Keterbasan fisik yang dialami, mungkin kerap dianggap sebagai penghalang bagi sebagian orang. Namun, hal tersebut nyatanya tak berlaku bagi sosok Joko Murtanto. Dilandir dair Detik, difabel asal Sragen, Jawa Tengah ini bahkan bisa berkarya dan berbagi manfaat bagi orang lain.
Meski dirinya memiliki kekurangan, rasa perhatian Joko terhadap sesama tak luntur. Berawal dari keprihatinannya pada anak-anak tidak mengenyam pendidikan di usia dini, ia pun lantas mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk menampung mereka. Pahit manis pun dijalaninya dalam keseharian sembari berbagi dengan sesama. Simak cerita inspiratifnya di bawah ini.
Sosok difabel yang tak menyerah dalam hidupnya
Kondisi Joko yang dalam istilah medis disebut arthrogryposis, tak membuatnya parah semangat. Hal ini dibuktikannya dengan mengikuti pendidikan formal sampai tingkat menengah di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Solo, kemudian melanjutkan di SMA Muhammadiyah 6 Solo. Selepas sekolah, sempat bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah perusahaan.
Memilih sektor kreatif dan sukses menjadi seorang pengusaha
Joko yang merasa tak cocok, kemudian memilih keluar dari tempatnya bekerja. Ia pun menekuni sektor kreatif dengan membuat karikatur. Bahkan, hasil karyanya sempat dipesan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Dari usaha itulah, Joko menghidupi keluarganya. “Tapi mayoritas pemesan karya saya dari instansi dan perusahaan. Saya jual paling murah Rp 250 ribu per foto, paling mahal Rp 1,5 juta, ujar Joko yang dikutip dari Detik.
Dirikan PAUD karena merasa resah dengan kondisi anak-anak di sekitarnya
Meski telah aman secara finansial, hal tersebut nyatanya tak membuat Joko merasa tenang. Hal ini terjadi karena ia melihat masalah sosial di wilayahnya, di mana masih banyak anak-anak yang tidak mengenyam bangku pendidikan usia dini karena kurangnya fasilitas tersebut. Berangkat dari hal itu, Joko pun mendirikan sendiri PAUD Yasmine pada 3 Januari 2019, dengan lima orang anak sebagai murid pertamanya.
Sempat dicibir dan dipandang saat pertama merintis PAUD
Kondisi PAUD milik Joko sendiri bukan bertempat di sebuah gedung layaknya tempat pendidikan. Untuk kebutuhan kegiatan belajar-mengajar, ia memanfaatkan ruang tamu milik sang kakak. Meski telah berupaya, anyak masyarakat yang skeptis, bahkan mencibir. “Semua teman difabel pasti pernah merasakan skeptisme masyarakat. Hanya tinggal bagaimana kita bisa menunjukkan (kepada masyarakat), ujarnya yang dikutip dari Detik.
Memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan
Perlahan, apa yang dilakukan oleh Joko tersebut mulai terasa. Seiring berjalannya waktu, siswanya terus bertambah hingga kini mencapai 23 orang. Joko pun akhirnya merelakan rumah priadinya dijadikan sekolah. Meski demikian, ia berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi inspirasi. Bahwa dengan bermodal tekad yang kuat, penyandang disabilitas mampu hidup mandiri, bahkan berguna bagi orang lain.
BACA JUGA: Cerita Abdoel Jabbar, Ketua Akar Tuli dan Fotografer Handal Meski Ia Tak Bisa Mendengar
Berbekal kepedulian dan semangat untuk berbagi kebaikan dengan sesama, Joko berhasil menunjukkan bahwa dirinya juga bisa sukses meski menjadi penyandang disabilitas. Tak dinikmati sendiri, ia bahkan sanggup berbagi dengan sesama lewat PAUD yang ia dirikan. Sebuah prestasi yang belum tentu bisa dilakukan oleh mereka yang normal. Luar biasa ya Sahabat Boombastis.