Sinetron, FTV atau acara sejenisnya rutin tayang di stasiun televisi Indonesia. Sifatnya juga banyak, mulai dari yang religi, kehidupan sehari-hari, sampai cinta-cintaan. Tapi plot atau jalan ceritanya memang lebih sering sama saja antara satu acara dengan acara lainnya.
Nggak cuma jalan ceritanya aja yang sama, penokohan atau karakter yang muncul juga mirip antara satu dengan yang lain. Seringnya lagi, karakter orang Jawa digambarkan dengan cara yang sama. Meski padahal orang Jawa itu juga nggak gitu-gitu amat.
1. Medhok
Di banyak film Indonesia, orang Jawa itu biasanya digambarkan dengan cara bicara yang medhok. Sebenarnya ini cuma karena terbiasa bicara bahasa Jawa yang pengucapannya memang seperti ada penekanan di beberapa bagian. Tapi sayangnya, logat medhok ini akhirnya malah dijadikan penokohan karakter yang norak, kuno, dan lugu. Mereka yang medhok dijadikan bahan bercandaan atau diolok-olok karena dianggap kampungan.
Dalam kesehariannya, mereka memang bicara dalam bahasa Jawa memang terdengar medok. Apalagi bagi mereka yang nggak bisa atau nggak tahu soal bahasa tradisional ini. Tapi juga nggak sedikit yang bisa bicara dalam bahasa Indonesia tanpa ada aksen medhok sama sekali. Jadi, medhok itu cuma aksen bicara, bukan berarti orang yang medhok itu kuno atau kampungan. Nggak ada hubungannya.
2. Pakaian Beratribut Jawa
Hal lain yang juga sering ditunjukkan dalam karakter orang Jawa adalah berpakaian tradisional. Bisa pakai sorjan atau blangkon. Sorjan adalah pakaian tradisional Jawa dengan motif garis, blangkon adalah penutup kepala laki-lakinya. Di TV, orang Jawa selalu digambarkan dengan kalau nggak pakai sorjan ya blangkon.
Dalam kesehariannya, orang Jawa itu juga nggak gitu-gitu amat. Sebenarnya jarang yang setiap hari dan kemana-mana pakai sorjan atau blangkon. Kalau pakai pun biasanya cuma waktu ada acara khusus. Sehari-harinya, mereka ya memakai pakaian biasa seperti kebanyakan orang lainnya. Nggak beda.
3. Profesi Pembantu
Karena orang Jawa sering kali digambarkan sebagai sosok yang lugu, norak dan kampungan, maka profesi mereka juga jauh dari kesan mewah atau modern. Dalam film, pekerjaan tokoh orang Jawa ini biasanya nggak jauh-jauh dari pekerjaan kasar sebagai pembantu atau bawahan.
Profesi menjadi seorang pembantu itu juga bukan hal yang buruk. Tapi jika terus diulang di berbagai film yang berbeda, akhirnya ini malah jadi stereotipe. Padahal nggak selamanya orang Jawa itu bawahan. Yang sukses sebagai seorang pengusaha sebenarnya juga nggak sedikit.
4. Orang Jawa = Jogja atau Solo
Setiap kali menampilkan film dengan tokoh karakter Jawa, asal-usulnya kebanyakan berasal dari Jogja. Padahal Jawa itu nggak cuma Jogja, ada Surabaya, Malang, Semarang, Kediri, Nganjuk, Blitar, Solo, dan masih banyak lagi.
Tapi sayang yang jadi referensi lebih sering Jogja sehingga stereotipe yang muncul adalah yang orang Jawa itu ya berasal dari Jogja. Padahal orang Jawa itu ada banyak banget dan karakter serta kebiasaan tiap daerah juga beda-beda.
5. Orang Jawa Itu Halus dan Lemah Lembut
Karena yang dijadikan tokoh adalah orang Jawa dari Jogja, maka karakter yang digambarkan adalah orang-orang lembah lembut dan halus. Bukan berarti orang Jawa lain tidak lemah lembut, tapi karakter setiap orang itu berbeda-beda.
Nggak semua orang Jawa itu terlihat seperti yang selalu digambarkan dengan cara bicara yang halus dan lemah lembut. Ada juga yang lebih lugas, tegas, dan ceplas-ceplos. Itu semua tergantung dengan lingkungan mereka masing-masing.
Penggambaran orang Jawa yang selalu sama terkadang bisa jadi stereotipe. Jawa itu luas, dan masyarakat Jawa juga macam-macam, jadi nggak bisa kalau cuma diambil satu dan langsung direpresentasikan sebagai orang Jawa secara umum. Hal ini juga berlaku buat penokohan karakter dari daerah lainnya.