Brunei Darussalam adalah negara yang didominasi oleh orang penduduk beragama Islam. Ada 70% muslim yang tinggal di negara kecil kaya minyak ini, sisanya baru orang-orang dengan berbagai keyakinan. Dari segi tata hukum, Brunei menerapkan hukum Syariah untuk berbagai tindak kejahatan yang terjadi.
Sang pemangku kekuasaan, Sultan Hassanal Bolkiah telah merancang cikal bakal undang-undangnya pada tahun 2013 lalu. Hanya, untuk berlakunya, sistem Syariah ini baru secara resmi sah pada 1 Mei 2014. Di dalamnya terdapat banyak hukum mengerikan, seperti ancaman penjara hingga rajam pada pelaku Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ). Lantas dengan adanya hukum ini, bagaimana orang dengan orientasi seks berbeda hidup di Brunei?
Penerapan hukuman mati dan rajam terhadap LGBTQ pada awal April 2019
Mulai awal April lalu, Rabu (3/4) Brunei telah menetapkan hukuman rajam sampai mati terhadap kaum LGBTQ. Hal ini disampaikan melalui pernyataan resmi dari kantor perdana menteri, pemberlakuan hukum syariah Islam itu disebut punya tujuan tertentu. Menurut mereka, pemberlakuan ini tak lain agar mencegah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, juga bertujuan mengedukasi, menghormati, dan melindungi hak sah semua individu, masyarakat, atau kebangsaan, agama, dan ras,” sebut pernyataan itu sebagaimana dikutip dari Reuters melalui Okezone.com.
Tentangan dari PBB dan berbagai pihak
Sebenarnya, saat Brunei mendiskriminasi kaum dengan orientasi seksual berbeda ini, aktivis HAM Brunei sudah terlebih dahulu membuat petisi dan meminta mempertimbangkan ulang keputusan pemerintah. Sayang, hal tersebut ternyata sia-sia. Barulah setelah awal April lalu, PBB angkat bicara dan ikut menentang kebijakan itu. Michelle Bachelet selaku Komisioner Hak Asasi Manusia PBB mengatakan bahwa hal tersebut tak manusiawi. “Saya menyerukan kepada pemerintah untuk membatalkan penerapan hukum pidana baru yang kejam itu, yang akan menjadi langkah mundur serius bagi perlindungan HAM rakyat Brunei jika tetap diberlakukan,” kata Michelle dikutip dari Okezone.com.
Hukum rajam yang akhirnya ditangguhkan
Tak hanya aktivis HAM dan Komisioner PBB saja, berbagai petinggi dari penjuru dunia juga buka suara. Pihak dari Oxford University misalnya, mereka mengecam bahkan mengancam tindakan yang dilakukan oleh Sultan Hassanal Bolkiah ini. Perwakilan dari Oxford bahkan mempertimbangkan pencabutan gelar kehormatan bidang hukum yang sudah diberikan pada sang sultan di tahun 1993 lalu. Hal tersebut tak lain karena ngototnya sang sultan dalam menegakkan hukum terhadap minoritas LGBTQ, yang tentu dianggap sebagai diskriminasi tak manusiawi. Karena mendapat desakan dan tekanan dari berbagai pihak berpengaruh inilah, Brunei akhirnya menangguhkan pemberlakuan hukum ini.
Seperti apa sih aktivitas kaum LGBTQ di negara ini?
Melansir Vice.com, salah seorang queer bernama Atikah mengatakan bahwa mereka (yang LGBTQ) memang sudah mendapat persekusi dan hidup dalam ketakutan, hal tersebut bahkan terjadi jauh sebelum berlakunya hukum Syariah. Mereka yang memilih jalan sendiri sebagai minoritas banyak tidak diterima oleh lingkungan sekitar, termasuk keluarga sendiri. Jarang sekali ada orangtua yang mau menerima dengan senang hati jika anak mereka adalah queer, jika tahu sang anak berbeda orientasi seksual, tak jarang mereka akan dipukuli. Hal ini tak hanya berlaku untuk lelaki saja, tetapi juga perempuan, menurut pengakuan Atikah. Membuka diri dan mengatakan pada publik bahwa mereka adalah orang yang ‘berbeda’ bisa saja, tapi kembali lagi –jika kamu sudah siap dengan segala konsekuensinya—. Meski ada hukum yang mengancam mereka, namun di sini masih bisa ditemukan komunitas LGBTQ yang biasanya berkumpul dan saling mendukung satu sama lain.
BACA JUGA: Pancung Hingga Rajam, 4 Hukuman Mengerikan Ini Berlaku di Negeri Brunei Darussalam
Hidup sebagai minoritas di negara Brunei Darussalam memang butuh perjuangan. Hampir sama sih seperti di Indonesia, meski tak sekejam di negara Sultan ini, orang-orang yang queer di tanah air juga kerap mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan. Bahkan, tayangan seperti film Lucumbu Tubuh Indahku saja mendapat kecaman dan dianggap kontroversi.