Gelombang tsunami yang menimpa Banten dan Lampung di Hari SaDana Korban Bencana Diselewengkan, Ini Hukuman Berat Bagi Si Pelakubtu lalu membuat banyak pihak menyalurkan bantuan dengan beragam bentuk. Salah satunya adalah bantuan dana yang disediakan oleh pihak-pihak tertentu. Tapi, berbicara tentang bantuan dana korban bencana kita pasti teringat dengan masalah beberapa waktu lalu. Apalagi kalau bukan tentang kasus korupsi dana bantuan gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Dilansir dari bbc indonesia, Muhir selaku anggota DPRD Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat ditetapkan sebagai tersangkanya. Sebab, Muhir diduga meminta ‘balas jasa’ dari pejabat Dinas Pendidikan Mataram dan kontraktor. Ia mengklaim telah berjasa karena menjamin anggaran Rp4,2 miliar untuk perbaikan 14 gedung Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang masuk ke dalam APBD Perubahan tahun 2018.
Tak ingin kejadian di Lombok terulang kembali, pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan diadakan tim supervisi yang bertugas untuk mengawasi penggunaan dana penanganan bencana terkait musibah tsunami di Banten dan juga Lampung. Pihak KPK menginginkan, bagi siapa saja yang menyelewengkan dana bantuan untuk korban bencana dengan alasan apapun diusulkan dihukum seberat-beratnya.
Hal inipun diamini oleh Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap. Ia mengatakan kalau sebenarnya sudah ada aturan terkait penggelapan dana bantuan korban bencana. Sanksinya tidak hanya berupa denda dan penjara saja Sahabat Boombastis. Tapi juga ada hukuman mati yang siap menunggu para pelaku korupsi. Sanksi ini tertuang pada Pasal 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berbunyi sebagai berikut.
Ayat (1)
Setiap orang yang berbicara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Ayat (2)
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Tapi yang jadi masalah saat ini adalah belum adanya hukuman mati bagi para koruptor. Ternyata, hal ini berkaitan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Jika di konstitusi Indonesia tersebut dikatakan bahwa hukuman mati dianggap bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga itulah yang jadi penyebab utama belum ada penerapan hukuman mati bagi para koruptor di negara kita.
BACA JUGA : Seperti Ini Edannya Beberapa Negara Saat Menghukum Koruptor dalam Sebuah Instansi
Hukuman untuk para koruptor di Indonesia sudah cukup berat. Namun sayangnya masih banyak pihak yang tidak kapok melakukan perbuatan haram satu ini. Apalagi ditambah dengan belum aktifnya sanksi hukuman mati bagi para tersangka, membuat orang-orang masih nekat melakukan tindakan tersebut. Tapi semoga hukuman ini bisa membuat orang-orang takut untuk melakukan korupsi. Tidak hanya dalam dana bantuan korban bencana saja, melainkan di semua hal.