Daerah perbatasan Indonesia yang menjadi garis tanda antara wilayah NKRI dengan negara lain, kerap memunculkan kisah-kisah heroik nan inspiratif. Tak hanya mereka yang datang dari kalangan militer, tapi juga masyarakat sipil yang juga berada di sana. Salah satunya adalah Elkana Amarduan, warga Desa Eliasa, Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Provinsi Maluku.
Dilansir dari ngopibareng.id, pria berusia 62 tahun itu merupakan seorang menara suar yang berada di Desa Eliasa, Pulau Selaru, Wilayah tersebut , merupakan tapal batas antara RI – Australia. Meski demikian, Eli ternyata melakukan pekerjaan tersebut secara sukarela tanpa bayaran sepeser pun. Sebuah hal yang tampak tak masuk akal terjadi di era yang telah sedemikian modern seperti saat ini.
Sukarela jaga menara suar tanpa gaji dan imbalan
Tak banyak sosok seperti Elkana Amarduan atau yang biasa disapa Eli itu, mau menjaga aset negara yang mungkin kerap dipandang sebelah mata oleh orang lain. Bagi dirinya, keberadaan bangunan tersebut merupakan bentuk kepedulian sekaligus mengemban amanah yang diberikan pada dirinya.
Sudah 23 tahun saya jaga dua aset negara ini, menara suar dan tapal batas, tanpa digaji baik dari pemerintah desa maupun pihak mana saja. Saya lakukan ini dengan suka rela,” ujarnya yang dikutip dari ngopibareng.id. Saat itu, ia menerima amanah Kepala Dusun Eliasa untuk menjaga menara berukuran 35 meter dan diameter 6 tersebut.
Berharap dapat sedikit perhatian dari pemerintah
Sayang, pengabdian ikhlas Eli menjaga menara suar selama 23 tahun rupa-rupanya tak terlihat oleh pemerintah. Aset negara milik Kementerian Perhubungan RI itu, dibangun pada 1996 dan rampung pada 1997. Aset negara itu juga telah diresmikan oleh Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura Mayjen TNI. Agustadi Sasongko Purnomo pada 17 Agustus 2003
Tak hanya itu, Pemerintah Desa Eliasa juga memiliki rencana untuk menarik kunci suar tersebut dari Eli dan menghargainya dengan upah menjual karcis. Terus terang, hal ini membuat Eli tak nyaman dan belum merelakan rencana yang ada. Mengingat, jerih payahnya selama ini minim perhatian dari pemerintah, baik pusat hingga daerah. Ia pun berharap pemerintah terketuk hatinya untuk memberi atensinya pada usahanya selama puluhan tahun.
Bangunan yang didirikan di tanah miliknya
Perhatian dari pemerintah yang diinginkan oleh Eli, tak hanya untuk menghargai upayanya yang telah menjaga aset negara tersebut. Lebih dari itu, menara suar yang ada ternyata dibangun di atas lahan (dusun) miliknya. Wajar jika Eli akhirnya meminta agar aparatur yang berwenang melihat kondisinya pada saat itu.
“Insyaallah jika memang terjawab seperti itu. Tapi kalau dari pemerintah baik dari Kabupaten sampai ke pusat tidak perhatikan juga. Biarlah saya bertahan apa adanya. Sebab menara ini dibangun diatas petuanan dan didalam dusun saya,” katanya yang dikutip dari ngopibareng.id. Terlebih, lahan miliknya ternyata belum pernah dilakukan pembebasan. Ia bahkan hanya diberikan uang sirih pinang sebanyak Rp50.000 kepada tiga adik kakak yang berada di desa Lingat, Werain dan Eliasa.
Terpanggil karena inisiatif pribadi untuk amankan aset negara
Hingga saat ini, Eli tetap memelihara semangat dan inisiatifnya untuk menjaga menara suar tersebut. Dalam dirinya, ia berkomitmen untuk untuk menjaga dan merawat aset negara itu dan mencegahnya dari tangan-tangan jahil. Jika ada sesuatu hal yang terjadi pada menara, tentu Eli yang bakal disalahkan. Oleh sebab itu, dirinya mengantisipasi agar tak ada kejadian yang tidak diinginkan.
Meski pengabdiannya masih minim perhatian dari pemerintah, Eli tak lupa dengan amanah dari Kepala Desa yang memberinya tanggung jawab untuk menjaga menara suar. Ya, sosok seperti Eli memang menjadi ‘barang langka’ di Indonesia. Di mana kejujuran dan kepercayaan tetap ditegakkan meski terabaikan dan seolah terpinggirkan dari pandangan para penguasa.
BACA JUGA: 5 Kenyataan Pahit Warga Indonesia Yang Tinggal di Perbatasan
Meski terlihat sepele, upaya Eli di atas seharusnya mendapatkan apresiasi dari pemerintah lokal maupun pusat atas kesediaannya mau menjaga aset negara yang dibangun dengan uang rakyat tersebut. Hal ini seakan mengingatkan kita akan peristiwa lainnya yang sudah terjadi di Indonesia. Di mana masyarakat di wilayah perbatasan cenderung luput dari pandangan pemerintah.