Keputusan untuk menjalankan Pilkada serentak sudah bulat. Dalam hitungan hari, Indonesia akan menggelar ‘pesta rakyat’ di tengah situasi pandemi. Pemerintah yakin acara ini terselenggara dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sementara itu, pihak petugas KPPS di lapangan juga sudah wara-wiri selama beberapa bulan belakangan untuk memastikan hari H pemungutan suara siap digelar.
Kalau masih ingat, tahun lalu menjadi salah satu gelaran pemungutan suara yang cukup kelam. Mengingat jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia sangat banyak dan sebagian besar adalah karena kelelahan.
Mempersiapkan pilkada di tengah pandemi
Petugas KPPS adalah yang paling sibuk dalam masa persiapan hingga penghitungan suara. Ada kalanya mereka kehilangan libur hingga jam tidur. Bahkan di tahun 2019 lalu, 894 petugas KPPS gugur dalam tugas hingga menimbulkan keprihatinan.
Selain belajar dari kejadian tersebut, agaknya petugas KPPS tahun ini semakin bergelut dengan maraknya kasus Corona. Ratusan orang telah dikabarkan reaktif Covid-19, dan ditangani dengan swab test untuk memastikan kondisinya. Komisioner KPU RI, Ilham Saputra, mengatakan bahwa kasus reaktif belum tentu terpapar. Lagipula teman-teman di KPPS sudah berkoordinasi dengan Satgas daerah setempat untuk menanggulangi hal tersebut.
Ada rencana petugas KPPS masuk ke ruang isolasi
Baru-baru ini KPU juga mensosialisasikan bahwa pasien Covid-19 tidak akan kehilangan hak pilih. Oleh karena itu, nantinya akan ada 2 petugas KPPS yang menggunakan APD dan masuk ke ruang isolasi beserta saksi, untuk melaksanakan pemungutan suara.
Sayangnya, hal ini dinilai kurang simpatik oleh publik. Melongok pada jagad media sosial Twitter, mereka berpendapat bahwa sudah banyak nakes professional yang menggunakan pelindung saja masih berisiko tinggi terpapar. Apalagi jika orang awam dimasukkan ke wilayah dengan potensi infeksius, dinilai akan membahayakan yang bersangkutan.
Tanggapan tegas Epidemiolog UI pada KPU
Kritik pada rencana petugas KPPS diterjunkan ke tempat perawatan pasien Covid-19, bukan hanya disuarakan oleh masyarakat awam, namun juga aktivis seperti Melanie Soebono hingga para dokter yang merasa miris tentang keberlangsungan Pilkada nantinya. Tak hanya itu, Epidemiolog dari UI, Pandu Riono juga meminta KPU tidak melakukan hal tersebut karena tidak sesuai dengan SOP atau ketentuan di rumah sakit.
Melansir dari Tirto, hal ini dianggap akan membahayakan kondisi kedua belah pihak, yakni pasien yang tengah dalam perawatan, serta petugas KPPS yang rawan terpapar. Seperti yang kita ketahui protokol kesehatan ketat saja masih sering kecolongan, sehingga inisiatif memungut suara pasien dinilai tidak efektif. Apalagi pasien belum tentu dalam kondisi sadar penuh.
Jika Sobat Boombastis termasuk sebagai panitia KPPS atau nantinya akan mengikuti Pilkada, pastikan untuk menerapkan jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan, ya. Untuk menghindari paparan dan membawa virus pada orang-orang di rumah. Sambil menunggu kepastian apa yang akan diambil oleh pemangku kebijakan di tengah kasus harian sudah mencapai 8.369 case per tanggal 3 Desember 2020 ini.