi perkelahian besar. Setelah tragedi curi ayam dan tewasnya tiga orang Melayu itu, kedua pun mulai saling menyerang satu sama lain.
Sudah ada beberapa pertikaian, namun yang paling parah tentu di tahun 1999 yang bisa dibilang sebagai puncak kejadian. Orang-orang Melayu yang dibantu oleh masyarakat Dayak melakukan sweeping dan penyerangan ke pemukiman orang-orang Madura. Bangunan dirusak dan dibakar dan orang-orang Madura yang bisa ditemukan dihajar lalu dibunuh. Sangat ngeri ketika itu, apalagi orang-orang Madura juga sesekali melakukan aksi balasan.
Jumlah Korban yang Ternyata Sangat Banyak
Konflik Sambas ini melibatkan massa yang sangat besar, makanya tak heran kalau pada akhirnya jatuh korban yang juga tak sedikit. Tidak begitu jelas berapa manusia yang tewas bersimbah darah gara-gara kejadian ini. Namun, jumlahnya diperkirakan sangat banyak. Ada yang mengatakan 200 orang, tapi versi yang lain mengatakan 400 orang yang tewas dari kejadian ini.
Tak hanya korban nyawa, kejadian ini juga menghasilkan banyak kerusakan fisik lainnya. Ratusan rumah dirusak lalu dibakar, Masjid dihancurkan, sekolah dirusak, dan sebagainya. Kejadian ini sendiri juga memaksa puluhan ribu orang Madura untuk mengungsi ke daerah yang lain.
Aksi Aparat yang Kurang Protektif
Hal yang disayangkan dari kejadian ini adalah aparat yang tak bisa melakukan aksi preventif. Mereka sudah diturunkan namun belum benar-benar berhasil membuat konflik ini berhenti seketika. Aparat sendiri menurut cerita-cerita yang beredar lebih banyak membantu warga yang jadi korban. Entah mengevakuasi atau membimbing mereka ke tempat penampungan.
Meskipun aparat kurang bisa melakukan aksi nyata, namun pada akhirnya polisi berhasil menangkap para tersangka yang berjumlah sekitar 208 orang. Walaupun yang disidangkan hanya sebanyak 59 orang saja.
Sakit hati tentu saja kalau mengingat lagi cerita ini. Tapi, mengulik kejadian yang pernah ada tak melulu soal mengingatkan rasa sakit. Kita juga bisa belajar dari kesalahan masa lalu untuk kemudian tidak melakukannya lagi di masa sekarang. Semoga di masa depan kejadian macam ini takkan pernah terulang lagi.