Dewi Sandra termasuk salah satu artis Indonesia yang memiliki lika-liku perjalanan hidup nan tidak mudah. Sempat sangat populer sebagai VJ di zamannya, kemudian sempat gagal berumah tangga, hingga kisah hijrah yang membawa pada kehidupannya kini.
Siapa sangka, rezeki Dewi Sandra malah semakin mengalir setelah melakukan refleksi dan membenahi diri secara spiritual. Nah, ternyata hal ini juga berpengaruh dalam perkembangan pola pikir menjalani kehidupan. Baru-baru ini, Dewi Sandra sharing pada Daniel Mananta mengenai konsep nafkah dari suami.
Dalam kesempatan itu, Dewi Sandra mengatakan, “Sebagai istri, gue nggak boleh menuntut hak gue. Karena gue harus memberikan kewajiban gue. Hak yang seharusnya aku dapat, saya tidak mengharapkannya dari kami, tapi saya mengharapkannya dari Allah.”
Kendati hal ini menunjukkan ilmu ikhlas yang cukup tinggi, siapa sangka tak sedikit publik yang menyanggah pandangan Dewi Sandra. Salah satunya karena latar belakang sang artis yang dipandang tidak sama dengan orang kebanyakan. Tapi, tak sedikit pula yang kagum dengan pandangan hidupnya kini.
Bagaimana perjalanan pelantun lagu ‘Buktikan’ ini hingga bisa mencapai titik ikhlas yang dimaksudnya? Berikut ulasannya.
Jatuh bangun pernikahan Dewi Sandra
Mantan rekan Bertrand Antolin dalam sebuah program musik ini pernah dua kali gagal membina rumah tangga. Pertama dengan Surya Saputra dan yang kedua dengan Glenn Fredly. Namun, hal ini tak membuat Dewi urung mencari kembali pasangan hidup. Tahun 2011, Dewi Sandra dipersunting pengusaha bernama Agus Rahman.
Sempat disebut beberapa kali ganti keyakinan hingga akhirnya berhijrah dan menikah, ternyata jalan kehidupan Dewi mulai mulus. Karirnya kembali berlanjut dan gemilang, rumah tangga jauh dari gosip dan termasuk hidup mapan. Ia juga menjadi brand ambassador makeup halal dan salah satu inspirator hijab di Indonesia.
Cara Dewi Sandra mengharapkan nafkah
Buat yang pernah nonton filmnya, Dewi Sandra kerap didapuk untuk memerankan muslimah dan istri yang menerima takdirnya. Meski sebagian hanya fiktif, namun sebagian dari karakter itu memang ada pada Dewi Sandra. Ia menggambarkan perumpamaannya pada Daniel Mananta, “Contoh ya contoh. Lu punya kewajiban dong untuk ngasih uang belanja. Misalnya. Tapi ternyata suamiku enggak memberikan aku uang belanja. Apakah aku tidak melakukan kewajiban? Tidak boleh. Tugas aku melakukan kewajiban. Tetep melayani, tetep ini, tetep itu, untuk hak misalnya dapet uang belanja, gue mintanya sama Allah.”
Aku blm smp ke tahap ini 😭 pic.twitter.com/k5ZlUpT1uW
— Bu Carik (@luviku) February 21, 2021
Pamungkasnya, Dewi Sandra menjelaskan bahwa haknya itu dijamin oleh Allah SWT sehingga ia akan meminta padaNya. Sebab menurut wanita yang lahir di Brasil itu, sebaiknya jangan mengharapkan hak kita pada manusia.
Dianggap beda level dan punya previllege
Apa yang disampaikan oleh Dewi Sandra ini ternyata menuai beragam pendapat. Salah satunya adalah menyoroti kondisi sang artis yang memang kini memiliki pendamping hidup nan mapan. Sehingga uang nafkah dan keberuntungan lainnya bisa mengikuti. Kondisi ini dianggap tidak akan sama pada mereka yang dari kondisi perekonomian biasa saja.
Selain itu, perumpamaan nafkah sebagai hak ini cukup sensitif bagi rumah tangga yang kondisinya berbeda. Misalnya ada ketidaksewenang-wenangan atau masalah yang memantik seorang istri ingin berpisah. Karena seolah-olah dianggap tidak ikhlas menjalani perannya.
Pendapat lain yang meluruskan
Beberapa netizen punya pendapat berbeda. Salah satunya meluruskan bahwa inti yang disampaikan oleh Dewi Sandra adalah mengenai bergantung kepada Allah SWT alih-alih berharap pada manusia. Sedangkan mengenai nafkah, itu hanya salah satu contoh yang diambil.
Ada pula yang sepakat bahwa contoh perumpamaan Dewi Sandra memang agak kurang sesuai untuk diterima seluruh kalangan. Meski demikian, nilai baik yang masih bisa dipetik adalah jangan mengharapkan apa-apa pada orang lain, tapi kembali pada Maha Pemilik Segalanya.
BACA JUGA: Bocoran 5 Seleb Indo yang Dapat Uang Jajan dari Suami, Jumlahnya Bikin Ngeri!
Perbedaan sudut pandang itu hal yang biasa. Intinya, hal yang baik bisa dipetik, sedangkan yang tidak sesuai bisa kita lewatkan atau ganti dengan yang lebih cocok.