Peristiwa pembunuhan massal yang terjadi di tahun 1965-1966, mernjadi lembaran hitam bagi sejaraha perjalanan bangsa Indonesia. Di era itulah, kaum kiri (simpatisan komunis) atau mereka yang dituduh sebagai pendukungnya, menemui ajal dengan tragis. Peristiwa ini pula yang mengangkat nama seorang Anwar Congo, yang kelak dikenang sebagai penjagal paling mengerikan di zamannya.
Dalam sebuah kisahnya yang dikutip dari majalah.tempo.co, ia berkisah soal sepak terjangnya membasmi mereka yang dianggap (atau dituduh) sebagai pendukung komunisme. Bahkan, dirinya dengan bangganya tanpa rasa bersalah memeragakan adegan demi adegan dalam sebuah film dokumenter. Siapa Anwar Congo sebenarnya?
Seorang preman bioskop di Medan yang berubah menjadi sosok jagal
Keluar dari bangku sekolah pada usia 12 tahun menjadikan sosok Anwar akhirnya bersentuhan dengan dunia hitam. Ia pun dikenal sebagai preman Medan Bioskop yang menguasai distribusi karcis gelap di sana. Dalam risetnya, sutradara Joshua Oppenheimer yang menggarap film dokumenter tentang sepak terjang Congo menemukan fakta mengejutkan.
Hilangkan 1.000 nyawa dengan pasukan kodok yang dipimpin oleh dirinya
Bersama teman-teman sepermainannya saat remaja seperti Adi Zulkadry, Anwar mulai melakukan serangkaian teror seperti penangkapan, penyiksaan, hingga pembunuhan oleh mereka yang dianggap sebagai simpatisan kiri (komunis). Dilansri dari bbc.com, pria kurus berambut putih ini diperkirakan telah membunuh sedikitnya 1.000 orang, meskipun beberapa orang memperkirakan jumlahnya bahkan lebih tinggi.
Sepak terjang Anwar Congo diangkat ke film dokumenter oleh sutradara asing
Sutradara Joshua Oppenheimer yang menggaraf film dokumenter The Act of Killing (2012) mengikuti aktivitas Congo. Pria dengan reputasi sebagai jagal bagi ratusan orang yang berhaluan kiri itu, diminta menceritakan sepak terjangnya yang selama ini tak tersentuh realitas sejarah di Indonesia. Bahkan dengan riangnya, Congo dengan lugas dan tanpa perasaan bersalah dengan lancar memerankan adegan demi adegan yang ada.
Punya metode ‘berdarah’ yang digunakannya untuk membunuh dengan senyap
Salah satu scene dalam film The Act of Killing (2012) yang mungkin membuat kita bergidik adalah, saat dirinya memberikan cara membunuh yang efektif dengan senyap. Berbekal sebua kayu dan seutas kawat, Congo memeragakan cara membunuh manusia lainnya dengan metode miliknya tersebut. Tanpa darah dan cepat, ia menyelingi aksinya itu sembari bergoyang cha-cha di bawah pengaruh alkohol dan mariyuana.
Sosoknya akan terus dikenang sebagai pelaku pembantaian massal di masa lalu
Lembaran hitam soal pembantaian massal di era 60-an itu memang telah berlalu. Namun tidak untuk sosok Anwar Congo. Pria renta itu dianggap sebagai bagian penting yang menyeruak di antara genangan darah para korban yang meregang nyawa di tangannya. Kini, saksi sejarah itu telah tutup usia. Meninggalkan dunia fana ini pada 25 Oktober 2019 dalam usia 82 tahun.
BACA JUGA: 5 Tragedi Genosida Paling Mengerikan yang Pernah Terjadi di Indonesia!
Peristiwa pembantaian massal yang melibatkan sosok Anwar Congo di atas, memang menjadi sebuah realita sejarah yang sangat pedih. Rahasia masa lalu yang tadinya tersimpan rapat selama beberapa puluh tahun, akhirnya terbongkar atas pengakuan jujurnya yang dikemas dalam sebuah film dokumenter.