Menteri Pendidikan Nadiem Makarim akhirnya memberikan keleluasaan pada pemda setempat, kepala sekolah, serta orang tua murid untuk menentukan sendiri boleh atau tidaknya sekolah dibuka. Hal ini karena mempertimbangkan kondisi pasca PJ J(Pendidikan Jarak Jauh) sejak Maret 2020 yang menuai banyak keluhan.
Indonesia memang terdiri dari banyak daerah dengan kondisi yang tidak merata secara akses internet dan perkembangan ekonomi. Ditambah lagi zona resiko pandemi beragam, sehingga memukul rata PJJ ke seluruh wilayah ujung-ujungnya malah membuat para guru, murid dan orang tua kelimpungan.
Belum selesai menanggulangi hasil swab test yang kurva positifnya tak kunjung melandai, belakangan muncul kerumunan dan keramaian yang bikin gaduh publik. Merasa ada ketidakadilan perlakuan, muncul kritikan kenapa keramaian tersebut dibiarkan sementara sekolah tak kunjung dibuka. Apa sajakah itu?
Keramaian kampanye pilkada
Rencana digelarnya Pilkada di tengah pandemi diwarnai dengan kemelut. karena seolah mendahulukan politik ketimbang kesehatan dan keselamatan masyarakat. Belum lagi adanya laporan mengenai kampanye yang mengundang kerumunan tanpa protokol kesehatan. Menanggapi hal ini, pemerintah tidak mengubah keputusannya dan menyebutkan kalau pilkada akan tetap digelar dengan memperketat protkes saat kegiatan berlangsung.
Keramaian menjemput HRS
Pulangnya Habib Rizieq Shihab mengundang kerumunan massa bagi pengikut fanatiknya. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan menerapkan physical distancing dan penggunaan masker. Hal ini memancing rasa geram banyak pihak, salah satunya adalah mereka yang protes mengapa kerumunan tersebut diperbolehkan, sementara sekolah tidak kunjung dibuka.
Acara pernikahan anak HRS
Satu lagi yang masih menyangkut kegaduhan semenjak pulangnya Habib Rizieq Shihab adalah pernikahan sang anak yang konon mengundang 10.000 orang. Netizen yang taat protkes dan sudah jenuh dengan PJJ di rumah pun mempertanyakan kenapa acara dengan peserta sebanyak itu mendapat izin, sementara sekolah yang tidak sampai 1.000 orang tidak kunjung ada keputusan untuk segera dibuka. Tak hanya insan pendidikan, mereka yang merupakan musisi dan bergerak di bidang olahraga serta event organizer pun merasa gerah dengan pemberitaan tersebut.
Tempat rekreasi dibuka
Dengan sangat hati-hati pariwisata kembali dijalankan oleh pemerintah untuk mengimbangi kondisi perekonomian, meski terkesan tidak sesuai anjuran untuk di rumah saja. Sama dengan poin-poin sebelumnya, orang tua dan guru ada yang bertanya-tanya kenapa sekolah tidak digelar secara tatap muka saja bila ujung-ujungnya ada akses publik kembali dibuka.
Memang dilematis menerapkan pendidikan tatap muka saat pandemi belum menunjukkan adanya pelandaian. Meski banyak yang ingin sekolah segera dibuka, masih ada juga orang tua yang lebih memilih repot sedikit, daripada buah hatinya terpapar corona.
Sedangkan bagi mereka yang terdampak pandemi, seperti PHK atau memang keterbatasan secara ekonomi, PJJ bukan hanya melelahkan namun juga menimbulkan banyak masalah. Mulai dari kesulitan sarana smartphone, laptop, internet, bahkan untuk membeli kuota.
Guru pun energinya terkuras lahir batin karena selain sistem evaluasi siswa harus dibuat sesimple mungkin, tak jarang mereka pun menerima keluhan orang tua siswa. Jika memang jadi diselenggarakan, semoga penerapan pendidikan tatap muka tetap terselenggara dengan aman ya, Sobat Boombastis.