Dikenal sebagai wilayah yang kaya akan minyak, Arab Saudi merupakan negara yang sangat berpengaruh dalam mengatur pasokan komoditas tersebut ke seluruh dunia. Namun baru-baru ini, diberitakan bahwa salah satu kilangnya diserang oleh sebuah drone militer hingga mengakibatkan ledakan dahsyat. Dilansir dari CNN Indonesia, peristiwa tersebut membuat harga minyak dunia melonjak hingga hampir 15 persen.
Keberadaan Aramco sendiri memang sangat vital bagi negara seperti Arab Saudi, yang sangat bergantung pada hasil minyak buminya Saking pentingnya, perusahaan tersebut bahkan menjadi ladang penghasil uang bagi para pangeran dan pemasukan negara. Jelas, peristiwa serangan drone yang terjadi baru-baru ini bisa menjadi pukulan telak bagi Arab Saudi. Lantas, seperti apa sosok Aramco bagi negara dan penguasa di dalamnya?
Perusahaan raksasa yang menjadi produsen sekaligus pemilik cadangan minyak terbesar
Dikarunia limpahan ’emas hitam’ di wilayahnya, Saudi Aramco menjelma menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia dengan cadangan minyak sebesar 260.2 miliar barel pada tahun 2017. Dilansir dari Dunia Tempo, Jumlah tersebut bahkan lebih besar dari hasil gabungan perusahaan sejenis asal AS, seperti Exxon Mobil Corp, Chevron Corp, Royal Dutch Sheel Plc, BP Plc, dan Total SA.
Dengan cadangan sebesar itu, diperkirakan minyak yang ada mampu bertahan hingga 54 tahun ke depan. Selain sebagai pemilik tambang minyak terbesar dunia, Aramco juga menjadi produsen dengan banyak pembeli dari seluruh dunia. Sebanyak 10,3 juta barel dihasilkan per harinya pada tahun lalu. Selain minyak, perusahaan ini juga menghasilkan 1,1 juta barel gas alam cair dan 8,9 miliar kaki kubik standar gas alam cair per hari.
Menjadi penguasa pasar dan hasil minyaknya diantri oleh banyak negara
Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang merupakan konsumen hasil minyak yang dihasilkan oleh Aramco. Data Organisasi Negara-Negara Penghasil Minyak (OPEC) menyebutkan, Amerika Serikat di peringkat pertama dengan 19 juta bph (barel per hari) pada 2015. Dilansir dari CNN Indonesia, minyak mentah dikirimkan ke Amerika Utara mencapai lebih dari 1 juta barel per hari tahun lalu.
Tak hanya Amerika Serikat, Pembelinya juga tersebar dia wilayah Asia, termasuk Cina, India, Korea Selatan, Jepang, Taiwan dan Indonesia. Diketahui, Indonesia mengimpor minyak dari kilang di Abqaiq dan Khurais sebanyak 110 ribu barel per hari, yang saat ini berhenti beroperasi, akibat serangan pesawat tanpa awak (drone). Alhasil, pemerintah pun mengalihkan pembelian dari perusahaan minyak Amerika Serikat Exxon Mobil.
Menjadi lumbung duit bagi pemerintah Arab Saudi dengan pendapatan triliunan
Karena pasarnya yang luas, keberadaan Aramco pun sangat menguntungkan Arab Saudi. Menurut Lembaga pemeringkat Fitch Rating menyebutkan, perusahaan minyak terbesar di dunia itu berhasil membukukan laba sebelum pajak sebesar US$224 miliar, atau setara Rp3.186 triliun (kurs Rp.14.225 per dolar AS) di tahun 2018. Bahkan, pendapatan sebesar itu mampu menggeser posisi Apple yang menghasilkan keuntungan sebesar USD59,53 ( Rp 837 triliun) pada tahun yang sama.
Sebelum dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah Arab Saudi, Saudi Aramco awalnya merupakan perusahaan minyak milik Amerika Serikat bernama California Arabian Standard Oil Company (CASOC). Pada tahun 1980-an, namanya diubah menjadi Saudi Aramco seiring perpindahan kepemilikan. Hingga saat ini, perusahaan tersebut menjadi salah satu ladang uang atau pemasukan bagi Arab Saudi.
BACA JUGA: Aturan ‘Modern’ Ala Arab Saudi yang Membuatnya Semakin Mirip Negara Barat
Sebagai penguasa pasar minyak dunia, jelas Arab Saudi memiliki pengaruh besar bagi negara-negara yang membutuhkan hasil produksi yang dihasilkan, termasuk Indonesia. Semoga saja, kelak Pertamina yang merupakan perusahaan minyak Tanah Air bisa maju dan sukses seperti Aramco milik Arab Saudi di atas.