Sosok Khalifa Haftar mungkin masih kalah mentereng jika dibandingkan dengan Muammar Gaddafi. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pria 75 tahun itu tak lama lagi bakal menjadi orang nomor satu di Libya. Dilansir dari dunia.tempo.co, ia dilaporkan sebagai pemain kunci bagi perdamaian dan stabilitas keamanan di Libya. Negeri di Timur Tengah yang kaya akan sumber minyak.
Meski dianggap sebagai ‘poros’ utama bagi pemulihan keamanan di Libya, keberadaannya dianggap bisa memicu perang sipil yang malah membuat Libya banjir darah untuk kesekian kalinya. Meski demikian, sosok daripada Khalifa Haftar digadang-gadang menjadi figur terkuat untuk memulihkan kondisi Libya yang kerap didera konflik bersenjata. Siapa sosok sebenarnya?
Sosok Jenderal militer yang membantu Muammar Gaddafi naik ke panggung kekuasaan
Pria yang pernah mendapatkan pelatihan militer di Uni Sovyet (Rusia) itu, dulunya merupakan salah satu orang terdekat Muammar Gaddafi. Dilansir dari dunia.tempo.co, ia menjadi sekian pengikut setia Gaddafi saat melakukan kudeta untuk menjatuhkan Raja Idris tahun 1960. Alhasil, hasil ini membawa Gaddafi yang kala itu masih berpangkat Kolonel, menjadi penguasa Libya dan berkuasa selama 41 tahun lamanya.
Raja Idris sendiri merupakan pemimpin pertama Libya ketika negara itu memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1951. Hari kelabu bagi dirinya terjadi pada 1969. Saat itu, tentara yang dipimpin Kolonel Muammar al-Qaddafi, menggulingkan pemerintahannya. Haftar tentu ada di pihak Gaddafi pada saat itu. Raja Idris yang limbung karena pemberontakan, kemudian memilih pergi ke Yunani, namun mendapatkan suaka politik oleh Mesir. Laman britannica.com menuliskan, dia diadili secara in absentia pada 1974 dengan tuduhan korupsi dan dinyatakan bersalah hingga kematiannya di Kairo dalam kondisi terasing.
Jadi kaki tangan CIA setelah kalah dalam peperangan dan menjadi tawanan
Di bawah pemerintahan Gaddafi, Libya pun sempat terlibat konflik bersenjata melawan Chad di tahun 1987. Laman bbc.com menuliskan, Jenderal kelahiran 1943 di kota timur Ajdabiya itu, diserahi tanggung jawab untuk pasukan Libya yang terlibat dalam konflik di Chad. Nahas, Libya akhirnya kalah karena tentara yang menjadi lawannya di medan tempur tersebut ternyata didukung oleh Prancis. Alhasil, Haftar dan 300 orang tentaranya ditangkap oleh Chad pada tahun 1987.
Libya sebagai pihak yang kalah, ternyata tak mau mengakui keterlibatan Haftar dan pasukannya saat berkonflik dengan Chad. Tak terima, ia pun memilih mengungsikan diri di AS sembari mencari cara untuk menjatuhkan pemerintahan Muammar Gaddafi. Haftar pun menjadi ‘kaki tangan’ CIA dan memberikan dukungannya untuk menghabisi pemimpin yang telah berkuasa selama 41 tahun di Libya itu
Kembali ke Libya dengan dukungan NATO untuk menggulingkan pemerintahan Gaddafi
Saat momen Arab Spring mulai menjalari seantero Timur Tengah, Libya pun terkena imbasnya dengan terjadinya serangkaian pemberontakan berdarah di negara tersebut. Laman bbc.com menuliskan, kudeta berdarah pada pemerintahan Gaddafi dimulai pada 2011. Haftar yang telah kembali ke Libya, menjadi komandan penting pasukan pemberontak sementara di bagian timur.
Pemerintahan Gaddafi yang semakin keropos, akhirnya tak bersisa sama sekali. Kekuasaan besarnya saat memerintah Libya selama 41 tahun, akhirnya rontok seiring dengan kematiannya. Haftar yang diuntungkan dengan kondisi ini, segera mengambil langkah cepat mengumumkan langkah-langkah konkrit yang menyeru kepada rakyat untuk bersatu membangun Libya.
Menjadi sosok Jenderal militer terkuat yang digadang-gadang bisa memimpin Libya
Haftar pun akhirnya tampil sebagai sosok Jenderal yang memiliki posisi strategis bagi masa depan Libya. Dikutip dari laman bbc.com, sosoknya sangat populer di kota Benghazi karena perannya dalam memerangi militan Islam. Hal ini terjadi pada 2014, di mana pasukan Haftar telah merebut kendali atas area bulan sabit minyak Libya dari sebagian besar milisi pro pemerintah dan kelompok Islam di timur, yang merupakan lokasi ladang minyak dan terminal ekspor.
Haftar juga bahkan dengan berani melakukan serangan bertubi-tubi untuk menguasai Tripoli yang merupakan jantung kota Libya. Pada bulan Maret 2015 parlemen terpilih Libya, House of Representatives (HoR) – yang telah menggantikan GNC – menunjuknya sebagai komandan Tentara Nasional Libya (LNA). Tercatat, Haftar telah melaksanakan dua operasi besar-besaran untuk mengusir musuh-musuh dan para pembencinya di Libya, yakni Operation Dignity dan Operation Swift Thunder.
BACA JUGA: 10 Kehebatan Muammar Khadafi yang Jarang Dimiliki Pemimpin Lain Dunia
Babak baru sebentar lagi akan tercipta di Libya. Seiring dengan kehadiran sosok Khalifa Haftar yang memiliki dukungan kuat, tidak menutup kemungkinan dirinya bisa menjadi penerus takhta pemerintahan dari sosok Muammar Gaddafi yang legendaris. Meski demikian, hal tersebut tidaklah mudah. Mengingat, banyak dari musuh-musuhnya yang masih bercokol dan menguasai beberapa wilayah di Libya.