Saat Perang Dunia II berkecamuk, Jepang tampil sebagai negara superpower di Asia Timur dengan kekuatan militernya yang besar. Kala itu, balatentara Dai Nippon sukses melebarkan invasinya di kawasan pasifik. Termasuk Indonesia. Jepang yang tengah haus akan kekuasaan, dipimpin oleh seorang Kaisar yang bernama Hirohito.
Ditopang dengan kekuatan militer yang besar, Jepang secara perlahan berada di bawah bayang-bayang kekuasaan angkatan bersenjata. Terlebih saat awal-awal Hirohito naik ke tampuk kepemimpinan, gejala tersebut semakin menjadi-jadi. Tak salah bila militer Jepang yang begitu perkasa pada era tersebut, membuat sosok Hirohito memainkan peranan kunci bagi masa depan negaranya.
Kaisar yang dianggap sebagai jelmaan dari sosok dewa matahari
Sebagai kaisar Jepang, Hirohito dianggap sebagai Tenno Heika sebagai Yang Mulia Kaisar oleh masyarakat Jepang. Dilansir dari tirto.id, pria yang lahir pada 29 April 1901 di Istana Aoyama, Tokyo, itu, dianggap sebagai keturunan dewa Amaterasu, personifikasi bangsa, pemimpin spiritulitas negara, dan simbol persatuan rakyat Jepang.
Tak heran jika sosoknya sangat diistimewakan oleh rakyat Jepang. Salah satunya dengan cara membungkuk sebagai bentuk penghormatan atau biasa disebut Seikerei. Tak hanya itu, Hirohito juga menjadi penyemangat para serdadunya di medan perang untuk menaikkan semangat bertempur seraya memekikkan “Tenno Heika Banzai” atau “hiduplah kaisar.”
Sosok yang wajib “disucikan” oleh negara-negara jajahan Jepang
Tak hanya di Jepang saja, sosok Hirohito juga wajib “disucikan” oleh negara-negara yang menjadi wilayah jajahannya. Termasuk Indonesia. Biasanya, bentuk penghormatan ini dilakukan dengan cara Seikerei alias membungkukkan badan sedalam mungkin. Inilah yang dialami oleh masyarakat Indonesia kala Jepang berkuasa atas tanah nusantara.
Menurut pengakuan Francisca Fanggidaej dalam Memoar Perempuan Revolusioner (2006:47), yang dikutip dari tirto.id menuliskan, Bila seseorang ketahuan membungkuk kurang dalam dalam dan tidak sepenuh hati dalam melaksanakan ritual Seikerei, hukuman yang diberikan adalah tamparan.
Memerintah Jepang yang ditopang dengan kekuatan militer dalam negeri
Saat awal-awal memimpin Jepang, kekuatan militer negeri Matahari Terbit itu tengah tumbuh secara pesat. Hal ini ditandai dengan semakin berkembangnya paham fasisme dan Sebagian besar dari hasil pertumbuhan industri Jepang kemudian dipakai untuk menguatkan pertahanan Jepang.
Keadaan ini membuat kekuatan militer pelan-pelan meningkat di dalam tubuh pemerintahan. Dengan semangat yang ada, militer Jepang menumbuhkan hasrat akan perluasan wilayah dengan aksi utamanya mengebom jalur kereta api di Mukden sebagai alasan untuk menginvasi Cina daratan. Pada masa-masa inilah, Hirohito yang diberi pangkat militer, memerintah Jepang yang ambisius.
Tak dieksekusi sebagai penjahat perang meski telah lenyapkan jutaan nyawa
Saat Jepang mengaku takluk dan menyerah kalah dalam Perang Dunia II, kaisar Hirohito sebagai pemegang tampuk kekuasaan dengan statusnya selaku kepala angkatan bersenjata Jepang, semestinya diseret ke pengadilan internasional atas dasar kejahatan perang. Tak hanya dirinya, tapi juga seluruh keluarga kekaisaran.
Laman tirto.id menuliskan, keputusan Jenderal AS Douglas MacArthur yang memandang Hirohito diperlukan Jepang sebagai simbol kebangkitan pasca-perang, membuatnya lolos dari segala bentuk dakwaan dan tetap meneruskan pemerintahannya hingga tutup usia pada 7 Januari 1989 akibat penyakit kanker usus dua belas jari.
BACA JUGA: 5 Fakta Qin Shi Huang, Kaisar Tiongkok Pertama yang Luar Biasa Tapi Gila
Kaisar juga manusia. Anggapan itu mungkin layak disematkan pada sosok Hirohito di atas. Di mana ia kerap dianggap suci karena keturunan dari dewa matahari yang diagung-agungkan masyarakat Jepang. Toh pada akhirnya, ia juga yang harus menanggung malu atas kehancuran dan kekalahan negaranya pada Agustus 1945 usai di bom atom oleh pasukan sekutu.