Kekejaman seorang Brenton Tarrant memang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Seolah tanpa perasaan, ia tega memberondong puluhan umat muslim yang hendak melaksanakan shalat Jum’at di dua tempat berbeda, yakni Masjid Al Noor dan Masjid Linwood. Alhasil, 40 nyawa warga sipil melayang sia-sia. Saat melancarkan aksinya, Brenton diketahui menggunakan berbagai senapan laras panjang.
Menurut Ahli kontra-terorisme dari Deakin University, Profesor Greg Barton yang dikutip dari international.sindonews.com mengatakan, salah satunya adalah AR-15 yang merupakan versi sipil dari senjata serbu M-16. Menariknya, senapan ini ternyata pernah digunakan oleh pasukan elit RI dari kalangan kepolisian. Tentu saja, keperluannya pada saat itu diperuntukkan menjaga keamanan dalam negeri.
Senjata mematikan yang digunakan pasukan elit kepolisian
Dikutip dari buku Resimen Pelopor: Pasukan Elite Yang Terlupakan (2012) Korps Mobrig (Mobile Birgade-nama lama Brimob) dari pasukan Resimen Pelopor, merupakan unit yang pertama kali menggunakan senapan baru buatan AS ini. Pada era Sukarno berkuasa, keberadaan Menpor sangat diperhitungkan. Para personilnya pada saat itu dilengkapi dengan AR-15 (versi sipil dari M-16).
Jelas saja mereka boleh sedikit berbangga hati. Karena tak semua tak semua personel satuan elite seperti Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)–cikal-bakal Kopassus– yang dikenal kesohor, memakai senjata tersebut. Pada Operasi Trikora, Menpor menjadi unit yang berbeda dengan pasukan pada umumnya. Jika pada saat itu senjata sepert AK-47 dan G3 yang berbahan besi maupun campuran kayu sangat populer, Menpor bisa berbangga hati memanggul AR-15 yang terbuat dari bahan fiber.
Indonesia menjadi ajang ujicoba pertama bagi senapan produksi AS
Penggunaan AR-15 oleh pasukan elit kepolisian Indonesia, ternyata tak lepas dari kedekatan para pejabat di atasnya dengan pihak Amerika Serikat selaku produsen senapan. Laman matapadi.com menuliskan, AS saat itu bersedia memasok AR-15 yang tergolong senjata baru dengan bahan fiber. Padahal, pasukan militer Paman Sam yang bertugas menjadi pengamat di Vietnam ketika itu, masih menggunakan senapan peninggalan PD II yang memiliki bodi kayu dan besi seperti US Carabine, M1 Garrand, dan Thompson.
Bisa dibilang, hal ini merupakan hal baru bagi kedua belah pihak. Indonesia sebagai pemakai, dan AS selaku produsen dan pemasoknya. Pada tahun 1961, Resimen Pelopor (Menpor) resmi mulai menggunakan senapan organik AR-15 tersebut. Saat itu, pasukan Pelopor mendapatkan pengumuman untuk menyimpan senjata lama dan penggunaan senapan dengan kemampuan dan teknologi baru. Di mana mereka hanya diberi tahu bahwa setiap anggota wajib melakukan zero (percobaan) senjata baru tersebut.
Digunakan Brenton Tarrant dengan tulisan ‘mengerikan’ di sekujur tubuh senapan
Jauh di masa kini, eksistensi AR-15 tetap dipertahankan dengan penambahan fitur dan teknologi baru di dalamnya. Senapan ini pula yang digunakan oleh Brenton Tarrant untuk mencabut puluhan nyawa umat Islam pada insiden berdarah di Selandia Baru. Pada saat beraksi, pria asal Australia itu menggunakan AR-15 model 2TF dan berkode SA2TFD. Dikutip dari laman BudsGunShop.com, senjata tersebut masuk dalam kategori semi otomatis dan berkaliber 5.56 mm NATO/223 Remington.
Horornya, Brenton juga menuliskan beberapa tokoh kontroversial dan kata-kata seram seperti Anton Lundin Petterson (siswa pembunuh imigran di sekolah Swedia), Alexandre Bissonette (pelaku penyerangan masjid di Kanada pada 2017), Skanderberg (Jenderal perang yang melawan kekaisaran Ottoman), Antonio Bragadin (Militer Venezia yang membantai tahanan perang Turki, Charles Mattel (Petinggi militer Prancis yang mengalahkan umat Muslim dalam perang Battle of Tours) dan Welcome to the hell (selamat datang di neraka). Ckckckck….
Jadi senjata berdarah yang paling banyak mencabut nyawa di AS
Keberadaan AR-15, ternyata menjadi bak buah simalaklama bagi AS sebagai produsen sekaligus pengguna. Menurut laporan yang dikutip dari cnnindonesia.com, Omar Mir Seddique Mateen memberondong para pengunjung kelab gay Pulse di Orlando dengan senapan AR-15 berkaliber 223 dan menewaskan 50 orang. Senjata serupa juga digunakan dalam penembakan oleh simpatisan ISIS di San Bernardino tahun lalu yang menewaskan 14 orang, juga pembantaian 27 siswa dan guru di SD Sandy Hook pada 2012 silam.
Di AS sendiri, senapan rancangan mantan marinir AS yang bernama Eugene Stoner termasuk salah satu senjata paling laris bak kacang goreng. Oleh National Shooting Sports Foundation pada tahun 2013 memperkirakan, ada antara 5 sampai 8,2 juta pucuk yang beredar di pasaran. Dengan harga jual antara US$500-1.000 (Rp Rp5,3-13 juta), semua kalangan sipil bisa memilikinya dengan mudah.
BACA JUGA: 5 Senjata ini Selalu Jadi Favorit Pasukan Elit Menjalankan Misi Gilanya
Pengunaan senjata api yang tidak seusai dengan peruntukkannya, disinyalir menjadi penyebab dari banyaknya insiden penembakkan di kalangan warga sipil. Terutama di negara-negara seperti AS dan lainnya. Sama seperti kejadian di Selandia Baru, puluhan nyawa melayang sia-sia karena pemikiran keji dari seorang Brenton Tarrant. Hal ini sekaligus menjadi bukti, bahwa senjata api bakal jadi benda berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah.