Konflik antara OPM dan Indonesia seakan tak menemui titik temu yang pas. Seperti yang dituliskan oleh cnnindonesia.com, Kelompok pro kemerdekaan Papua, The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) telah menyerahkan petisi referendum kepada Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Hal ini dilakukan sebagai bentuk agar rakyat Papua Barat bisa memperoleh dukungan untuk berdiri sebagai negara yang independen. Terpisah dari Indonesia. Namun jika dilihat secara seksama, ada banyak hal yang justru membuat OPM maupun aktivis pro-Papua Merdeka tidak layak untuk mendirikan negara sendiri.
Ditolak oleh PBB karena alasan tertentu
Meski telah mengajukan petisi kepada Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), toh lembaga tersebut ternyata menolak untuk akui kemerdekaan Papua Barat. Seperti yang dituliskan laman dunia.tempo.com, komite dekolonisasi PBB mengatakan bahwa isu Papua Barat berada di luar wewenangnya. Terlebih, Ketua Komite Dekolonisasi PBB sekaligus dan Dubes Venezuela untuk PBB, Rafael Ramirez, menerima kedaulatan Indonesia atas Papua Barat, yang menguasai bagian barat Papua pada 1969.
Dianggap masih bagian Indonesia oleh Papua Nugini
Tak hanya lembaga besar seperti PBB, negara tetangga Papua Nugini juga menyatakan penolakannya terhadap kemerdekaan Papua Barat. Laman dunia.tempo.co menuliskan, Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Papua Nugini, Rimbink Pato, menegaskan tidak akan mendukung isu Papua Barat yang diajukan Vanuatu ke PBB. Tak hanya itu, pihaknya juga menganggap Papua Barat masih merupakan bagian integral dari Indonesia. Bagi Papua Nugini sendiri, kebijakan luar negerinya tidak akan mengganggu hal itu dan hukum internasional yang berlaku.
Kondisi yang belum memadai untuk menjadi negara sendiri
Meski pihak aktivis pro-Papua Barat menerima banyak dukungan dari negara asing untuk merdeka dari Indonesia, toh ada sejumlah kekurangan yang menjadi hambatan serius bagi wilayah tersebut jika ingin merdeka. Selain masalah administratif di tingkat PBB, tidak adanya infrastruktur yang memadai seperti sistem pemerintahan yang dianut, masyarakat yang pro dan kontra serta adanya beragam kasus kekerasan yang terjadi, menjadi batu sandungan tersendiri untuk mendirikan sebuah negara independen. Terlebih, pihak ULMWP dan OPM ternyata memiliki perbedaan meski sama-sama mendukung kemerdekaan Papua Barat.
Adanya kerancuan organisasi dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat
Menurut pernyataan Akademisi Universitas Cenderawasih, Jayapura, Marinus Yaung dikutip dari cnnindonesia.com mengatakan, perjuangan diplomasi ULMWP di luar negeri ternyata tidak mendapat dukungan dari TPN OPM yang bergerak di hutan-hutan. Alhasil, kerancuan ini menjadi saah satu kekurangan mereka dalam memperjuangkan keinginannya. Bahkan menurut Marinus, beberapa kasus penembakan di hutan yang melibatkan TPN OPM ternyata tidak ada koordinasi dengan ULMWP.
Ditolak mentah-mentah oleh Menteri Pertahanan Indonesia
Meski ULMWP mengklaim telah menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang untuk menuntut referendum kemerdekaan Papua dari Indonesia, toh hal tersebut ternyata dibalas dengan tegas oleh Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu. Dilansir dari cnnindonesia.com, ia menyatakan bahwa hal tersebut tak berpengaruh besar lantaran tak mewakili keseluruhan warga Papua Barat. “Siapa pun ngomong segala macem, enggak boleh merdeka, titik. Ya kalau mereka berhadapan dengan pasti menteri pertahanan dulu dong, menteri pertahanan negara,” kata Ryamizard tegas.
BACA JUGA: Mengenal Kelly Kwalik, Tokoh Pemberontak OPM yang Bikin Papua Semakin Panas Membara
Perseteruan yang terjadi antara pihak OPM dan pemerintah Indonesia, akan terus berlangsung selama tidak ada upaya penyelesaian di antara keduanya. Terlebih, sederet fakta di atas juga menjadi bukti bahwa para simpatisan pro-Papua Barat harus berpikir realistis dan merenung jika ingin berpisah dari Indonesia.