Floyd Mayweather Jr akan dikenang sebagai salah satu petinju terbaik di dunia. Rekornya yang tak terkalahkan serta gaya bertarungnya yang unik, membuat dirinya menjadi atlit dengan pendapatan terbesar di dunia.
Banyak orang yang nyinyir dengan gaya hidupnya yang super mewah. Tapi tidak banyak yang tahu tentang penderitaan yang dialaminya.
1. Kehidupan Keras di Masa Kecil
Floyd lahir dari keluarga petinju. Ayahnya adalah Floyd Mayweather senior, pamannya adalah Roger Mayweather dan Jeff Mayweather, kesemuanya adalah petinju kelas dunia. Tapi kehidupan Floyd tidak membaik karena ketika ayahnya pensiun dari tinju, ia menjadi pengedar narkoba dan mucikari. Ibunya menjadi pecandu narkoba, serta bibinya meninggal karena AIDS. Kehidupan keluarga ini sangat berantakan. Floyd akhirnya pindah dan tinggal bersama neneknya. Di sinilah Floyd memutuskan untuk tidak akan menenggak alkohol dan drugs sepanjang hidupnya.
Di rumah neneknya, pria yang lahir pada tanggal 24 Februari 1977 ini, mulai mendapatkan kasih sayang. Walaupun begitu, ia masih tinggal di sebuah rumah sempit bersama sepupu-sepupunya yang juga dirawat oleh neneknya. Sang nenek ini pula yang melihat bakatnya dalam bertinju, dan menganjurkan Floyd untuk berlatih.
Kelak saat ia sudah kaya raya dan terkenal oleh tinju, Floyd berkata, “Aku bertinju untuk nenek. Segala kejayaan dan kekayaanku adalah untuk nenekku.”
2. Dicurangi Saat Olimpiade
Floyd berlatih keras sejak kecil. Ayahnya yang memang petinju hebat, selalu membawanya ke sasana tinju. Menurut Floyd, itulah saat di mana ia bisa akrab dengan ayahnya. Bakat Floyd sangat besar sehingga ia menjadi petinju tak terkalahkan di Amerika saat masih amatir. Ia bahkan dijuluki ‘Pretty Boy’ karena wajahnya tidak pernah bengkak atau luka. Ini karena gaya pertahanannya yang unik, hasil dari ajaran ayah dan pamannya.
Prestasi Floyd membuatnya dikirim mengikuti Olimpiade, namun ia dicurangi saat semifinal. Semua orang yakin Floyd lah pemenangnya, bahkan sang wasit pun mengangkat tangan Floyd saat pengumuman pemenang. Padahal pengumumannya berisi kemenangan bagi lawan Floyd.
Floyd menerima itu dengan lapang dada, ia menyalami semua orang dan berterima kasih. Itulah kekalahan pertamanya, dan sejak itu ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi mengalami kekalahan. Ia lalu terjun ke dunia tinju profesional.
3. Masuk Dunia Profesional
Floyd memasuki karir pro pada tahun 1996. Saat itu ia dilatih pamannya, Roger, yang menggantikan ayahnya yang dipenjara. Penampilan Floyd sangat impresif dan menuai begitu banyak pujian. Ia diakui sebagai seorang jenius tinju, dan mungkin akan menjadi ‘The Best Ever’ (yang terbaik yang pernah ada). Sikap Floyd yang manis dan menyenangkan pun disukai banyak orang. Julukannya sebagai ‘Pretty Boy‘ pun tetap dipakai orang untuk menyebut dirinya.
https://www.youtube.com/watch?v=_VnyOxrMc4Q
Floyd mengalahkan banyak petinju dan kemudian menjadi juara dunia di 6 kelas yang berbeda. Ia pernah mengalahkan Oscar De La Hoya, Arturo Gatti, Shane Mosley, Zab Judah, dan berbagai macam petinju hebat lainnya. Floyd kemudian mengganti nama julukannya dengan ‘Money’. Ia juga mulai merubah image nya yang dulunya anak manis, menjadi bengal. Di kemudian hari Floyd mengaku bahwa ia sengaja melakukannya karena ingin memberi ‘hiburan’. Semakin banyak orang yang membencinya, maka semakin banyak juga tiket yang terjual.
4. Imej Menutup Kenyataan
Dengan imej barunya, Floyd mulai dikenal sebagai petinju sombong, tukang pamer, tukang foya-foya dan lain-lain. Tapi di balik semua itu, hatinya tetap seperti yang dulu. Ia membiayai pendidikan dan kehidupan saudara-saudaranya. Menyumbang banyak uang untuk pembangunan rumah bagi orang miskin.
Terkadang ia keluar bersama beberapa sahabatnya di tengah malam untuk memberikan makanan kepada orang miskin. Memang Floyd sengaja menutup-nutupi perbuatan baik ini. Ia bahkan sering berkata “Buat apa menyumbang kalo aku bisa foya-foya”. Semua ia lakukan hanya untuk publikasi imej nya, dan menutupi amalnya. Floyd juga sering memberi uang kepada para petinju tua yang sudah pensiun dan hidup dalam kekurangan. Ia pula yang menanggung semua biaya pemakaman mereka saat mereka meninggal.
Saat pertandingannya melawan Manny Pacquaio, banyak orang menganggap ini sebagai pertandingan malaikat melawan iblis, karena Manny selama ini dianggap sebagai orang baik. Tetapi di akhir pertandingan, justru Floyd bersyukur kepada Tuhan, dan ia pun memuji Manny. Sangat berbeda dengan Manny yang malah menuduh Floyd curang dan hanya bisa ‘lari-lari’ saja.
5. TBE ‘The Best Ever‘
Bagi sebagian orang, sebutan ‘The Best Ever’ ini mungkin terlalu berlebihan. Tetapi berbagai pengamat tinju memang mengakui bahwa Floyd memang adalah yang terbaik. Di umurnya yang sudah hampir 40, performanya tetap stabil. Ia pun tidak terkalahkan. Ini sangat susah karena untuk olah raga tinju, usia 30 tahun saja sudah mulai dianggap tua.
Untuk mereka yang salah paham, Floyd dianggap hanya bisa menghindar dan lari seperti pengecut. Gaya Floyd yang defensif memang membuatnya susah dipukul dan terlihat licin. Tapi teknik yang diperagakannya bukan lah sebuah teknik gampang yang mudah ditiru orang. Sampai sekarang banyak orang yang gagal untuk meniru tekniknya, karena dibutuhkan bakat yang besar, refleks yang tinggi, seperti kejeniusan tersendiri. Ia juga diakui sebagai petinju yang mampu melakukan adaptasi terhadap keadaan di ring. Apapun strategi lawannya, Floyd akan mampu menemukan cara untuk menaklukkan strategi itu.
Floyd Mayweather junior akan dikenal dunia sebagai ‘The Best Ever‘ saat ia sudah tidak ada nantinya. Untuk sekarang ini, orang lebih suka nyinyir dengan gaya sok-sokannya. Tidak apa-apa, legenda akan tetap menjadi legenda. Dan Floyd adalah salah satu legenda dunia tinju yang tak dapat dipungkiri.