Setiap orang selalu punya pilihan untuk mengubah nasibnya. Tiap individu juga punya hak untuk menentukan jalan hidupnya. Bahkan suatu pengalaman hidup yang pahit bisa membawa kita ke kehidupan yang lebih baik. Seperti yang dialami oleh Vicky Roy. Mungkin kita tak terlalu familiar dengan sosoknya, tapi kisah hidupnya sangat menggugah.
Vicky lahir dari keluarga miskin. Dia hidup bersama tiga saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki. Vicky sering dipukuli ibunya dan ia tak diperbolehkan bermain dengan teman-temannya. Sementara orang tuanya pergi mencari kerja, Vicky tinggal dengan kakek neneknya. Kehidupan itu jelas membuat Vicky merasa tak betah. Sampai suatu hari ia kabur dari rumah.
1. Saat Berusia 11 Tahun, Vicky Kabur dari Rumah
Tahun 1999, ketika berusia 11 tahun, Vicky kabur dari rumah. Berbekal uang 900 rupee yang ia curi dari pamannya, ia naik kereta api di Purulia, Bengal Barat dan turun di Delhi. Sejumlah anak jalanan melihatnya menangis lalu membawanya ke Salaam Balaak Trust (SBT) sebuah tempat penampungan untuk para bocah laki-laki yang tak punya tempat tinggal. Tinggal di SBT tak juga membuat Vicky bahagia. Ia merasa kebebasannya terkekang di sana. Lagi-lagi dia pun kabur dan bertemu lagi dengan anak-anak yang sempat ditemuinya di stasiun kereta api waktu itu.
Setelah menceritakan kisahnya, Vicky pun bergabung dengan anak-anak itu untuk jadi pemulung. Botol-botol bekas air minum dikumpulkannya dan dijual seharga 5 rupee. Hidup sebagai pemulung jelas tak mudah. Polisi sering mengejarnya dan preman sering memalaknya. Kemudian, ia beralih profesi jadi tukang cuci piring di sebuah restoran. Saat musim dingin, airnya bisa sangat dingin dan ruam-ruam di kulitnya bisa berdarah. Hingga akhirnya ia bertemu seorang relawan dari SBT yang menyarankannya untuk bersekolah.
2. Vicky Menyadari Ia Tak Cerdas di Bidang Akademik
Dalam ujian sekolah, Vicky mendapat nilai rendah. Menyadari kalau ia tak cerdas di bidang akademik, ia pun disarankan untuk masuk National Institute of Open Schooling tempat ia bisa mendapat pelatihan komputer atau memperbaiki televisi. Di sekolah itulah, ia pertama kalinya tertarik dengan fotografi. Ketertarikan itu bermula saat ia melihat ada dua anak yang sedang belajar fotografi dan sudah punya pengalaman ke Indonesia dan Sri Lanka.
Vicky kemudian bertemu dengan Dixie Benjamin, seorang pembuat film asal Inggris yang sedang membuat film dokumenter di SBT. Setelah berhasil dekat dengan Dixie, Vicky pun menjadi asistennya. Perjalanannya sebagai fotografer dimulai. Meski Dixie tak bisa bahasa India dan Vicky hanya tahu sedikit-sedikit bahasa Inggris, Vicky bisa cukup mengikuti penjelasan Dixie soal konsep-konsep fotogfafi seperti aperture, lighting, dan sebagainya. Kalau sebelumnya Roy menggunakan kamera Kodak plastik untuk mengambil foto, tak lama kemudian Dixie membelikannya kamera SLR. Pengalamannya menjadi asisten Dixie jadi awal mula perjalanannya untuk menjadi seorang fotografer professional.
3. Usia 18 Tahun, Vicky Jadi Asisten Seorang Fotografer Terkenal
Tak selamanya Victor bisa tinggal di SBT. Saat berusia 18 tahun, ia sudah harus mulai hidup mandiri. Ada kecemasan tersendiri saat ia harus mulai hidup mandiri karena selama ini yang ia punya hanyalah SBT. Tak hilang akal, Victor pun mendekati Anay Maan, seorang fotografer terkenal dan mengajukan diri sebagai asisten. Anay menerimanya dengan syarat Victor harus tinggal bersamanya selama tiga tahun.
Tak disangka Anay Maan ternyata seorang guru juga mentor yang baik. Dia mengajari banyak hal tentang fotografi pada Victor. Victor berhasil pergi ke berbagai tempat dan hidupnya perlahan berubah. Keahliannya memotret juga meningkat. Membaca banyak buku soal fotografi yang mengungkapkan cerita dari berbagai subjek yang berbeda, Victor menyadari kalau sebenarnya ia juga punya cerita yang ingin disampaikan.
4. Berhasil Membuat Pameran Foto Pertama “Street Dreams” Tahun 2007
Dengan kamera yang dipunya, Victor mulai memotret anak-anak jalanan yang berusia 18 tahun dan di bawah 18 tahun. Ia ingin menyampaikan ceritanya sendiri melalui karya fotonya. “Aku membuat pameran pertamaku dengan judul ‘Street Dreams’ tahun 2007, pameran ini disponsori oleh British Commission dan DFID dan sangat sukses. Aku juga ikut pameran di London dan Afrika Selatan dan banyak sekali buku yang terjual. Sekarang aku menyadari aku berhasil jadi fotografer dan mulai memiliki sikap,” paparnya seperti yang dikutip oleh yourstory.com.
Victor sempat ditegur oleh Anay Maan tentang perubahan sikapnya yang makin tak sopan. Sejak saat itu, Victor berkomitmen dan berjanji untuk tak pernah melupakan dari mana asalnya dan berusaha untuk tetap rendah hati. Victor tetap bekerja dengan mentornya itu secara paruh waktu tapi kebanyakan ikut terlibat dalam proyek-proyek besar. Anay Maan makin kagum dengan anak didiknya itu dan mulai memperlakukannya sebagai sahabat sendiri.
5. Bermimpi Lebih Besar demi Kesuksesan yang Lebih Cemerlang
Sukses dengan “Street Dreams”, Vicky jadi percaya diri untuk mengambil proyek-proyek yang lebih menantang. Tahun 2008, ada kompetisi global yang diselenggarakan Maybach Foundation. Ramchandra Nath Foundation menominasikan karya Victor dan ia pun masuk sebagai salah satu dari tiga fotografer yang berhasil mengikuti program residensi selama enam bulan tahun 2009 di International Centre for Photography. Keberhasilan ini memberinya kesempatan untuk mendapat akses ke World Trade Center (WTC) sekali seminggu selama dua jam.
Karya Victor dipamerkan di WTC 7 dan memenangkan penghargaan dari Duke of Edinburgh. Dia pun dapat kesempatan diundang makan siang bersama Prince Edward di Istana Buckingham. Karya-karya Victor kemudian dipamerkan di berbagai tempat lain seperti di Whitechapel Gallery dan Fotomuseum Switzerland. Dia pun membuat pameran solonya yang kedua “WTC: Now” di American Centre, Delhi tahun 2009.
Keberhasilannya sebagai fotografer top dunia tak membuatnya tinggi hati. Dia memutuskan untuk kembali ke Apna Ghar dan mengumpulkan kembali karya-karyanya yang dibuat sejak tahun 2007. Bersama dengan editor Sanjiv Shaith, Victor berhasil membuat buku yang dirilis di Delhi Photo Festival tahun 2011. Menyadari peran mentor dalam hidupnya yang sangat besar, Victor juga turun tangan jadi mentor untuk para fotografer baru. Tahun 2013, ia terhubung kembali dengan ibu dan saudara-saudaranya yang mengaku sangat bangga padanya.