Ramadan memang jadi salah satu momen yang paling dinantikan oleh umat Islam. Terutama di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, jadi wajar banyak kegiatan khas daerah masing-masing yang sering dilakukan. Mulai dari meriam saat menjelang buka, ngabuburit hingga membangunkan sahur oleh para anak muda. Yang jelas, masing-masing daerah punya ciri khas tersendiri.
Nah ternyata hal itu pula yang bisa ditemui di Papua loh. Meskipun mayoritas beragama Kristen ,namun ternyata banyak pula pemeluk Islam di sana. Saat Ramadan tiba, ada sebuah tradisi rutin yang jadi simbol toleransi antar agama di Papua. Lalu apakah itu? Biar gak penasaran, simak ulasan berikut.
Datangnya Islam ke Papua dari banyak sumber
Masyarakat Papua memang mayoritas memeluk agama Kristen, namun ternyata juga banyak yang beragama Islam. Masuknya sendiri Islam ke sana, ternyata sempat menjadi perdebatan bagi para ahli karena sama-sama memiliki bukti yang kuat. Salah satunya, seperti yang dilansir dari laman Republika, masuknya Islam ke Papua bagian barat berhubungan dengan pengaruh Kesultanan Tidore waktu itu.
Ada pula yang mengatakan kalau Islam datang di sana tahun 1224 dibawah oleh Tuan Syekh Iskandar Syah. Namun terlepas dari berbagai perbedaan teori itu, pada masa Soekarno lah Islam mulai menyebar dengan pesat. Karena pada waktu itu, beliau sempat mengirimkan beberapa pekerja yang beragama Islam ke sana dan mereka menyebarkan Islam.
Orang Lembah Baliem banyak yang muslim
Suku Dani di Lembah Baliem, Papua, mungkin jadi salah satu persebaran Islam di sana. Meskipun bukan mayoritas, namun para pemeluk Islam di sana lumayan banyak. Dilansir dari laman Tempo, orang-orang Dani yang memeluk Islam sebagai agama barunya tak serta merta meninggalkan budaya dan tradisi yang selama ini dianut.
Mereka tetap melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, namun dalam segala ibadahnya tidak bertentangan dengan adat. Pun demikian dengan sebaliknya, adat tidak berbenturan dengan ajaran agama. Sekali pun ada yang diganti mungkin hanya hal-hal kecil yang tidak mengganggu kedua aspek itu. Misalnya, dulu ada sebuah tradisi yang menggunakan babi, kini diganti ayam dan makanan halal.
Budaya menyambut Ramadan yang penuh makna
Layaknya di daerah-daerah lain, masyarakat yang beragama Islam yang ada di suku Dani punya cara sendiri dalam merayakan Ramadan. Salah satunya adalah tradisi bakar batu yang terkenal di masyarakat Papua. Dilansir dari laman Tempo, jika umumnya babi yang digunakan dalam tradisi ini, maka ayam dipilih oleh masyarakat suku Dani muslim.
Para wanita akan mempersiapkan bahan-bahan yang akan dimasak, nah sedangkan laki-laki mengumpulkan batu dan rumput untuk memasak ayamnya. Jika semua sudah siap, ayam dibakar dalam batu selama tiga jam lamanya supaya benar-benar matang dan berasa. Wah, seru juga buat ngabuburit ya!
Sebuah simbol toleransi di tanah Papua
Sejatinya, tradisi bakar batu oleh masyarakat muslim suku Dani ini bermakna lebih dari sekedar budaya. Ya, dalam pelaksanaannya banyak warga Nasrani yang ikut membantu mereka. Meskipun mereka memiliki latar belakang agama yang berbeda, namun semua bersatu untuk saling membantu.
Para warga Nasrani pun siap datang ke halaman masjid sekaligus ngabuburit bersama yang lainnya. Nah, setelah azan tiba dan ayam dirasa telah matang, semua makan bersama tanpa memandang status. Sungguh jadi pemandangan yang sangat indah, bukti bagaimana toleransi itu benar-benar terjaga di sana.
BACA JUGA: 10 Potret Indah Toleransi Beragam Saat Ramadan: Bukti Kalau Bulan Suci Menyatukan Umat
Melihat toleransi yang ada di suku Dani di Papua ini tentunya bisa menginpsirasi kita. Meskipun berbeda agama, namun bukan berarti bermusuhan, justru hal itu jadi kesempatan untuk saling menghargai perbedaan. Apalagi kita bertanah air satu, Indonesia tercinta.