Soerastri Karma Trimurti atau S.K. Trimurti, dialah salah satu pahlawan wanita yang telah ikut memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia melawan penjajah. Lahir di Boyolali, Jawa Tengah, wanita yang memakai kebaya di samping ibu Fatmawati pada foto pengibaran bendera pertama Indonesia ini bergabung menjadi pejuang setelah mendengar pidato menggelegar dari Bung Karno.
Lulus dari Tweede Indlandsche School atau sekolah Ongko Loro, Trimurti sempat mengajar dan menjadi anggota Nasionalis Partindo di tahun 1933. Ia menjadi pejuang militan, hingga akhirnya dipenjarakan Belanda 3 tahun kemudian karena menyebarkan pamflet anti penjajah. Ia kemudian beralih karir dari mengajar ke dunia jurnalisme setelah bebas dari penjara, dan dari sana karir jurnalistiknya pun dimulai.
Peraih bintang Mahaputra Tingkat V dari Presiden Soekarno ini memang mengabdikan hidupnya demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Mulai dari berjuang melawan penjajah, hingga menyuarakan hak kaum wanita dan buruh di Indonesia lewat tulisannya. Tak heran jika sepak terjang pahlawan kemerdekaan ini begitu melegenda dalam dunia jurnalisme Indonesia. Dan berikut Boombastis sajikan sederet fakta tentang legenda jurnalis yang mungkin belum kalian tahu!
1. Wartawan yang Hidup Tiga Zaman
Nama S.K. Trimurti begitu melegenda dalam dunia jurnalisme Indonesia. Ia merupakan pahlawan kemerdekaan yang telah hidup tiga zaman. Karena idealisme dan karya jurnalistiknya, Trimurti sempat menjalani bui selama zaman penjajahan Belanda (1936-1941). Ia bahkan melahirkan salah seorang putranya, di dalam lorong penjara setelah ditangkap pemerintah militer Jepang pada 1943.
Ketertarikannya dalam dunia jurnalistik tak bisa lepas dari sosok sang proklamator, Bung Karno, yang saat itu memaksa Trimurti untuk pertama kalinya menulis di Majalah Pikiran Rakyat. Padahal kehidupannya sebagai seorang pengajar di Surakarta sudah tergolong mapan kala itu. Namun panggilan hati untuk ikut bersuara membuatnya kecemplung ke dunia jurnalisme dan menjadi pejuang lewat tulisan-tulisan di surat kabar.
Sebenarnya nama Karma dan Trimurti adalah nama samaran yang dipakainya secara bergantian untuk menghindari delip pers pemerintahan kolonial Belanda kala itu. Namun, nama tersebut terlanjur melekat pada dirinya dan ia pun dikenal dengan nama S.K. Trimurti.
2. Istri dari Juru Ketik Naskah Proklamasi Kemerdekaan
Nama S.K Trimurti memang menjadi satu pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia, namun namanya mungkin kalah pamor dengan sang juru ketik naskah proklamasi Kemerdekaan yaitu Sayuti Melik. Namun tahukah kalian, jika Sayuti Melik merupakan suami dari wartawati pejuang ini. Trimurti berkenalan dengan pria pemilik nama lengkap Mohammad Ibnu Sayuti itu saat menjadi anggota Partai Indonesia Raya. Kesamaan misi dan cita-cita membuat keduanya memutuskan menikah di tanggal 19 Juli 1938. Saat menghadiri Konggres Persatuan Jurnalis Indonesia (PERDI) di Solo, tepatnya tanggal 11 April 1939, anak pertamanya lahir dan diberi nama Musafir Karma Budiman.
Bersama, mereka mendirikan majalah Pesat yang rilis di Semarang. Majalah ini menjadi lahan keduanya menuangkan tulisan kritis terhadap penjajah. “Sebagai wartawan saya berjuang melalui tulisan, mulut dan bisik-bisik. Pokoknya segala cara dipakai untuk mencapai kemerdekaan”, ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan wartawan ANTARA (2004). Dalam era pendudukan Jepang, Pesat dilarang oleh pemerintah Jepang. Trimurti ditangkap dan melalui banyak interogasi yang tak bisa diingat.
3. Menolak Jabatan Menteri Sebanyak Dua Kali
Menjadi menteri adalah jabatan impian hampir semua orang, namun sayangnya tidak bagi Trimurti. Ia bahkan pernah menolak jabatan yang ditawarkan presiden Sokarno ini sebanyak dua kali. Pertama di tahun 1947, ketika Perdana Menteri Indonesia kedua Amir Syarifuddin memintanya menjadi Menteri Perburuhan pertama Indonesia. Trimurti begitu menolak karena merasa tidak punya pengalaman menjadi seorang menteri.
“Bung Karno juga belum pernah menjadi presiden”, bujuk Drs Setiajid padanya. Pembicaraan tersebut membuahkan hasil. Trimurti akhirnya mau menerima tawaran tersebut dan menjabat sebagai Menteri Perburuhan sejak 1947 hingga 1948 di bawah Perdana Menteri Indonesia Amir Sjarifuddin. Jabatan menteri kedua yang ditolaknya adalah tawaran Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Sosial di tahun 1959. Namun lagi-lagi Trimurti menolak. Kali ini ia mengatakan ingin fokus dengan kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Hal ini sempat membuat Soekarno marah, meski tak meluapkan kekesalannya tapi disebutkan Soekarno mendiamkan Trimurti beberapa waktu.
4. Disayang Keluarga Soekarno
Bung Karno menjadi sosok yang begitu ia hormati. Trimurti bahkan mengaku memiliki hubungan yang sangat baik, karena sama-sama berjuang dalam meraih kemerdekaan 1945. Kedekatan di masa perjuangan dengan Bung Karno telah membuat Trimurti menganggap mantan presiden Republik Indonesia pertama itu sebagai keluarga sendiri.
Bisa dibilang Bung Karno lah yang mengajak Trimurti untuk ikut menjadi pejuang kala itu. Kalau bukan karena pengaruhnya, mungkin jalan hidup Trimurti tak seperti sejarah yang kita tahu. Ia pun dekat dengan putra-putri Bung Karno. Hal inipun dibenarkan oleh Guruh Soekarno Putra. Bahkan demi mengenang jada kepahlawanan Trimurti, Yayasan Bung Karno menerbitkan buku berjudul ’95 Tahun SK Trimurti, Pejuang Indonesia’ yang diluncurkan di tahun 2007 lalu. Buku ini sekaligus hadiah dari yayasan Bung Karno di ulang tahun ke-95 S.K. Trimurti.
Namun kedekatan keduanya sempat renggang ketika Bung Karno menikahi Hartini. Selain karena prinsip anti poligami yang dianutnya, Trimurti juga kurang sreg dengan kedekatan Bung Karno dengan PKI. Terlebih ia melihat dengan pergerakan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang seolah berada di bawah bayangan PKI.
5. Menjadi Pahlawan Wanita
Sepak terjang Trimurti tak hanya terlihat di masa perjuangan merebut kemerdekaan. Namun usai proklamasi Indonesia pun, Trimurti makin aktif menjadi sosok berpengaruh di bidangnya. Salah satunya dengan menjadi pimpinan pusat Parta Buruh Indonesia (PBI). Tak hanya itu, Trimurti tercatat menjadi menteri Perburuhan pertama republik ini. Saat menjadi menteri, Trimurti aktif memperjuangkan UU perburuhan baru sebagai ganti UU perburuhan kolonial yang memberatkan pekerja.
Seusai kabinet Amir berakhir pasca G30S, Trimurti kembali ke Jakarta dan aktif mengorganisir gerakan perempuan. Dan di tahun 1950-an, bersama sejumlah aktivis ia mendirikan Gerwis (Gerakan Wanita Sedar) yang kemudian diganti nama menjadi Gerwani. Trimurti meninggalkan organisasi di tahun 1965 karena melihat Gerwani menyimpang dan lebih condong pada PKI ketimbang misi yang dibawanya.
Terinspirasi dari kisah perjuangannya, Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) akhirnya membuat penghargaan khusus yang diberi nama penghargaan S.K. Trimurti. Penghargaan yang digagas sejak tahun 2008 itu, menjadi upaya penghormatan terhadap Trimurti sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan perempuan di masa kini. AJI memberikan anugerah tersebut kepada mereka yang berjuang dalam hal demokrasi, HAM hingga kebebasan pers di Indonesia.
S.K. Trimurti menjadi satu perempuan yang perlu dicontoh karena memiliki semangat dan nyali besar untuk menyambut perubahan yang lebih baik. Bagaimana menurutmu?