Kekuatan militer Cina pada saat ini memang seolah tak tertandingi karena keberaniannya menentang hegemoni Amerika Serikat sebagai negara adidaya. Dilengkapi dengan deretan alutsista modern yang merata di tiga matra (darat, laut, dan udara), Cina menunjukkan kelasnya sebagai negara yang memiliki kekuatan militer terbesar di kawasan Asia.
Namun di balik kedigdayaan tersebut, beberapa kelemahan justru mulai muncul satu per satu di tubuh militer Cina. Hingga saat ini, hal tersebut dianggap sebagai salah satu celah lewat analisis yang dilakukan pengamat kemiliteran. Mulai dari korupsi di internal militer, hingga kekurangan tenaga ahli di lapangan.
Minimnya pengalaman tempur yang dimiliki oleh militer Cina
Pasukan China saat ini tidak memiliki pengalaman bertempur. Itulah analisis yang dikeluarkan oleh Pakar dan peneliti pertahanan di lembaga non-profit RAND Corporation, Timothy Heath yang diunggah oleh National Interest pada Senin (7/9). Heath mengatakan, lompatan teknologi militer Cina yang mengesankan berbanding terbalik dengan minimnya kemampuan personelnya untuk mengoperasikan alat-alat tempur yang ada.
Adanya korupsi di kalangan perwira militer Cina
Korupsi adalah borok bagi kemajuan sebuah negara. Masalah ini pula yang terjadi di internal militer Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA). Di mana para perwiranya doyan melakukan korupsi hingga berujung pemecatan. Gejala ini mulai dirasakan ketika Cina dipimpin oleh Jiang Zemin yang merangkap Ketua Komite Militer Pusat. Beberapa perwira tinggi PLA seperti Jenderal Xu Caihou dan Jenderal Guo Boxiong, dipecat pada 2012 silam karena ketahuan korupsi.
Pengaruh reorganiasi PLA oleh Partai Komunis yang bermuatan politis
Skandal korupsi di tubuh PLA memang memiliki pengaruh yang signifikan pada militer. Hingga masuk di era Xi Jinping, petinggi Partai Komunis Cina itu melakukan re-oganisasi di tubuh militer dan memerintahkan investigasi secara masif terhadap PLA. Reformasi besar-besaran di tahun 2015 itu membuat militer Cina harus beradaptasi dengan aturan baru seperti restrukturisasi rantai komando, modernisasi senjata, hingga kontrol Partai secara penuh terhadap keputusan tempur pada masing-masing angkatan bersenjata.
Kekurangan pilot untuk mengawaki alutsista udara yang jumlahnya melimpah
Pesatnya kemajuan teknologi alutsista Cina ternyata tidak dibarengi dengan pengadaan SDM yang mumpuni. Alhasil, beberapa sektor kekurangan personel untuk mengoperasikan alutsista tempur yang ada. Salah satunya dari matra udara PLA yang kekurangan pilot pesawat tempur dan pilot helikopter berbasis kapal induk. Defisit personel ini berusaha ditutupi dengan mengadakan perekrutan besar-besaran.
Para veteran perang yang akan segera memasuki masa pensiun
Konflik terakhir yang dialami Cina adalah saat mereka dikalahkan oleh militer Vietnam pada pertempuran besar di tahun 1979. Kekalahan tersebut hingga saat ini masih menghantui PLA karena upaya mereka membangun reputasi sebagai kekuatan bersenjata akan terasa sia-sia. Hal tersebut ditambah dengan pensiunnya para veteran yang terlibat dalam pertempuran tahun 1979 tersebut. Praktis, generasi militer Cina saat ini benar-benar buta pengalaman tempur.
BACA JUGA: 5 Fakta Kekuatan Militer Tiongkok Ini Harus Diwaspadai Indonesia
Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, tentu Cina tertinggal jauh soal pengalaman tempur. Perang Dunia I, II, Perang Dingin, Perang Irak dan serangkaian operasi di negara-negara konflik, membuat AS memiliki cukup sumber daya, pendidikan, dan latihan yang terus menerus diperbaharui. Prajurit pun mendapatkan doktrin militer sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Inilah tantangan yang dihadapi oleh Cina jika ingin menjadi negara Adikuasa seperti Amerika Serikat.