Perjalanan panjang satuan Pasukan Katak (Paska) sebagai tentara spesialis laut memang penuh dengan kisah-kisah heroik. Sejak terbentuk pada 31 Maret 1962 oleh Presiden Sukarno, sang ‘Manusia Katak’ ini menjadi andalan TNI AL yang kala itu masih bernama Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).
Salah satu dari sekian banyak misi yang dijalankan Oleh Paska adalah pada saat berlaga di dalam Operasi Trikora menghadapi kekuatan laut AL Belanda. Tak hanya melancarkan misi pertempuran senyap seperti pengintaian, intelijen, dan penyusupan, tapi juga menggunakan taktik torpedo manusia (torpedo berjiwa).
Torpedo manusia sendiri dilakukan oleh sepasukan ‘Manusia Katak’ yang berpangkalan di Teluk Peleng, Sulawesi. Hal ini diawali dari pimpinan mereka yang kala itu dijabat oleh Mayor Urip Santosa atau dipanggil Mayor Urip yang sempat mendapat perintah, yakni mencoba menggunakan torpedo manusia (human torpedo) dalam misi yang akan datang
Meski sempat ragu-ragu karena belum pernah mendengar sebelumnya, jelas perintah tersebut tidak bisa ditolak oleh dirinya. Minimnya pengalaman membuat Mayor Urip memutar otak untuk mewujudkan torpedo manusia tersebut. Uji coba pun disiapkan dengan melibatkan sukarelawan yang tak lain adalah anak buah Mayor Urip sendiri.
Menggunakan speedboat bermesin tempel berkekuatan 50 TK, uji coba dilakukan di lautan terbuka bersama dengan para sukarelawan. Sebelumnya, Mayor Urip pernah mendengar tentang sebuah eksperimen militer yang bernama proyek Y, yakni sebuah torpedo berisi 100 kg TNT yang pergerakannya dikendalikan langsung oleh manusia.
Saat dijalankan, ujung torpedo diangkut dengan menggunakan speedboat kecil bermesin tempel 100 TK. Manusia yang mengendalikan torpedo tersebut secara manual, bertugas mengarahkan benda tersebut menuju sasaran dengan membenturkan ujung torpedo hingga meledak.
Namun sebelum meledak, pengemudi torpedo bisa menyelamatkan diri dengan menggunakan kursi lontar. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan tersendiri bagi Mayor Urip saat menguji teknik tersebut. Masalahnya, torpedo yang digunakan tak memiliki kursi lontar sehingga sukarelawan harus lompat sendiri sebelum meledak.
Pada uji coba pertama, detonator ternyata tidak berfungsi sehingga torpedo gagal meledak. Keberhasilan uji coba tersebut baru terlaksana setelah yang kedua kalinya, di mana torpedo berisi 100 kg TNT berhasil meledak setelah diakali dengan seperangkat alat demolisi dan sedikit modifikasi.
Uji coba positif tersebut kemudian dilaporkan pada Panglima ATA-17, Komodor Sudomo, yang ternyata tak memberikan komentar apa pun. Di kemudian hari, Mayor Urip merasa bersyukur lantaran Operasi Jayawijaya secara resmi dibatalkan oleh Mayor Jenderal Soeharto.
Hal ini terjadi setelah adanya kesepakatan damai antara Indonesia dan Belanda yang kemudian ditindaklanjuti dengan gencatan senjata. Padahal, uji coba torpedo manusia yang dilakukan Mayor Urip sedianya akan digunakan dalam misi di Irian Barat tersebut. Namun seandainya Operasi Jayawijaya jadi dilakukan, kecil kemungkinan dari para sukarelawan tersebut akan selamat dan jelas bakal bikin Belanda ketar-ketir.
BACA JUGA: Kopaska, Pasukan Elit Indonesia Spesialis Laut yang Kemampuannya Ngeri
Kisah di atas menjadi salah satu catatan penting bagi perjalanan Pasukan Katak (Paska) yang kini berubah menjadi Komando Pasukan Katak (Kopaska). Hingga saat ini, keberadaan pasukan elit andalan TNI AL itu menjadi salah satu kekuatan militer Indonesia yang disegani karena keahliannya dalam pertempuran spesialis laut.