Penculikan aktivis pendukung demokrasi yang terjadi pada 1997 silam, telah tercatat sebagai bagian lembaran hitam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Dalam hal ini, Tim Mawar menjadi sorotan lantaran dianggap berada di balik dari peristiwa yang penculikan 22 aktivis. 13 di antaranya bahkan hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Dilansir dari laman cnnindonesia.com, asal-usul dan status Tim Mawar yang disebut berasal dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV TNI AD, sebenarnya masih menjadi teka-teki hingga saat ini. Sosoknya pun kini kembali menjadi pembicaraan lantaran adanya dugaan eks daripada anggotanya yang terlibat dalam kerusuhan 22 Mei 2019 silam.
Terlibat penculikan 22 aktivis demokrasi
Pada saat itu, Tim Mawar menjadi sorotan karena keterlibatannya dalam penculikan 22 aktivis. Bahkan beberapa di antara mereka tak diketahui rimbanya hingga saat ini. Dilansir dari laman cnnindonesia.com, 13 nama yang hilang adalah Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Suyat, Yani Afri, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Sony, Noval Alkatiri, Ismail, Ucok Siahaan, Yadin Muhidin, Hendra Hambali, dan Abdun Nasser. Sementara 9 lainnya seperti Andi Arief, Nezar Patria, Pius Listrilanang, Desmond J. Mahesa, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyo Jati, Mugiyanto, Faisol Riza, dan Aan Rusdianto, bisa kembali dalam keadaan hidup.
Asal-usul Tim Mawar yang masih menjadi misteri hingga saat ini
Keberadaan Tim Mawar memang masih menjadi teka-tekai yang sulit dipecahkan. Bahkan dalam analisis yang ditulis peneliti militer Made Supriatma di IndoPROGRESS pada 27 Mei 2014, keberadaan Tim Mawar disebut masih menjadi sebuah pertanyaan yang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Menurut Made yang dikutip dari Laman cnnindonesia.com menuliskan, keberadaan tim ini di luar kebiasaan dalam operasi Kopassus. “Tidak terlalu jelas apakah ketika itu Tim Mawar adalah salah satu sattis di bawah komando Grup-IV/Sandi Yudha,” tulis made dalam IndoPROGRESS.
Anggotanya disidang oleh Mahkamah Militer Tinggi II
Setelah kasus penculikan mencuat, Jenderal Wiranto yang kala itu menjabat sebagai Panglima ABRI tengah memimpin Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R serta Komandan Grup IV Kopassus Kolonel Chairawan, diperiksa oleh DKP yang diketuai Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo terkait kasus penculikan aktivis 98 itu pada Juli 1998. Hasilnya, 11 anggota Tim Mawar diajukan ke Mahkamah Militer Tinggi II pada April 1999. Selain beberapa anggotanya dipecat dari militer, Prabowo selaku Danjen Kopassus juga kena sanksi administratif berupa pemberhentian dari dinas kemiliteran.
Beberapa eks Tim Mawar sukses berkarir sebagai pengusaha dan ikut berpolitik
Mayor Bambang Kristiono yang turut dipecat dari dinas militer setelah terlibat dengan Tim Mawar, akhirnya merapat pada Prabowo Subianto yang juga bernasib sama. Laman nasional.tempo.co menuliskan, Dia diberi pekerjaan sebagai direktur utama PT Tribuana Antar Nusa, anak perusahaan dari Nusantara Energy Group milik Prabowo Subianto yang bergerak di bidang transportasi. Sementara yang lainnya seperti Kolonel Chairawan, karirnya justru melesat usai dipecat. Selain Ia banyak berkiprah di dunia intelijen, ia juga empat menjadi Kepala Pos BIN Wilayah Aceh, terakhir dia menjabat staf ahli Panglima Tentara Nasional Indonesia dan pensiun dengan pangkat mayor jenderal.
BACA JUGA: Gaharnya Sandi Yudha, Pasukan Rahasia Kopassus yang kerap Bunuh Lawannya dengan Senyap
Peristiwa penculikan para aktivis yang terjadi pada 1997 silam, memang telah meninggalkan trauma yang mendalam. Terutama bagi keluarga para korban yang sanak familinya tak jelas keberadaannya hingga saat ini. Keadilan yang telah berjalan, telah memberikan hukuman pada mereka yang terlibat dalam aksi penculikan. Meski demikian, hal tersebut membuat sosok Tim Mawar tetap menjadi misteri tersendiri.