Potret kelamnya pendidikan Indonesia kini terulang kembali. Kemarin, ada peristiwa sekelompok murid yang bercanda dengan guru tanpa ada norma kesopanan sama sekali. Kini ada kejadian yang tak kalah membuat Sahabat Boombastis miris. Adalah seorang siswi dihukum jongkok keliling lapangan hingga kakinya melepuh.
Pada mulanya, siswi yang bernama Ahadiyatur Ruhama’u ini dihukum lantaran tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Padahal ia tidak masuk karena mengikuti Pekan Olahraga Provinsi Jawa Tengah dan siswi 16 tahun tersebut jadi salah satu perwakilan dari Batang untuk cabang arung jeram. Hebatnya, siswi ini berhasil meraih semua medali yang masing-masing berjumlah satu.
Tapi, seakan-akan tak mau tahu dengan prestasi yang diraih muridnya, salah satu gurunya tetap menghukumnya. Dengan sepatu yang dilepas, siswi kelas X itu langsung disuruh jalan jongkok mengitari lapangan. Parahnya lagi, ia dan teman-temannya memutari lapangan sekolah sampai 15 kali. Alhasil, kaki dari Ahadiyatur Ruhama’u ini menjadi melepuh.
Menghukum murid memang boleh, tapi tidak dengan cara yang seperti itu. Setiap sanksi yang diberikan sebaiknya memberikan dampak baik bagi sang murid. Jika hukuman ini berhubungan dengan absennya dari pramuka, bisa pakai hafalan kode morse. Atau bisa juga dengan menjadikan si siswa yang bersangkutan pemimpin upacara pramuka dalam beberapa minggu. Itu cukup edukatif, sehingga tidak membuat sang murid trauma, melainkan lebih berani dan cakap dalam melakukan kegiatan pramuka.
Apalagi absennya si murid karena berkaitan dengan ditunjuknya ia sebagai salah satu wakil untuk mengikuti perlombaan. Ya cukup tidak adil. Seharusnya sang guru memberikan apresiasi karena Ahadiyatur Ruhama’u telah memberikan contoh baik kepada temann-temannya. Bahkan bisa dibilang, ia tidak hanya mengharumkan nama sekolah, tapi juga jadi putri kebanggaan dari Batang.
Kalau guru sudah memberikan sanksi yang sudah melukai fisik, bisa terjerat kasus hukum lho. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tapi aturan ini sudah diubah ke Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Inti dari isinya adalah secara tegas mengatur setiap orang untuk tidak menempatkan, membiarkan, melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Nah, kalau sampai ada yang melanggar, maka sanksinya pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda maksimal sebesar Rp72 juta.
Pada intinya, guru tidak boleh bersikap semena-mena pada murid. Meskipun keinginannya untuk membuat siswanya disiplin atau jera, tapi lebih baik memilih cara yang baik. Masih banyak kok cara memberikan sanksi kepada murid tanpa harus melibatkan kekerasan. Daripada harus merasakan dinginnya penjara, lebih baik pikirkan cara menghukum dengan matang tanpa merugikan diri sendiri ataupun murid.
Untuk kabar terbaru dari kasus ini, pihak sekolah sudah memberikan klarifikasinya. Bahkan, pihak sekolah akan berkunjung ke rumah Ahadiyatur Ruhama’u untuk meminta maaf. Selain itu, pihak sekolah juga akan membicarakan peristiwa ini dengan Ahadiyatur Ruhama’u beserta keluarganya. Semoga masalah ini cepat selesai dan tidak terulang kembali ya.