Ramai di media sosial video tentang seorang oknum berpakaian polisi brimob membanting kucing ke dalam parit. Dari video berdurasi 19 detik itu, ditengarai ia mengeluhkan ulah kucing yang buang kotoran sembarangan. Sedangkan setelah melalui penyelidikan, diketahui pelaku kesal lantaran kucing tersebut merebut makanannya.
Sontak video tersebut mengundang riuh amarah warganet, baik pecinta kucing maupun bukan. Menyiksa atau menyakiti hewan domestik seperti anjing atau kucing memang tidak dibenarkan. Apalagi dengan seragam yang dikenakan oleh pelaku tersebut, jadi mencoreng citra instansi terkait.
Bahkan belum lama dari ini, jagad maya sempat dibuat murka dengan kelakuan tiga perempuan yang menginjak anak kucing hingga kehilangan nyawanya. Peristiwa semacam ini membuat netizen mempertanyakan di mana nurani pelaku.
Selain itu, mengapa seseorang bisa begitu tega menyakiti hewan? Misalnya dengan sengaja membanting atau menginjak kucing. Atau bahkan dengan bangga menunjukkan hasil buruan berupa hewan-hewan eksotik yang dilindungi, seperti yang beberapa tahun lalu marak muncul di media sosial. Ternyata, hal tersebut ada penjelasan ilmiahnya, Sobat Boombastis.
Kecenderungan psikologis orang yang menyiksa hewan
Ternyata kecenderungan seperti ini tak lepas dari faktor psikologis seseorang. Di mana perilaku bisa jadi merupakan buah dari apa yang mengakar dalam pikiran. Menurut Canadians for Animal Welfare Reform, bahkan ada dua jenis penyiksa binatang, yakni yang pasif (misalnya menyekap dan menelantarkan, tidak memberi makan dalam waktu lama) hingga yang aktif di mana tujuannya memang ingin menyakiti hewan tersebut.
Kemungkinan pelaku pernah mengalami penindasan/kekerasan
Psikolog Yulius Steven, M.Psi dari Sahabat Karib pada Medcomm, pernah menuturkan bahwa salah satu dorongan orang melakukan kekerasan pada hewan yang lebih lemah adalah untuk merasa lebih superior. Ada kemungkinan bahwa pelaku sendiri pernah mengalami penindasan atau sikap brutal dari orang lain. Oleh karena itu, pelaku memilih menyakiti hewan sebagai bentuk pelampiasan. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti karena berpotensi melebar dampaknya, misalnya KDRT pada pasangan atau anak jika di lingkungan terdekat.
Indikasi anti sosial dan psikopat
Dr. Philiph Kavanagh pernah mendalami studi di mana sifat psikopat berhubungan dengan niat seseorang yang tidak segan menyakiti hewan. Beberapa kisah nyata di mana kasus pembunuh berantai berkaitan dengan perilaku menyakiti hewan adalah pada kasus Jeffrey Dahmer dan Mary Bell. Keduanya memiliki riwayat menghabisi dan memutilasi hewan atau mencekik merpati hingga mati di saat masih kanak-kanak.
Meski tidak selalu, tapi perilaku menyiksa atau menyakiti binatang menjadi salah satu indikasi adanya Anti social personality disorder. Misalnya saat ia mulai acuh pada norma yang berlaku di lingkungannya, hingga yang mengkhawatirkan adalah pelaku mulai berani menyakiti orang lain di sekitar tanpa merasa bersalah setelahnya.
Kondisi seperti ini perlu menjadi perhatian orang-orang terdekat. Misalnya orang tua kepada anak yang menunjukkan sikap atau perilaku tersebut, atau kasus kekerasan pada pasangan, baik yang masih pacaran hingga sudah menikah.
Kondisi ini memerlukan pemantauan, pertolongan dan pendampingan sedini mungkin dari ahlinya serta didukung oleh lingkungan yang suportif. Karena dengan demikian bisa mencegah adanya potensi yang bersangkutan menjadi lebih agresif.